"Mau makan kak?"
Jovan yang baru turun itu tersentak. Matanya mengarah pada ruang TV, di sana terdapat Novan yang menatapnya.
"O-oh iya, udah makan?"
Jovan melihat Novan berdiri menatapnya. Jovan berdiri mematung melihat Novan semakin dekat dengannya. Gugup, Jovan gugup hanya dengan tatapan Novan saja.
"Makan bareng aja, aku juga belum makan."
Tangan Jovan ditarik paksa oleh Novan, keduanya berjalan menuju ruang makan.
Novan sudah memikirkan semuanya, mereka berdua tidak bisa terus saling mengabaikan seperti ini. Jika bukan Jovan yang memulai mengubah suasana canggung ini, maka Novanlah yang akan mengubahnya.
Keduanya makan dengan canggung. Bukan keduanya, mungkin hanya Jovan saja. Sebab dari tadi Novan sudah berusaha mengajak Jovan berbicara, meskipun hanya dibalas seadanya.
"Udah sampai mana kak skripsinya?"
"Baru judul."
"Udah diacc sama dospem?"
"Udah."
"Mau aku bantu nyusun gak, Kak? Atau mau dibantu cari bahan buat skripsinya?"
"Gausah, makasih."
Suara sendok beradu dengan piring terdengar nyaring. Itu berasal dari Novan.
"Kak," panggilnya dengan nada dingin.
"I-iya?"
"Kakak marah sama aku? Kakak masih gak bisa terima sama apa yang aku lakuin? Aku gak ngerti kak, mau kakak tuh apasih?"
Jovan hanya diam. Tatapan tajam yang Novan layangkan cukup membuat takut.
"Sekarang gini aja deh, kita udah sama-sama dewasa. Kakak bilang mau kakak apa, akan aku kabulin."
"Van,"
"Kakak mau aku jadi pacar kakak? Oke ayo kita pacaran sekarang. Kakak mau aku marah, nampar kakak? Aku bisa nampar kakak sekarang, Kak."
"Gak gitu, Van..."
"Tapi aku mohon, jangan jauhin aku kayak gini. Kita ini saudara, aku ataupun kakak itu saling membutuhkan. Jangan kayak gini, Kak..."
Isakan mulai terdengar dari bibir Novan. Entah apa yang membuat Novan menngis, Jovan juga tidak mengerti. Tanpa sadar dia bawa langkah kakinya mendekati Novan yang menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Maaf, maafin kakak Van, maaf...."
Jovan tarik Novan untuk dapat dia peluk. Membiarkan bajunya basah karena air mata Novan.
"Kakak gak bisa jauhin aku kayak gini, jangan diemin aku terus kak."
Tangis Novan kini menular ke Jovan. Tangisan pilu keduanya bersahutan di ruang makan itu.
~Sarsnit~
Keduanya kini berakhir di atas kasur.
"Jadi kakak mau kita gak pacaran?" tanya Novan, dirinya sedang mendekap tubuh kakaknya yang mendusal di dadanya. Dapat dia rasakan Jovan mengangguk.
"Awalnya aku cuma mau bilang ke kamu tentang perasaan aku aja. Dan reaksi kamu itu diluar ekspektasi kakak, Van. Itu sebabnya kakak menjauh dari kamu, kakak hanya terlalu bingung harus bersikap gimana."
"Maaf kak, aku sendiri juga bingung sama perasaan kakak yang masih asing buat aku."
"Malam itu kamu sentuh kakak seakan kakak adalah orang yang paling kamu sayangi. Tapi pagi harinya kamu ninggalin kakak gitu aja, seakan kakak jalang yang kamu sewa. Bahkan kamu gak pulang seharian, kakak ngerasa kamu pasti benci sama kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarsnit | JAEMJEN
RandomDISCLAIMER‼️ • BXB • JAEMJEN AREA • FANFICTION, JANGAN DIBAWA KE RL • I HAVE FULL COPYRIGHT TO THIS STORY, SO DON'T COPY IT!!! "Aku mencintaimu, percayalah." "Maaf, kak..."