5

305K 11.9K 288
                                    

Ujung-ujung bibir Nathan tertarik ke atas, membentuk lengkungan sempurna. Mendengar ucapan Katya seolah memberinya pengalihan rasa sakit yang berdenyut di seluruh tubuhnya, juga suara berdengung dalam kepalanya.

"Jadi lo panik lihat gue digebukin?" godanya. Katya menjatuhkan tubuh Nathan di atas ranjang UKS dengan kasar karena ucapannya barusan, membuat Eriska ikut terhuyung karena lengan pemuda itu mengalung di tengkuknya.

"Ck, lo pikir siapa yang enggak akan panik kalau lihat lo digebukin sama anak seangkatan gitu? Ge-er amat sih lo!" Katya menarik keluar es batu dari kulkas, diikuti perban, obat merah, serta alkohol.

"Emang kalau gue digebukin sampai mati kenapa? Toh kan untung buat lo."

Katya meneteskan alkohol ke kapas dengan emosi. "Ih, lo tuh ya, bener-bener deh. Gagal paham gue."

"Kat-" Eriska hendak menyela.

Katya menempelkan kapas beralkohol itu dengan kencang ke ujung bibir Nathan, membuatnya mengaduh kesakitan.

"Argh! Bego, sakit!" katanya. Katya hanya menatapnya datar.

"Lo tuh ya, tawuran, digebukin, berani. Giliran dikasih alkohol aja teriak. Cemen."

"Udah sini ah! Gue aja sendiri. Sama lo mah yang ada makin bonyok gue!" Nathan menyahut kesal.

"Ya udah, nih!" Katya menyodorkan kapas dan alkohol yang dipegangnya kepada Nathan. Cowok itu mulai mengobati lukanya sendiri. Katya hanya menatapnya kesal. Sesekali, gadis itu bertukar pandang dengan Eriska yang merasa canggung, tidak tahu harus melakukan apa.

Eriska beringsut mendekat ke Katya. Namun, tanpa sengaja, Eriska menyenggol lecet di sikut Katya, membuat gadis itu mengaduh.

"Sori Kat, enggak sengaja," katanya. Katya mengangguk, lantas memutar tangannya untuk melihat letak lukanya.

Tanpa mengalihkan pandangan, Nathan berujar. "Kenapa? Lo lecet juga?"

"Dikit doang," jawab Katya.

"Nih, kasih alkohol!" sodornya. "Kalau infeksi, kudu diamputasi. Mau lo?" Nathan melemparkan botol alkohol yang sebelumnya sudah ditutup rapat kepada Katya.

Katya menangkap botol itu, lalu mengambil kapas lain untuk mengobati lukanya sendiri. Agak mengerikan, memang. Eriska sampai meringis melihat Katya menepuk-nepuk alkohol pada lukanya, membayangkan rasa perih yang dialami Katya. Tapi daripada harus diamputasi?

Katya sedang menetesi lukanya dengan obat merah, saat Nathan memanggilnya. "Kat, gue boleh minta tolong enggak?"

"Apa -ASTAGA NATH! LO NGAPAIN BUKA BAJU DI SINI?!?!" pekik Katya, membuat Eriska mlonjak.

"Lo lebay banget kayak enggak pernah lihat cowok shirtless aja!" balas Nathan.

"Tolong dong, olesin nih punggung gue. Tadi kan kena timpuk. Itung-itung bales budi deh sama gue," lanjutnya sambil menyodorkan salep khusus memar.

Ragu-ragu, Katya beringsut mendekat. Dia meraih salep dengan tangan agak gemetar, lalu berjalan membelakangi Nathan dan menatap punggungnya yang ternyata bukan hanya memar di bagian itu saja, tapi juga beberapa bagian lain meski tidak sebesar memar akibat timpukan balok kayu tadi.

"Gila ya anak jaman sekarang, masa tawuran bawa kayu. Kalau kena kepala anak orang bisa mati," gumamnya.

Nathan tertawa. "Namanya juga tawuran Kat. Kalau bawa mukena namanya taraweh."

"Ck, lucu," ucap Katya sarkastis.

Dia mulai mengoleskan salep memar itu tipis-tipis. "Lo kena gebuk apa aja sih, Nath? Udah kayak jambu busuk tahu enggak? Memar sana-sini. Apa kata nyokap lo kalo lihat lo balik kayak gini?"

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang