17

203K 9.3K 1K
                                    

Two and a half weeks later ...
---
KATYA

Semuanya mulai kembali seperti semula. Yah, meskipun semuanya enggak akan pernah lagi sama. Enggak sama gue, Nathan, Dio, bahkan Eriska sekali pun.

Oh ya, Eriska putus sama Eza. Dan sebuah pertanyaan muncul gitu aja dalam otak gue. Kalau gue sama Nathan, kapan putus?

Gue rasa gue enggak harus ngejelasin panjang lebar lagi di sini. Gue dan Nathan terlalu minim komunikasi dan terlalu jauh untuk dibilang pacaran, tapi nyatanya, kami masih merasa saling terikat.

Apa gue doang?

Hal yang bodoh emang, merasa terikat sama cowok kayak Nathan. Enggak guna, cuma bikin sakit hati aja.

Harusnya gue ngelepasin Nathan. Harusnya gue enggak usah ribet-ribet mikirin dia, karena tanpa mikirin dia pun gue udah punya terlalu banyak hal untuk dipikirin.

Dan salah satunya adalah Agatha. Agatha gue.

Gue kehilangan dia pada saat yang enggak seharusnya. Selama sebulan belakangan, gue cuma mikirin itu. Mikirin betapa enggak adilnya waktu yang harus merenggut Agatha secepat ini dari sisi gue. Mikirin apa aja yang enggak akan pernah Agatha lalui.

Agatha enggak akan pernah ngelanjutin kuliah di luar negeri, enggak akan pernah kerja di pertambangan seperti apa yang selalu dia impikan, enggak akan pernah tunangan, enggak akan pernah menikah, enggak akan pernah punya anak, dan enggak akan ada di sana saat gue menikah.

Agatha enggak akan lihat graduation gue, enggak akan meluk gue buat ngasih selamat saat gue lulus dengan nilai UN besar atau karena gue keterima di PTN yang gue pengin. Agatha enggak akan ada di samping gue saat gue wisuda kuliahan dan enggak akan ada di sana saat gue pada akhirnya mencapai mimpi gue: jadi mbak-mbak kantoran ber-high heels, blazer, dan rok span.

Agatha enggak akan ada lagi di sini.

Dia mungkin mengawasi gue, melihat setiap kesalahan yang gue buat, melihat setiap kebahagiaan yang gue capai dengan senyuman, tapi dia enggak akan pernah ada di sini untuk marahin dan nyentil jidat gue atau meluk gue lagi.

Gue jadi pengin nangis lagi.

Udah terlalu lama sejak Agatha ada di sisi gue. Udah terlalu lama gue tumbuh dengan punggung Agatha sebagai tameng gue dari dunia ini. Udah terlalu lama, sampai rasanya gue kayak pecandu narkoba yang tiba-tiba berhenti nyandu.

Rasanya sakit, dan baper banget.

Semua hal bisa ngingatin gue sama Agatha, dan itu nyiksa banget.

Gue selalu ingat gimana dia ngamuk kalau gue telat pulang. Gimana dia ngamuk karena gue nangis gara-gara Nathan. Gimana dia overprotektif. Gimana dia bela-belain beliin gue makanan kalau lagi PMS. Gimana dia kalau jail yang minta dibacok. Gimana dia jadi malaikat yang membentangkan sayapnya yang kuat untuk melindungi gue selama ini.

Dan mendadak, gue ngerasain rasanya jadi Nathan. Mendadak, gue ngerasain rasanya ditinggalin seseorang yang lo sayang banget sebelum waktunya.

Tapi, gue juga sekaligus ... apa ya?

Gue enggak marah sama Nathan. Sejujurnya, rasa marah atau benci sekali pun enggak cukup dalam buat mendeskripsikan apa yang gue rasain sama Nathan.

Dia bukan lagi sosok cowok yang gue rindukan. Dia bukan lagi sosok cowok yang bikin gue nangis bombay atau blushing dan haha-hihi enggak jelas karena baca chat dari dia. Dia juga bukan lagi sosok cowok manly yang selama ini gue kenal.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang