Sudah sedari tadi remaja itu membujuk gadis di sampingnya, namun yang di bujuk malah seakan tak mendengarkan ucapan laki-laki di sampingnya, gadis itu tetap bergeming di tempat tanpa mengeluarkan satu suara pun. Tatapannya sayu menatap jendela kamarnya yang sudah terbuka, bukan dirinya yang membukanya, melainkan laki-laki di sampingnya.
"Tif, serius, ini gua nanya, lo gak mau ke sekolah?" laki-laki itu kini berdiri dari duduknya, ia memilih untuk menjaga jarak, ia tahu jika Tiffany sekarang benar-benar syok dengan kabar jika Liyora di nyatakan meninggal, padahal jasadnya belum ditemukan.
"Van! Yora masih hidup kan?" gadis itu berucap lirih tatapan tetap fokus ke depan.
"Tif! Lo tau kan, orang yang udah pergi dia gak akan kembali!" yang awalnya menjauh kini mendekat, Alvan mengelus lembut punggung Tiffany guna memberi sedikit rasa tenang.
"Tapi firasat gua Yora masih idup!" gadis itu menoleh menatap lirih laki-laki di sampingnya.
"Tif, gua pernah ada di posisi lo! Lo tau sendiri kan, pas bunda di nyatain meninggal padahal jasadnya belum di temukan! Gua juga ngerasa kalau bunda masih hidup, tapi apa? Nyatanya dia benar-benar udah pergi ninggalin gua!" Alvan menunduk sembari berucap, dirinya tak berani menatap Tiffany yg menatap nya dengan tatapan tak terbaca.
Tiffany pun hanya diam, gadis itu ikut menundukkan kepalanya, air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya sedari tadi, berkedip sedikit saja maka aliran itu tak dapat di bendung.
"Tif—"
"Gua mau ke tempat Yora kecelakaan!" gadis itu lebih dulu menjeda ucapan Alvan. Laki-laki itu memilih diam menatap Tiffany yang sudah beranjak dari duduknya.
"Gua tau Tif! Perasaan lo hancur karena orang yang benar-benar selalu ada di samping lo sekarang udah gak ada!" remaja itu memilih beranjak keluar dari kamar Tiffany, ada baiknya jika ia menunggu di ruang tamu saja, tidak baik berlama-lama di dalam kamar gadis itu yang notabene nya hanya sebatas temannya tidak lebih, bagaimanapun Alvan laki-laki normal, setan bisa saja menjahili nya.
Saat tengah asik dengan handphonenya ujung matanya tak sengaja menangkap sosok ber hoodie hitam di luar jendela. Laki-laki itu beranjak menuju keluar rumah namun tak ada siapa-siapa hanya kertas putih yang tertindih batu. Remaja itu menunduk mengambil benda tersebut, tak butuh waktu lama remaja itu membuka kertas tersebut.
Jangan hanya fokus ke satu masalah! Masih ada satu hal yang harus kalian ungkap!!
Ingat! Tiffany! Dia bukan anak dari Geondra dan Fanyra!
Jangan mudah terkecoh!!
-H-
Alis Alvan mengkerut membaca surat tersebut, ia ingat surat sejenisnya juga pernah ia dapat saat bersama Tiffany, hal yang menjadi alasan kaca jendela rumah Tiffany menjadi pecah. "Apa itu artinya ini orang yang sama? H? Siapa?" laki-laki itu bergumam seraya menatap kertas tersebut dengan tatapan bingung."Lo ngapain?" ucapan Tiffany membuat Alvan berbalik, lihatlah saking fokusnya dirinya tak sadar jika gadis itu sudah berada di belakangnya.
Remaja itu menyodorkan kertas putih tersebut. "Ini, surat teror soal ortu lo lagi." ucapnya ia memilih berjalan menuju sofa untuk mengambil jaket jeans nya.
"Gak penting, buang aja!" tanpa membukanya Tiffany langsung membuang kertas tersebut di tempat sampah yang kebetulan berada di depan rumah nya.
***
Teriknya matahari tak mampu mengahalau laki-laki dgn tubuh tegap itu, rahang tegas dan mata elangnya kini berubah menjadi tatapan sendu semenjak pernyataan polisi jika adiknya sudah tiada. Hatinya hancur bahkan pola makannya pun jadi hancur, bahkan sang bunda kini benar-benar hancur, sering berbicara sendiri, ketawa lalu menangis tanpa sebab, dirinya tahu jika ibu seperti itu karena tak bisa menerima kenyataan atas kepergian anak gadis satu-satunya.
"Yor, kamu yang tenang ya dek! Maafin abang yang gak becus! Abang janji bakal jagain bunda, bahkan nyawa abang pun jadi taruhannya!" laki-laki itu menunduk menatap jurang tempat di mana adiknya tiada. Air matanya kembali mengalir bagaikan air sungai yang mengalir deras.
Tubuh kekarnya bergetar disertai isakan tangis, tangan mungil menyentuh pundak laki-laki itu. "Kakak kenapa nangis?" gadis kecil dgn rambut terkepang sembari menggendong boneka boneka rusa itu bertanya dengan tampang polosnya.
"Kamu disini sama siapa!?" Gevanio menatap heran gadis mungil itu. Bagaimana mungkin gadis kecil ini sendiri di sini tempat ini tempat terpencil dan sedikit jauh dari keramaian.
"Aku tinggal disini kak! Tuh, rumah kayu! Aku tinggal di sana bareng abang!" gadis itu menunjuk rumah kayu yang sudah terlihat lusuh, di depannya ada remaja laki-laki tengah membersihkan halaman rumah.
"Cuman berdua? Orang tua kamu ke mana?" Gevanio sepertinya tertarik dengan gadis mungil ini, jarang ada anak kecil seusia nya seberani dirinya untuk mengajaknya berbicara.
"Iya kak, aku yatim-piatu, ibu sama bapa udah gak ada sejak aku masih usia dua bulan kata abang!" gadis berusia lima tahun tersenyum menatap Gevanio yg kini malah benar-benar mendudukkan diri di atas dedaunan kering. Gadis itu juga ikut duduk, senyum manis masih terpanggang jelas di wajahnya.
"Ma-maaf, oh ya, nama kamu siapa?" Gevanio ikut tersenyum menanggapi, gadis ini jika diperhatikan wajahnya benar-benar mirip dengan Liyora saat masih seusianya.
"Nama aku? Liyona Menyza, kak! Panggil aja Yona!" gadis itu mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalkan. "Nama kakak siapa?" Liyona bertanya saat tangan mungil nya di sambut ramah oleh Gevanio.
"Gevanio! Panggil aja kak Gevan!" Gevanio berucap seraya berusaha menetralkan degup jantungnya. Bukan hanya wajah yang benar-benar hampir mirip, tapi nama mereka juga sekilas hampir sama. Entah ini kebetulan atau bagaimana.
Keduanya diam, Liyona asik menusuk-nusuk dedaunan dgn ranting kecil yang ia ambil di dekatnya tadi.
Tiffany yang sudah berada di sana sedari tadi terdiam mematung saat melihat wajah gadis mungil itu, bukan hanya wajahnya namun namanya juga membuat nya seakan berharap jika Liyora mengalami transmigrasi ke tubuh Liyona, namun apa itu bisa? Tatapannya sayu menatap Alvan yang berada di sampingnya. "Jangan terlalu berharap banyak Tif! Ingat di dunia ini kita punya tujuh kembaran, bisa jadi itu salah satu kembaran Liyora!"
Tak ada jawaban Tiffany memilih kembali masuk ke dalam mobil, tak sanggup lagi ia membendung air matanya. Namun Alvan ia tetap di luar Tiffany juga butuh waktu, dirinya tahu sakit yang Tiffany rasa bukan sakit biasa.
Di kejauhan sepasang mata menatap Alvan dengan tatapan tak terbaca, tangannya tergepal seraya melirik gadis kecil yg duduk bercanda ria dgn Gevanio. "Lo bakal hancur! Alvan Alaska Veondra!!"
~~~
Gimana sama part ini?
Jangan lupa Votmen..
⚠Typo⚠
See you next part!!
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
FILW KETOS!! {𝙱𝙴𝙻𝚄𝙼 𝙳𝙸𝚁𝙴𝚅𝙸𝚂𝙸}
De Todo𝙷𝚊𝚕𝚘 𝚐𝚞𝚢𝚜 𝚊𝚔𝚞 𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚊𝚛𝚞.... 𝙹𝚘𝚒𝚗 𝚔𝚞𝚢𝚢𝚢.... Hidup yang di penuhi teka-teki, terutama dalam keluarga nya. Tiffany, gadis yg selama dituntut menjadi nomor satu oleh orang tua-nya. Memiliki sahabat yang bagai...