15

190K 9.5K 392
                                    

Pagi dengan cepat menjelang, dan gue cuma bisa cengo ngelihat kamar gue udah kosong tanpa siapa pun.

Gue mengikat rambut yang udah kayak setahun enggak sisiran, kemudian turun ke lantai bawah. Niatnya sih mau mandi, meskipun kamar gue ada kamar mandinya, tapi kamar mandi kamar utama jauh lebih enak.

Begitu turun, kalau boleh gue bilang, rahang bawah gue mangap selebar-lebarnya nyampe perut. Karena, for the first time in forever, Agatha masak.

"Kesurupan setan apa lo?" tanya gue sambil meraih gelas, terus ngisi gelas itu dengan air mineral.

"Eh, bukannya ngomong apa kek gitu yang bagus macem 'Pagi Agatha sayang'. Heran gue."

"Najis. Ngomong lo sama upil," kata gue sambil berlalu.

Gue memutuskan buat mandi dan langsung pakai seragam. Selesai mematut diri di kaca, gue mulai mengulang-ulang sedikit speech dalam kepala gue.

'Nathan, boleh ngomong sebentar?'

Enggak, enggak. Enggak enak banget.

'Nath, gue minta maaf.' Udah bosen kali dia dengerin gue minta maaf. Bodo amat ah. Yang jelas gue harus minta maaf. Karena bagaimana pun, ini kesalahan gue. Dan gue enggak akan lari dari masalah.

Gue akan beresin semuanya. Enggak peduli seberapa sakitnya, enggak peduli seberapa seringnya Nathan ngacuhin gue nanti.

****

Sudah lebih dari lima menit sejak bel pulang sekolah berlalu. Katya sudah berdiri di koridor, satu-satunya akses menuju lantai bawah dari kelas Nathan.

Gadis itu berdiri di sana sendirian, dengan perasaan cemas yang seolah mencongkel jantungnya keluar. Kakinya diketuk-ketukkan dengan tidak sabar pada lantai marmer koridor sekolah, dan ketukannya seketika berhenti saat dilihatnya tubuh tinggi Nathan mendekat.

Nathan melihat ke arahnya, tetapi segera membuang muka, membuat perut Katya seakan dipelintir dengan kuat.

"Nath," panggil Katya. Pemuda itu bahkan tidak menoleh kepadanya. "Nathan!" panggilnya lagi.

Yang menoleh justru Leon, yang pada akhirnya menepuk bahu Nathan agar berbalik menatap Katya.

Katya tersenyum gugup saat Nathan menatapnya dengan penuh tanya. Meski begitu, sorot dingin masih berada di matanya.

"Nath, gue mau -"

"Gue balik duluan ya, Kat," ujarnya, lalu pemuda itu berjalan menjauh begitu saja. Meninggalkan Katya di antara kerumunan siswa yang menatap mereka berdua dengan penuh tanda tanya.

Namun, sama halnya seperti mereka semua, Katya juga tidak mengerti mengapa Nathan bersikap seperti itu kepadanya. Nathan mungkin marah, tapi dia tidak pernah menghindar.

Seburuk itukah yang telah Katya lakukan?

****

"Bos, lo kenapa sama ibu negara?" tanya Leon. Nathan bungkam. Rahangnya mengatup.

"Bos? Wey?" Leon menjentikkan jari-jarinya di depan wajah Nathan.

"Enggak penting, Le. Udah ya, gue cabut. Bilangin sama anak-anak."

Pemuda itu berlalu begitu saja, tanpa memedulikan pandangan aneh dari Leon yang seolah menusuk punggungnya. Dia mencapai motornya, lalu hendak memakai helm saat tiba-tiba handphone-nya bergetar, menandakan ada pesan masuk.

Katya: Nath

Katya: Bisa ketemuan bentar nggak? Di cafe biasa, ya. Please, kita harus ngomong.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang