"Gue penasaran sama apa yang udah Aura bilang sampai lo jadi berubah kayak gini." Cowok itu berujar. Katya menoleh, menatap Nathan dengan senyum palsu.
"Yah, let's just say, apa yang Aura bilang cukup buat bikin gue kayak gini." Gadis itu terlihat datar, seperti permukaan danau yang tenang. Namun sayangnya, ketenangan yang dia buat hanyalah kamuflase. Hanyalah topeng, untuk menutupi kehancurannya.
"Ya tapi apa?"
Katya hanya diam, menunduk sambil mengaduk-aduk minumannya. Melihat Katya yang sepertinya tidak berniat untuk bicara, Nathan kembali berujar. "Lo tau kan, kalau lo bisa cerita apa pun sama gue?"
Gadis itu mendongak, menatapnya dengan senyum miring yang sarat akan rasa kesal. "Lo juga tahu kan, kalau lo bisa cerita apa pun sama gue?" balas Katya.
Nathan membuang napas dengan gusar. Tampak jelas emosinya tersulut. "Kat, what's so interesting about my pasts? Apa yang bikin lo sampai ngoprek handphone gue cuma buat nyari info doang? Lo bisa langsung nanya sama gue!"
"Lo tahu enggak sih, Nath? Berhari-hari, gue mikir. Dan lo mau tau, pertanyaan apa yang gue pikirin sampe-sampe gue enggak bisa tidur?" tanya Katya. "Lo, Nath. Gue enggak bisa berhenti mikirin lo. Mikirin apa yang salah sama gue sampai lo sebegitu enggak percayanya sama gue. Dengerin omongan Aura bikin gue sadar, bahwa sebenarnya gue enggak kenal lo. Enggak kenal lo yang sebenarnya.
" Dasar dari sebuah hubungan itu kepercayaan, Nath. Lo tahu, kan?" tanya Katya. Namun, gadis itu tetap melanjutkan bicaranya tanpa mempedulikan Nathan yang hendak menyela. "Lo bikin gue ngerasa kalau lo enggak percaya gue.
"Let's just pretend, that our relationship is a house. Kita udah ngebangun rumah ini susah payah. Rumah ini sempurna, punya jendela, pintu, dan semua yang harusnya rumah miliki. Cuma satu yang rumah kita enggak punya, Nath. Rumah kita enggak punya dasar. Enggak punya fondasi.
"Dan setelah gue sadar akan hal itu, hal lain bermunculan dalam benak gue.
"Kalau rumah kita dibiarin kayak gitu terus, rumah kita bakal runtuh, Nath. Runtuh, menenggelamkan kita berdua di dalamnya, dengan luka," kata Katya.
Dan dengan serentetan kalimat itu, Katya berjalan menjauh, bersama angin lembap musim hujan yang membawa tetesannya menampar wajah Nathan.
Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi juga. Satu-satunya tempat berteduh yang dia punya, kini menjauh selangkah demi selangkah, meninggalkannya. Harusnya dia tahu. Semua tidak akan jadi mudah, meski dia berakhir dengan seorang Katya di sisinya. Luka itu tetap harus dia buka kembali.
Mungkin memang letak kesalahannya ada pada diri Nathan. Ada pada dirinya yang sedemikian tertutup dan tidak terjangkau sampai Katya tidak sanggup berada di sisinya. Tapi Nathan bisa apa? Dia, sekali lagi, masih merasa tidak mampu membuka kembali luka itu tanpa merasa ingin gila.
Dan, satu-satunya hal yang bisa Nathan lakukan saat ini adalah melihat Katya menjauh, menjauh karena dirinya.
****
"Eriska," ucap Katya lirih. Dalam sekali dengar, Eriska tahu Katya sedang kelelahan. Lelah yang bahkan tidur setahun pun tidak mampu menyembuhkannya.
"Eh, lo masih ingat gue ternyata. Kirain udah jadi istrinya si Sethan," sindir Eriska.
"Apaan deh, Ris? Lo jangan baperan gitu."
Eriska tertawa. Tentu apa yang dikatakannya sama sekali tidak serius, hanya candaan belaka.
"Iya iya, kenapa Kat?"
"Gue ribut sama Nathan," ucapnya.
"Astaga, ribut kenapa lagi? Si cabe ngapain lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] [TELAH TERSEDIA DI TOKO BUKU] Nathaniel Adriano wirasetya adalah seorang cowok yang hobi banget bikin rusuh seantero sekolah. Mulai dari hal sepele kayak telat, bikin kerusuhan, sampai tawuran. Parah? banget. Tapi statusnya seba...