PRANG
Suara pecahan berasal dari arah dapur. Jovan mengerang kesal dibuatnya. Melangkah mengambil sapu yang tergantung di sebelah kulkas, Jovan dengan segera membersihkan kekacauan yang telah terjadi.
Tangannya licin, itu semua karena sabun yang masih menempel dan sekarang dirinya sedang mencuci piring. Salahnya karena kurang berhati-hati.
"Kak, ada apa?"
Tanpa mengalihkan pandangan, Jovan tau siapa yang sedang berada di belakangnya. "Gak sengaja pecahin gelas."
Novan berjalan mendekat, meraih sapu yang ada pada kakaknya. "Biar aku aja kak, kakak mending mandi aja. Cuciannya juga biar aku lanjutkan."
Jovan sedikit menyingkir, lalu setelahnya menurut. Novan sendiri segera melanjutkan menyapu sisa pecahan kaca dilantai. Setelahnya, Novan mencari kain untuk membungkus pecahan kaca sebelum dibuang ke tempat sampah.
Tidak lupa juga segera melanjutkan mencuci piring seperti yang dia bilang sebelumnya.
Setelah malam dimana Jovan mengakui perasaannya, sedikit banyaknya Novan merasakan perubahan pada sikap kakaknya. Seperti tatapan kosong yang selalu diberikan kepadanya, berbicara apabila ditanya saja, dan juga nafsu makan yang menurun.
Novan sadar, patah hati terbesar kakaknya adalah dirinya. Sehari setelahnya, Novan sudah menghukum dirinya sendiri dengan pergi dari rumah dan pergi ke club yang buka 24 jam. Saat sampai di rumah, suasana dingin yang dia dapatkan. Ketika kakaknya keluar dengan mata sembab, disitulah Novan baru menyadari jika selama seharian juga dia menyiksa kakaknya tanpa sadar. Sudah dapat dipastikan bahwa Jovan tidak keluar dari kamar kemarin, karena piyama yang dipakainya masih sama dengan piyama yang dipakai kakaknya sebelum Novan pergi.
Novan tersentak ketika melihat siluet kakaknya yang berjalan menuju pintu. "Mau kemana, Kak?" tanya Novan sembari menyusul kakaknya itu.
Langkah kaki Jovan sedikit memelan, tanpa berbalik dia menjawab, "kelas pagi." Dan hanya dibalas ucapan hati-hati dari Novan karena Jovan langsung pergi begitu saja.
Seperti itulah perubahan yang selama ini terjadi antara hubungan keduanya. Rasanya sedikit canggung bagi Novan untuk berinteraksi lebih.
~Sarsnit~
Senyum secerah matahari itu tidak lepas dari bibir si manis. Hari ini cuaca sangat bagus, oh atau memang hatinya yang sedang senang? Entahlah, yang pasti semua aura positif terpancar dari dalam dirinya.
"Yo, bro!"
Sapaan yang dia layangkan kepada siapapun yang dilewatinya. Sok akrab, jika tidak mengenal sosok itu, mungkin saja semua orang akan berpikir demikian. Tapi siapa yang tidak mengenal full sun dari fakultas ekonomi bisnis?
"Novan!" teriak laki-laki itu, semakin melebarkan senyumnya.
Setelah dekat dengan keberadaan Novan, segera dia rangkul pundak sahabat karibnya itu. "Cuaca yang cerah, bukan?" sapanya.
Novan mengernyit heran, matanya menatap langit yang sedikit mendung. "Gila ya lo, mendung gini mana ada cerahnya?" sarkas Novan, terdengar dengan sangat jelas nada ketus dari kalimatnya.
Leo, pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. "Hehehe, basa-basi aja sih. Yok bareng ke kelas."
"Emang hari ini kita sekelas?"
"Iya, pasti gak baca grup ya. Bu Risma lagi ambil cuti melahirkan, jadi selama tiga bulan ini kelas kita digabung, gue ikut kelas Bu Neneng deh jadinya."
Novan hanya mengangguk singkat. Keduanya lantas segera memasuki kelas yang kebetulan sudah ada di depan. Benar saja, kelas hari ini begitu ramai.
"Lo berantem ya sama Jovan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarsnit | JAEMJEN
De TodoDISCLAIMER‼️ • BXB • JAEMJEN AREA • FANFICTION, JANGAN DIBAWA KE RL • I HAVE FULL COPYRIGHT TO THIS STORY, SO DON'T COPY IT!!! "Aku mencintaimu, percayalah." "Maaf, kak..."