7

262K 11.1K 439
                                    

Pagi harinya, Katya bangun tepat waktu, dan berhasil keluar rumah tepat saat Nathan memarkirkan motornya di garasi dengan senyum lebar. Butuh waktu dua detik bagi Katya untuk tersadar dari pesonanya, dan begitu sadar, dia langsung menyambar helm dari tangan Nathan lalu naik ke boncengan motornya.

Sesuatu yang ajaib terjadi, karena selain tidak ada penolakan dari Katya, dia juga tampak tenang, tanpa emosi sama sekali. Dia bahkan tidak terlihat kesal saat Nathan tiba-tiba muncul di halamannya, yang biasanya ditanggapi dengan omelan.

Sesuatu yang mungkin terlalu drastis, tapi Nathan menyukainya. Oh, tentu saja. Nathan sedang dimabuk asmara. Apa pun yang Katya lakukan sudah barang tentu disukai olehnya.

Mereka melaju di jalanan Kota Bandung yang dingin dan sedikit berkabut, lalu berblok untuk makan bubur ayam. Katya jarang makan di tempat seperti ini, tetapi itu bukan alasan untuk tidak menyukai makanannya atau merasa jijik dengan tempatnya yang berada di pinggiran jalan.

Sebuah LINE masuk ke handphone Nathan, yang dibacanya dengan dahi mengernyit karena LINE itu berasal dari Katya yang sedang berdiri di hadapannya.

Katya: Teteh teteh yang itu ngeliatin kita mulu. Risih.

Nathan lalu mengetik jawabannya, yang sukses membuat Katya memukul bisepnya kencang.

Nathan w: Guesih udah biasa ya diliatin kaya gitu. Gue kan ganteng.

Nathan menatapnya dengan senyuman jail, lalu mempersilakan Katya duduk terlebih dahulu sementara Nathan memesan. Tak lama, dia kembali dengan dua mangkuk berisi bubur. Mereka makan dengan cepat, sadar jika terlalu lama mereka akan terlambat. Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat 30 menit, yang artinya 15 menit lagi masuk.

Nathan sudah mengebut maksimal di jalan raya, yang ternyata masih belum cukup cepat karena mereka tetap terlambat. Mungkin untuk Nathan biasa, tapi untuk Katya? Tidak. Katya belum pernah terlambat selama dua tahun bersekolah di SMA Pelita Bangsa.

"Aduh atuh kalian pacaran terus, jadi aja telat," sambut Pak Satpam penjaga sekolah. "Maaf ya, Neng Katya. Tapi Bapak tetap harus mencatat nama Eneng dan Bos Nathan. Nanti kalian langsung menghadap Bu Anik, yang lagi piket."

Katya mengangguk lemah. Mau bagaimana lagi? Peraturan adalah peraturan, dan Katya sudah melanggarnya. Maka, dia harus dihukum.

"Permisi Bu, kami ..., kami telat," kata Katya saat sudah menghadap Bu Anik. Wanita itu menatapnya heran. "Kamu? Telat? Wah, saya pikir kamu bakal jadi murid pelita yang enggak pernah telat, Katya. Tapi ya, karena kamu udah telat gimana ya ...."

"Enggak Bu, bukan salah Katya. Tadi saya telat jemput makanya kami telat," bela Nathan.

"Lho ..., kalian?" tanya Bu Anik heran.

"Pokoknya Bu, hukuman Katya buat saya aja, biar dia masuk. Dia perlu belajar. Lagian, lo ada ulangan fisika kan, Kat?" Pemuda itu menyikut Katya pelan. Matanya mengedip beberapa kali.

"Emm ..., iya Bu."

Bu Anik tampak berpikir sejenak. Setelah beberapa saat, beliau mengangguk. "Ya sudah. Katya, masuk ke kelas. Nathan, ikut Ibu, dan jangan coba-coba kabur kali ini."

*****

"WOY! NATHAN!"

Sebuah teriakan membuat Nathan menoleh. Nathan menghentikan aktivitasnya berlari mengelilingi lapangan sebagai hukuman atas keterlambatannya. Ketika menoleh, dia melihat Leon berdiri di koridor kelas 3.

"Oy!" sahut Nathan singkat. Dia menyingkap sebagian rambutnya yang jatuh menutupi kening berhias peluh. Dia sudah berlari sebanyak 20 putaran, membayar hukumannya dan hukuman Katya. Tak jelas alasannya mengapa Nathan tiba-tiba ingin mengambil hukuman Katya. Dia hanya tidak tega melihat Katya dengan rok semata kaki harus berlari sepuluh putaran di bawah terik matahari. Lagi pula, Nathan sudah kebal main futsal berjam-jam, hukuman ini gampang baginya.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang