8

275K 11.5K 605
                                    

"Lo udah bawa sweter?"

"Udah."

"Obat?"

"Udah."

"Maka-"

"Agatha, please deh. Gue itu mau pergi camping bukan mau perang! Bawel amat sih looo!!" ucap Katya gemas sambil menarik-narik pipi abangnya. Agatha, seperti yang kita ketahui, yang tidak sepenuhnya rela adik kecilnya pergi camping, sudah mlontarkan pertanyaan itu setidaknya 20 kali dalam 15 menit terakhir.

"Ini buat kebaikan lo, tau!?" hardiknya.

Katya terkekeh pelan. "Ck, lo tuh ya, berlagak bete gue pergi. Padahal mah ya gue yakin habis ini lo bawa Teh Meyra ke sini. Iya kan? Awas lo ya jangan macem-macemin anak orang. Ingat dosa!"

"Kampret kan, lo nih ya udah bagus gue khawatirin jawabannya malah kayak gitu. Durhaka lo!"

Lagi, Katya terkekeh pelan. Dia tidak bisa menahan rasa senangnya. Jarang dia bisa bebas pergi ke suatu tempat tanpa merasa dimata-matai oleh Agatha. Abangnya itu kalau sudah overprotektif benar-benar keterlaluan. Katya jadi ingat waktu dia berumur enam tahun dulu.

Waktu itu, Katya menangis sedih saat kucing kesayangannya mati. Dia menangis di halaman, di bawah pohon mangga sendirian. Tetangganya, seorang anak laki-laki yang setahun lebih tua daripada Katya menghampirinya dan menanyakan apa Katya baik-baik saja. Katya tersanjung, tak menyangka bahwa anak laki-laki seperti dia bisa peduli kepada gadis kecil yang lemah seperti Katya.

Lalu, Agatha yang baru selesai main bola di lapangan melihat kejadian itu. Insting sok tahu dan overprotektifnya mulai, membuatnya langsung kalap dan menghajar anak laki-laki itu karena dipikirnya dia membuat Katya menangis. Katya dengan tubuh mungilnya akhirnya bisa melerai perkelahian dua bocah itu, meski agak sedikit terlambat karena mereka berdua sama-sama terluka. Katya lalu memarahi Agatha karena sikap sok tahunya yang menyakiti orang lain.

Setelah itu, dia dihukum oleh kedua orangtuanya karena sudah memukul anak tetangga, sampai-sampai harus membayar pengobatan anak itu. Namun, karena itulah, Katya tahu bahwa Agatha benar-benar menyayanginya. Meski caranya saat itu salah, tentu saja.

Tiiin ... tiiin ....

"Nah tuh, Nathan udah jemput," ujar Katya seraya bangkit. Agatha ikut bangkit, dan membawakan tas Katya yang segede gaban. Dia tersenyum kepada Nathan, yang malah terpaku menatap Agatha di belakang Katya.

"Ini ditaruh di mana, Nath?" tanya Katya.

"Eh? Di bagasi aja." Nathan berjalan memutar untuk membuka bagasi mobilnya. Agatha menyerahkan tas itu kepada Nathan dengan tatapan lo-apa-apain-ade-gue-mati-lo.

"Ya udah, gue berangkat dulu ya, Ga." Katya berjalan mendekat, lalu mengecup pipinya. Nathan membelalak. Memang siapa pemuda ini?

"Hati-hati," ujar Agatha sambil memeluknya singkat. Nathan menatapnya geram.

"Iyaaa ...."

"Telepon gue."

"Ih! Ngomong sekali lagi gue bekap mulut lo, ya!" sahut Katya.

"Yuk!" Nathan menarik tangan Katya sebelum dia melihat Katya mendekati Agatha lagi. Dia tidak yakin bisa tahan untuk tidak mencengkeram kerah baju Agatha saat ini juga. Jadi daripada dia membuang-buang tenaga dengan berkelahi, lebih baik mereka pergi dari sini secepat mungkin.

"Daaahhh ...." Katya tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Agatha.

Nathan membunyikan klaksonnya sekali, lalu mereka menghilang dari tikungan.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang