16

189K 9.1K 1.1K
                                    

Sedih.

Sebenarnya, itu yang Dio rasain dari tadi. Ngelihat Katya kayak gini, bikin dia iba. Bukan cuma iba, dia seakan ikut ngerasain apa yang cewek itu rasain.

Tentu aja, Dio sayang Katya. Ya sayang, kalau enggak mana mungkin dia bela-belain Katya selama ini. Mana mungkin dia bela-belain diam di rumah sakit semalaman kayak gini.

Dio sayang Katya, sebatas sayang kakak pada adiknya. Dio melirik gadis yang tengah menatap kosong tembok di hadapannya. Hoodie miliknya masih melekat di tubuh gadis itu, menghangatkan ruangan yang dingin.

Namun Dio yakin, rasa dingin ruangan ini tak sedingin apa yang Katya rasakan. Dia bahkan tidak mampu membayangkan apa yang berlalu-lalang dalam benak gadis itu.

Dia yakin, Katya begitu terpukul.

Dio sendiri tahu, Katya sangat menyayangi Agatha. Bahkan, Dio nyaris yakin Agatha adalah segalanya bagi Katya, bahkan jauh lebih segalanya dibandingkan kedua orangtuanya sendiri.

Dio tak banyak tahu soal Katya, mengingat gadis itu nyaris sama tertutupnya dengan Nathan. Tapi yang dia tahu, Agatha adalah orang yang menemani Katya seumur hidupnya yang baru 17 tahun ini. Sudah barang tentu ia tidak akan siap mendengar kabar semacam ini.

Agatha kecelakaan. Mobilnya terguling masuk jurang, pemuda itu dalam keadaan koma saat ini. Jangan tanya Dio tahu ini dari mana, karena dia juga punya rahasia yang enggak akan dia beberin sama Katya ataupun Nathan.

Menurut dokter, kemungkinan besar Agatha mengalami gegar otak. Empat rusuknya patah, dan nyaris seluruh tubuhnya ditutupi luka memar dan lecet.

Katya tidak tahu hal itu. Sejujurnya, Katya sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan Agatha. Dia hanya melihat dengan tatapan kosong ke dalam ruangan itu, lalu oleng, dan dipaksa duduk oleh Eriska dan Eza.

Dio berjalan mendekat, lalu duduk di samping Katya. "Lo enggak kedinginan?"

Katya masih diam, menatap ke depan dengan kosong. Eriska dan Eza sudah menyerah berbicara dengannya yang berakhir dengan Eriska menangis tersedu dalam pelukan Eza.

"Lo enggak mau makan apa gitu?" Dio melirik pada arloji di tangannya. Namun lagi-lagi, pertanyaannya tidak diacuhkan oleh gadis itu.

Segalanya seolah tak lagi penting baginya. Seolah kedua telinganya tersumbat oleh suara-suara asing yang mengatakan bahwa semua ini salahnya.

Dio menyentuh bahunya. "It wasn't your fault," ujarnya, berusaha menenangkan.

"No. It wasn't," jawab Katya, yang membuat Dio menoleh.

"Bukan. Itu bukan salah gue. Bukan salah Agatha. Bukan salah siapa pun," lanjut Katya. Senyum semu terkembang di bibirnya saat gadis itu menoleh ke arah Dio.

"Agatha cuma berada di waktu dan tempat yang salah. Mobil yang nyaris nabrak dia juga berada di waktu dan tempat yang salah. Begitu juga gue, begitu juga Nathan, gitu kan?"

"Lo dan Nathan?" tanya Dio tak mengerti.

"Iya. Gue berada di waktu dan tempat yang salah. Seandainya waktu itu bukan gue yang ngegagalin dia ngegebugin anak SMP, mungkin bukan gue yang akan jatuh cinta. Mungkin bukan gue yang akan jadi pacarnya. Mungkin juga, bukan gue yang harus menunggu di rumah sakit kayak gini."

Dio tidak menyangkal, dia tahu apa yang terjadi dari Eriska. Dio juga tidak menyalahkan kalau Katya menyesal pernah kenal dengan adik sepupunya. Nyatanya, Nathan tidak pernah berubah menjadi lebih baik. Dia malah berubah menjadi lebih buruk dibandingkan sebelumnya.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang