13. Liyora's!

11 5 4
                                    

Semilir angin malam yg berhembus berhasil membuat gadis itu merasa tenang. Dress yg sang bunda beri ke dirinya membuat nya tidaknya nyaman, bagaimana tidak dress merah cerah itu sangat ketat di badannya, sehingga postur tubuhnya tercetak jelas. Hal itu berhasil membuat nya sangat tidak nyaman, apalagi saat di dalam tadi ada beberapa anak laki-laki dari teman arisan bundanya yg menatap nya seraya menggoda.

Namun dirinya hanya acuh dan memilih keluar, namun seperti nya ini keputusan yg salah, pasalnya laki-laki itu justru mengikuti nya keluar, baru saja dirinya ingin menghela nagaf lega, namun malah harus di gantikan dgn helaan nafas berat.

"Hai cantik! Boleh kenalan?" ucap salah satu dari ke empat remaja itu. Gani, remaja dgn rambut ikal itu mengulurkan tangannya.

Liyora hanya menatap tangan tersebut tanpa berniat menyabut nya, bahkan tatapan gadis itu hanya datar menatap keempat remaja yg berdiri di depannya.

"Ouh! Lumayan mahal ya!" ucap Gani, remaja itu kembali menarik tangannya. "Gak usah jual mahal cantik!" ucapan itu berhasil keluar dari bibir remaja dgn kulit sawo matang dan rambut yg sedikit ikal, dia Toni.

Tak ada jawaban, Liyora masih saja bungkam, diam-diam gadis itu meremas tangannya, Liyora ini gadis penakut dan sekarang harus berhadapan dgn empat laki-laki asing baginya, jika bukan karena paksaan mana mungkin dirinya mau ikut ke acara arisan nyokap nya.

"Lo gak bisu kan? Ngomong! Atau lo takut?" dia Roi, laki-laki dgn kulit paling putih di antara ketiga temannya. Liyora masih saja bungkam, gadis itu memilih menunduk.

Namun salah satu di antara keempat laki-laki itu, Andra yg memiliki wajah yg paling tampan dari ke tiga temannya maju dan menyentuh dagunya, tangan laki-laki itu dgn mudahnya mencengkram dagu Liyora, tatapan nya seakan ingin memakan mangsanya saat itu juga, Liyora yg sudah menahan takut sedari tadi kini tubuhnya mulai bergetar, matanya berkaca-kaca menatap laki-laki di depan nya.

"Kenapa? Hmm?" suara berat itu tepat di samping telinga nya, Andra belum beranjak dari posisinya, bibir nya hanya berjarak beberapa senti dari telinga Liyora, matanya menghunus tajam Liyora yg sudah menatap nya takut. "Gua paling gak suka cwek penakut!" ucapnya tepat di samping telinga Liyora.

Dengan sedikit keberanian gadis itu melawan. "Kalau lo gak suka cwek penakut, trus kenapa lo malah gangguin gua? Gua gak kenal sama kalian! Tapi kalian seolah akrab sama gua! Gua gak suka orang asing!" ucap Liyora pelan.

Andra menoleh, sedikit saja bergerak bibirnya bisa mendarat halus di pipi mulus Liyora. "Karena lo menarik di mata gua!" ucapnya dgn smirk di bibir nya.

Cup..

Benda kenyal itu tepat mendarat di pipi nya, tubuh Liyora bergetar hebat, sang pelaku justru malah mengambil jarak dari nya jgn lupa smirk di bibir nya masih belum lepas. Tangan Liyora bergetar menyentuh pipi kanan nya, sekali berkedip saja cairan bening itu berhasil menggores pipinya. Tepat saat tubuhnya hampir tumbang seseorang lebih dulu menahan nya, dgn tatapan sayu Liyora menoleh mendapati Xavier yg menatap keempat remaja itu dgn tatapan dingin seakan ingin menghabisi mangsanya saat itu juga.

"Kalian udah bosan hidup?!" dingin Xavier tangan nya masih setia menahan Liyora yg sudah berdiri tegak.

"Why? Lo sendiri bro! Kita berempat! Berani lo?!" Toni tanpa rasa takut berucap lebih dulu, ketiga temannya hanya mengangguk membenarkan.

Satu alis Xavier naik, smirk tercetak jelas di bibirnya. "Mine!" ucapnya seraya mengeratkan pelukan nya di pinggang Liyora. Liyora hanya, gadis itu takut tapi salah tingkah juga dgn ucapan Xavier.

"Owh! Jadi dia cwek lo! Yaudah, guys cabut! Gua males ribut malam ini!" Toni memilih pergi, dia akan cari aman bukan takut pada Xavier namun dia tahu jika ibunya tengah berada di tempat yg sama, bisa jadi daging cincang dirinya jika ketahuan berantem.

Setelah keempat remaja itu pergi, Xavier melepaskan pelukan nya. "Lo gapapa?!" tanya nya, namun matanya malah menatap ke arah lain.

"I-iya, makasih!" Ucap Liyora seraya menunduk, jujur ia malu apalagi dgn tak tahu dirinya laki-laki yg tidak ia kenali malah mencium nya ia yakin jika Xavier melihat nya, bisa rusak image nya kalau sampe tersebar. "Vier! Gua minta tolong lo jgn kasih tau siapa-siapa ya! Soal tadi! Gua mohon!" Liyora berusaha memberanikan diri menatap sang lawan bicara yg justru menatap ke arah lain.

"Hm! Lain kali hati-hati, pake baju juga jgn terlalu ketat dan sedikit terbuka!" ucapnya jaketnya ia lepaskan lalu di serahkan ke Liyora, setelah Liyora menerima nya, ia langsung berlalu pergi tanpa mengucapkan separah kata pun. Liyora hanya menatap kepergian nya dalam diam, gadis itu memilih masuk ke dalam mobilnya yg tak jauh terparkir dari posisinya.

***
"ALVAN! KENAPA MOCHI GUA BISA HABIS!!"

Suara Tiffany menggelegar, bahkan Alvan langsung berlari ke lantai dua menuju kamarnya yg berada di rumah gadis itu. Sedangkan Tiffany gadis itu sudah berkacak pinggang menaiki tangga dgn kaki yg di hentakkan.

"ALVAN! KELUAR GAK LO! LO TARO DI MANA MOCHI GUA!!" pekikan Tiffany kembali terdengar saat gadis itu sudah berdiri tepat di depan pintu kamar di mana Alvan berada.

"SORRY TIF! SEMUA NYA UDAH HABIS GUA MAKAN! BESOK GUA GANTI! SUER!!" terdengar teriakan Alvan dari dalam kamar. Tiffany tak menjawab gadis itu memilih turun ke ruang keluarga, setelah sampai disana, benda pipih milik Alvan tergeletak dgn layar yg menyala. Tangannya meraih benda tesebut.

"ALVAN! KALAU LO GAK MAU KELUAR BELIIN GUA MOCHI SEKARANG! HANDPHONE LO GUA BANTING!!" teriak Tiffany. Alvan yg mendengar itu lari terbirit-birit menghampiri Tiffany.

"Tif gua mohon jangan di banting! Banyak hal penting di dalamnya! Gua mohon, sini ya!" Alvan sudah jaga-jaga bahkan dia tidak berani mendekati Tiffany.

"Hal penting! Paling asrama cwek! Buru beliin gua mochi, atau handphone lo gua banting!"

"Oke! Gua beliin tapi bagi dulu handphone gua!!"

"Gak! Beliin dulu baru gua balikin!" ucapan Tiffany sudah tak ingin di ganggu gugat, Alvan hanya menghela nafas lelah, ia pasrah, laki-laki itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, mau bagaimana pun dirinya memang bersalah.

Setelah Alvan pergi Tiffany memilih untuk melihat isi chat HP Alvan. Namun satu hal yg berhasil membuat nya terdiam membeku. Tatapan nya berkaca-kaca, ia yakin jika dirinya salah baca, iya, dirinya yakin.

"Gak! Gak mungkin, gua yg salah baca! Iya gua yg salah!"

~~~
Budayakan follow, vote and comen.. Karena itu sangat berharga buat Author..

See you next part...

🌸🌸🌸

FILW KETOS!! {𝙱𝙴𝙻𝚄𝙼 𝙳𝙸𝚁𝙴𝚅𝙸𝚂𝙸}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang