17. Tamparan

6 5 0
                                    

Suara berisik di ruang tengah rumahnya membuat gadis itu bangkit dari duduknya. Sebelum ia benar-benar melenggang pergi gadis itu langsung menghapus air matanya. Genggaman nya pada benda pipih itu semakin menguat. Nafasnya memburu karena berusaha menahan emosi yang bisa saja meledak saat itu juga.

Dengan langkah pelan gadis itu memasuki rumahnya. Tepat di dapur ada pelayan yang tengah mempersiapkan makan malam untuk dirinya dan Alvan. Namun gadis itu tetap berjalan lurus tanpa menoleh, sebelum benar-benar meninggalkan dapur gadis itu menatap laki-laki yang akan dirinya hampiri tengah bercanda ria dengan sahabat-sahabatnya. Tangannya tergepal. "Masih bisa ketawa-ketiwi ternyata setelah ngilang nyawa orang! Huh!" batinnya menatap datar laki-laki dgn baju kaos coklat polos itu.

Tak membuang waktu gadis itu meraih botol Aqua di atas nakas tempatnya berdiri. Sedangkan remaja yang tengah bercanda ria itu langsung menoleh menatap Tiffany yang berjalan ke arah mereka dgn tatapan yang sulit di artikan. Semuanya diam dan berdiri dari duduknya, mereka saling menatap seolah bertanya melalui tatapan mereka "Tiffany kenapa?" mungkin seperti itulah pikiran mereka.

"Tif, lo habis nangis? Kena—"

Byur..

Ucapan Alvan terpotong kala Tiffany lebih dulu menyiramnya dgn air di dalam botol tersebut. Semuanya melotot kaget, ada apa ini? Apakah ada masalah rumah tangga?.

"Tif, lo kenapa?" tanya Alvan sembari mengelap wajahnya yang basah akibat air tadi.

"LO YANG KENAPA! MAKSUD LO APA NGELAKUIN ITU SEMUA, HAH!!" teriak Tiffany, bahkan gadis itu melempari Alvan dgn botol Aqua di tangannya.

"Weh, ada apa ini? Kok langsung ngegas? Tif, bilang kalau Alvan gak ngasih lo uang bulanan! Emang anak satu ini, pikun!" Bara yang tidak mengerti malah berucap sesuai apa yang ada di otak kecilnya.

"Iya Tif, lagi pula harus nya dia ngasih lo nafkah, ini malah di pakai foya-foya!" Dion ikut menimpali, memang dua manusia ini, seharusnya mereka paham dari raut wajah Tiffany jika gadis itu tidak sedang bercanda.

Sedangkan Bintang, laki-laki itu hanya diam sembari mencerna apa yang terjadi. Pasalnya ini sangat bukanlah Tiffany yang langsung marah tanpa alasan. Tak jauh beda dari Xavier laki-laki itu juga hanya diam dengan wajah sedatar tembok miliknya.

Tak menggubris ucapan teman-teman Alvan, Tiffany malah terseyum sinis menatap laki-laki di hadapan nya yang memasang wajah bingungnya. "Hebat ya, pantas penjara belum penuh, soalnya pembunuh aja gak mau ngaku!" sinis Tiffany.

Semuanya kembali di buat bingung bukan main, maksud dari ucapan Tiffany apa. Otak mereka langsung bekerja tanpa henti, tak terkecuali Bara dan Dion, keduanya mulai sadar jika bukan saatnya untuk bercanda.

Alvan mengernyitkan dahi bingung, laki-laki itu bahkan tak dapat membuka suara untuk mencerna ucapan gadis di depannya.

"Lo kenapa diem? Bener ya!?"

"Engga, Tif. Emang lo dapat berita hoax dari mana sih?" Alvan bertanya, walaupun pikiran nya sudah berkecamuk bingung akan ucapan gadis di depannya.

Tak ada jawaban, Tiffany hanya menyerahkan handphone nya. Keempat teman Alvan mendekat saat Alvan memulai video yg ada di handphone gadis itu.

Ketiganya sontak menoleh menatap Alvan dengan tatapan tak terbaca. Namun yg di tatap hanya diam sembari mengertakkan rahangnya.

"Yang ngirim video ini siapa?" tanya Alvan dingin, bahkan tatapan laki-laki itu benar-benar terpancar amarah yang sangat membuncah.

"Kenapa? Lo marah! Lo marah kalau lo ketahuan, iya!!?" gertak Tiffany dengan senyum sinisnya.

"Lo percaya video ini? Buat apa gua ngelakuin ini gak ada untung nya buat gua, Tif! Seha—"

Plak..

Tamparan keras mendarat pipi kiri laki-laki itu alhasil kepalanya menoleh berlawanan arah sedangkan teman-temannya hanya membulatkan matanya kaget. Ingin menolong tapi tak tahu yang salah yang mana, walaupun sudah ada bukti tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati mereka.

"Tif..."

"KENAPA?! LO MARAH! LO PANTES DAPATIN ITU SEMUA!! SEKARANG GUA MINTA LO PERGI DARI RUMAH GUA!" bentak Tiffany dengan amarah yang menggebu-gebu, tangannya tergepal kuat.

Alvan tersenyum kecut menanggapi, anggukan kecil menjadi pelengkap. "Okay, kalau emang itu yang lo mau! Satu hal yang harus lo tau! Gua bukan tipe orang yang suka main kotor kayak gini! Kalau gua benci sama orang gua langsung to the point! Bukan malah jadiin orang kambing hitam! Gua bakal ungkap siapa pelakunya, gua harap lo gak nyesel, Tif!" tak ingin menunggu jawaban dari Tiffany, laki-laki itu langsung pergi ia hanya mengambil jaket dan handphone nya yg berada di sofa. Bahkan barang-barang nya yang lain ia tinggalkan begitu saja.

Bara, Dion dan Xavier menyusul tanpa berucap sepatah katapun. Berbeda dengan Bintang yang tetap tinggal.

"Kirim video itu ke gua, Tif! Gua tunggu!" setelah nya Bintang ikut pergi.

Setelah kepergian mereka Tiffany luruh ke lantai rumahnya. Tangisnya pecah saat itu juga, rasa bersalahnya ke sahabatnya membuat nya hampir gila. "Sorry, Yor! Gua malah temenan sama pelakunya. Gua janji, habis ini gua bakal jauhin dia! Pegang kata-kata gua!".

***
"Gua mau pulang!" lirih Liyora, gadis itu memeluk lututnya kedinginan. Hujan malam ini benar-benar lebat, bahkan kilatan petir saling bersahutan hingga langit malam hampir seperti siang hari.

Mentari yang berbaring terlentang di bed sebelah menoleh. Penampilan gadis itu sudah sedikit berubah dari sebelum nya. Yang awalnya bagaikan mayat hidup, kini sudah terlihat lebih segar. "Kalau lo mau pulang... Lo harus bisa ngebujuk dia, tapi itu gak mudah, Yor! Gua aja saudara kembarnya diginiin gara-gara harta!" Mentari berucap sembari memejamkan matanya.

Liyora menoleh menatap gadis itu. Yang tadinya duduk sembari memeluk lutut, kini gadis itu ikut merebahkan tubuhnya. "Emang dia kejam banget ya?" tanyanya, ia ikut menatap langit-langit kamar walaupun yang mereka lihat hanya plafon yang sudah di cat berwarna hitam.

"Entahlah, gua bingung! Dia bisa kejam tapi bisa lembut!"

Liyora menoleh, alisnya saling bertautan menandakan kebingungan yang mendalam. "Maksudnya?" tanyanya lagi.

"Dia punya dua sisi! Mungkin yang sering lo temui dia gak sama kayak yang gua bilang! Tapi yang sering lo temuin itu, itu sisi aslinya. Sedangkan gua? Gua susah buat dapat sisi aslinya, singkat nya dia punya kepribadian ganda, dan kepribadiannya itu, dia obses sama lo! Sedangkan alasan dia ngurung gua ya.. Karena harta! Gua gak bisa jelasin semuanya sekarang, tunggu waktu yang tepat aja! Tidur, besok lo masih disini, jangan mimpi bisa lolos!" jelasnya. Lalu membelakangi Liyora, ia memutuskan untuk tidur, lagipula ia akan melakukan apa? Tak ada hal yang bisa mereka lakukan disini.

Sedangkan Liyora gadis itu terdiam, siapa sebenarnya sosok yang di maksud gadis yang berada bersamanya ini? Melihat wajahnya memang mirip seseorang, tapi siapa? Hanya helaan nafas gusar yang gadis itu hembuskan.

"Siapapun lo, gua bakal berusaha keluar! Gak peduli lo sekejam apa! Bahkan gua rela nyawa gua jadi taruhannya, asal gua gak mati kek orang bodok di sini!"

~~~

Gimana, hayooo? Siapa nih pelakunya? Apa bener Alvan? Atau ada orang lain di balik ini?

Stay tune terus okay!

⚠Typo!⚠

Tandain yang typo, nyak! Biar kalau udah end author revisi lagi..

See you next part, everyone 🤎🤎

🌸🌸🌸

FILW KETOS!! {𝙱𝙴𝙻𝚄𝙼 𝙳𝙸𝚁𝙴𝚅𝙸𝚂𝙸}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang