13

228K 9.6K 469
                                    

Nathan menunduk melihat notifikasi yang baru saja masuk ke handphone-nya. Cowok itu mengernyit saat melihat siapa yang baru mengiriminya pesan.

Nathan membuka pesan yang berisi sebuah foto. Itu adalah foto sebuah taman. Taman yang sangat bersejarah baginya. Sayangnya, bukan sejarah yang baik. Taman itu, pada masanya, sebuah tempat yang memiliki banyak memori bahagia untuk Nathan. Namun, tidak lagi. Masa-masa bahagianya di tempat itu sudah kadaluarsa.

Aura: I wish you were here.

Pemuda itu membelalak. Gadis ini, apa lagi maunya? Kenapa dia kembali ke kehidupan Nathan yang sudah tenteram tanpanya?

Ini tidak bisa dibiarkan. Nathan harus bicara kepada Aura. Nathan harus bisa menjauhkan gadis itu dari Katya kalau tidak ingin Katya menjauh darinya.

Nathan menatap Katya lembut, berusaha menutupi sorot penyesalan karena harus pergi saat ini juga. "Gue ... harus pergi. Ada urusan."

Katya hanya diam. Jutaan pertanyaan yang haus akan jawaban masih melayang di benaknya. "I'll see you soon, Kat. Bye."

Pemuda itu membawa motornya ke taman yang dimaksud Aura, dan menemukan gadis itu duduk memunggunginya di salah satu kursi taman. Rambut panjangnya yang berwarna hitam tertiup semilir angin.

Sudah lama sekali rasanya sejak Nathan melihat gadis itu. Namun, saat dia tiba-tiba datang dan memeluknya di hadapan Katya, Nathan mendadak menyadari bahwa dia tak lagi merindukan Aura. Dia tidak lagi menginginkan keberadaan Aura di sekitarnya. Dia malah ingin menjauhkan Aura, karena dia sudah berjanji untuk menjauhkan apa pun yang berpotensi menyakiti Katya.

Nathan bergerak maju, lantas berdiri di belakang gadis itu. Cukup dekat, sampai aroma manis yang samar dari parfumnya bisa tercium.

"Ngapain lagi lo ke sini?" ujar Nathan dingin.

"Nathan?" Gadis itu berbalik menatap Nathan dengan senyum manis terukir di bibirnya. "Atau harus gue panggil Adrian?"

Rahangnya mengatup dengan kencang, sampai urat-urat di sekitar lehernya terlihat. Tangannya terkepal, dan Nathan mencoba mengenyahkan segala memori yang berkelebat dalam otaknya tentang gadis itu. Gadis yang berhasil membuatnya tertawa, sekaligus memberinya luka.

Nathan hanya menatapnya datar. "Lo belum jawab pertanyaan gue. Ngapain lo ke sini?"

Aura tersenyum tipis. "Lo jutek banget, sih? Enggak kangen gue apa?"

"Gue udah bilang sama lo kan, Ra, jangan pernah balik lagi ke sini." Nathan terdengar dingin, sedingin es di kutub.

Senyum di wajah Aura memudar, digantikan dengan ekspresi sendu.

"Segitunya lo marah sama gue?" tanya Aura. "Gue bela-belain naik pesawat sendirian dari Tokyo cuma buat ketemu lo, Nath."

"Gue enggak pernah minta lo ke sini."

"Tapi kan maksud gue ke sini baik, Nath. Gue mau nyekar, mau ketemu Kakek walaupun cuma ngelihat nisannya. Mau nemuin lo, mau menebus kesalahan gue, Nath."

"Telat, Ra. Empat tahun terlambat," kata Nathan. Kali ini, kalaupun Aura meminta maaf sambil bersimpuh di hadapan Nathan, dia belum tentu bisa memaafkan Aura seutuhnya. Dia nyakitin Katya, dan Nathan enggak bisa biarin sesuatu yang bikin sakit Katya berkeliaran di sekelilingnya.

Nathan menatap jauh ke depan, sama sekali tidak berusaha peduli pada Aura yang kini bangkit dan berdiri di hadapannya. "Segitu bencinya lo sama gue, Nath?"

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang