Seminggu telah berlalu, semua murid kelas 11 pun kini mulai aktif masuk sekolah, tak terkecuali Tiffany. Gadis itu tengah berkeliling di lingkungan sekolah, bel sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yg lalu. Namun dirinya harus patroli untuk mencari sekekumpulan murid tubos (tukang bolos!).
Langkah gadis itu terhenti kala mendengar suara bisik-bisik di balik tembok pembatas antara gudang dan jalan yg ia lalui. Dengan langkah mengendap-endap gadis itu mendekat ke arah gudang, kepalanya mengintip masuk. Terlihat segerombolan remaja laki-laki tengah menyusun rencana agar masuk ke kelas tanpa ketahuan, namun seperti nya itu hanya sia-sia, buktinya buketos mereka kini berdiri berkacak pinggang menatap garang sekumpulan remaja yg masih asik dgn rencana yg mereka susun.
"Gua ada ide! Gimana kalau salah satu di antara kita mancing Tiffany! Dan yg lain kabur masuk ke kelas! Gimana?" ujar Tio memberi saran.
"Terus lo mau salah satu di antara kita jadi tumbal gitu? Gua mah ogah yg jadi tumbal lo, aja Dewi!" ujar Dion dgn bahu ia angkat, bahkan ekspresi ogah terpancar jelas di wajah laki-laki itu.
"Woy! Nama gua bukan Dewi! Tapi Dwi! Tio Dwi Sanjaya!! Paham!" ucap Tio sembari berkacak pinggang.
"Gak peduli gua! Pokoknya gua mau nya ganti jadi Tio Dewi Sengklek Sanjaya!" ucap Dion acuh sembari menatap remeh sahabatnya itu.
"Enak aja! Potongin dulu gua kambing 10 dikit kok itu!" ucap Tio.
"Lo mau buat gua bangkrut?!" ucap Dion mendramatis.
"Emang lo kerja? Perasaan lo itu cuman beban keluarga bonyok lo! Tuan Dino!" Bintang dgn pedas nya berucap.
Mata Dion membulat sempurna, sial sahabatnya rata-rata lucnuk semua! Andai ada Xavier dia pasti akan bersembunyi di belakang sahabat nya itu.
"Sumpah sakit hati aku mas!" ucap Dion seraya terduduk lemas. Sungguh raja drama batin temannya.
"Lebai lo jadi cwok!" sembur Bintang yg hanya diam sedari tadi.
Keempatnya terdiam memikirkan rencana yg lebih waras lagi agar tidak ketahuan oleh ketua osis yg bisa saja membuat mereka mendapatkan hukuman.
"Kita bolos aja! Gak bisa mikir gua!" ucap Dion, benar kepala nya sudah nyut-nyutan sendiri memikirkan rencana, namun yg muncul hanya rencana yg bisa menumbalkan satu orang.
"Dari pada bolos mending dihukum! Kan enak!"
Semuanya kompak berbalik ke arah sumber suara. Tiffany dgn kedua tangan di lipat depan dada menatap mereka dgn senyuman mengerikan. Dgn kompak ketiga remaja itu berbaris rapi di belakang Alvan. Yah, Alvan kembali jadi tumbal kali ini, memang sahabat lucnuk!.
"Gua kira lo udah tobat! Ternyata? Ahk! Sudahlah! IKUT GUA!"
Semuanya mengangguk, jujur Tiffany seram jika marah, walaupun yg sering mereka lihat adalah tatapan teduh dan senyum manis, namun saat sudah bersangkutan dgn kata 'bolos' harimau dalam diri Tiffany akan keluar tanpa aba-aba.
Tiffany berjalan lebih dulu, keempat remaja itu mengikuti nya dgn wajah pasrah, ingin kabur juga tidak mungkin. Disekolah mereka terbebas dari hukuman, tapi di rumah? Oh tentu saja hukuman akan meneror mereka, bagaimana tidak. Orang tua mereka lebih percaya seorang Tiffany dari pada anaknya sendiri. Sungguh para anak yg malang.
"Kalian berdiri di bawah tiang bendera, pisah-pisah! Minimal ada jarak tiga langkah!" ucap Tiffany.
Mereka sudah tiba di lapangan, teriknya matahari berhasil membuat seorang Dion terduduk dgn wajah lesunya. "Tif! Please lah! Kasi keringanan napa?! Kasian muka mulus gua! Bisa item nanti!" ucapnya dgn wajah memelas.
"Dijemur sampai jam istirahat atau gak main HP selama seminggu?!" tanya Tiffany, senyum mengerikan miliknya masih melekat di wajahnya.
"Yaudah, dari pada gak bisa liat cwek cantik kan yak?!" pasrah, Dion pasrah, laki-laki itu berjalan menyusul temannya yg sudah menjemur diri tanpa protes, bagaimana tidak benda gepeng dgn harga sangat fantastis itu sangat penting bagi mereka para remaja di zaman modern ini.
Tak ada senyum di bibir mereka, hanya ada wajah pasrah dgn nasib sialnya. Padahal ini bukan pertama kalinya, tapi tetap saja, pernah sekali mereka tak ingin menuruti Tiffany dan memilih bolos, dah yah. Nasib sial menimpa mereka, mereka kehilangan benda kesayangan. Di mulai dari, Dion, remaja itu harus rela melepaskan handphone nya selama dua minggu sehingga dia bagaikan mayat hidup saat bertemu teman-teman nya.
Bintang, remaja itu justru kehilangan laptopnya, dimana anime Shinbi House miliknya ia koleksi dgn seksama harus disita oleh sang umi, bukan hanya laptop, bahkan handphone nya pun ikut menjadi korban, sehingga dia hanya bisa menghabiskan waktu dgn hukuman lain, yaitu membaca buku.
Bara, dia justru keliatan banyak hal, di mulai dari handphone, laptop, dan semua alat-alat yg selalu ia pakai berolahraga di rumah, dan mendapatkan hukuman tambahan yaitu menjadi ART di rumahnya, belum lagi memberi makan harimau peliharaan sang kakek yg ganas nya minta ampun.
Alvan? Em, entah, apa dia yg paling kasihan atau justru dia yg paling beruntung. Bagaimana tidak, handphone nya tidak di sita melainkan di beri tugas untuk merawat Aziel yg ngeselin nauzubillah tapi kadang imut. Ngerepotin, ngeselin, ngebebanin, dan membuat stress. Itulah seorang Aziel, bocah sableng yg nakalnya kadang di luar nulur!
Sedangkan Tiffany? Gadis itu hanya diam dgn senyum melihat para musuh nya dihukum, dan sejak saat itu mereka akan menurut tapi kenapa mereka tidak ada yg mau tobat? Entahlah.
"Tif! Lo gak masuk belajar?" tanya Bara, mata laki-laki itu menyipit akibat sinar matahari yg menyilaukan.
"Kenapa? Mau ikut belajar? Selesaiin hukum dulu baru belajar! Gua balik ke kelas! Awas kalau ada yg curang! Gua awasin kalian dari jendela! Jadi jangan macam-macam!" setelahnya Tiffany pergi. Sedang keempat remaja itu, kali ini sepertinya mereka benar-benar hanya bisa pasrah, nasib, nasib.
***
"Udah ketemu sama mereka Tif?" tanya Liyora, Tiffany baru saja mendudukkan diri di bangku nya."Udah, tuh di lapangan!" ucapnya sembari memberikan arahan menggunakan dagunya.
"Kok jaga jarak? Emang nya covid?" tanya Liyora setelah melihat keempat remaja yg berdirinya di bawah sana, terlihat jelas jika Dion sudah ngereok gak jelas sedari tadi.
"Sengaja, biar mereka gak gelut!" ucap Tiffany gadis itu tidak mengalihkan atensinya dari buku di depannya. "Bu Sony gak masuk?" tanya Tiffany.
"Engga katanya anaknya lahiran, jadi dia mau ngawasin gitulah!" ucap Liyora memberi jawaban, sekilas tatapan melirik teman sebangku nya, atau crush nya itu.
"Ya allah, kenapa engkau menciptakan manusia sesempurna dia! Aaaa hamba gak kuat!" pekiknya dalam hati, bahkan dirinya sudah senyum-senyum tak jelas bagai orang gila.
Xavier menoleh sekilas dan mendapati Liyora yg tersenyum sendiri sembari menatap ke arah depan, tatapan nya mengikuti arah pandang gadis itu. Hito, teman sekelas mereka yg tengah tertidur karena tak ada guru yg masuk, memang anak itu terbilang murid paling mageran di kelas ini. Untuk murid laki-laki, beda lagi dgn murid perempuan nya. Genara, dia murid perempuan paling mager, bahkan keduanya di jodohkan oleh teman sekelasnya. Kata mereka "cwok mager dan cwek mager pas digabung nanti anaknya akan jadi orang paling mager sedunia! Bisa dapat piagam manusia paling mager juga!".
"Apa yg menarik dari seorang Hito?"
"Ha?"
~~~
Lama gak up ya.. Hihi..
Nih up lagi.. Mangap bet ya, sebenarnya idenya ada tapi jiwa mageran aku itu loh, lawannya sulit buanget!
Tapi Alhamdulillah, kemageran aku udah ilang, nanti dah itu baru balik..
Oke jgn lupa tandain aja yg typo..
Vote, comen, senggggggg...
Lopyu yg udah... Pay,pay..
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
FILW KETOS!! {𝙱𝙴𝙻𝚄𝙼 𝙳𝙸𝚁𝙴𝚅𝙸𝚂𝙸}
Aléatoire𝙷𝚊𝚕𝚘 𝚐𝚞𝚢𝚜 𝚊𝚔𝚞 𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚊𝚛𝚞.... 𝙹𝚘𝚒𝚗 𝚔𝚞𝚢𝚢𝚢.... Hidup yang di penuhi teka-teki, terutama dalam keluarga nya. Tiffany, gadis yg selama dituntut menjadi nomor satu oleh orang tua-nya. Memiliki sahabat yang bagai...