18

185K 9.6K 253
                                    

"You told him to let you go, didn't you?"

Katya meniup asap yang mengepul dari cangkir latte-nya sebelum menyesap minuman itu. Dia tersenyum, menatap Dio dengan tatapan menerawang.

"Bukannya emang itu yang seharusnya gue lakukan?"

Dio bersender pada kursinya, lantas melipat kedua tangannya di depan dada. Embusan napas kasar keluar dari bibirnya.

"Itu udah hukum alam, Di. Lo akan menjauh dari apa yang bikin lo sakit. Udah kodratnya begitu. Bahkan dari bayi kita udah diajarin, kalau ada sesuatu yang bikin sakit, we shouldn't touch it. Bukannya sama dengan apa yang gue lakukan sekarang?"

Katya kembali menyesap latte-nya, lalu melayangkan pandangan ke luar jendela yang berembun. Belakangan ini memang sangat sering hujan, bahkan hujan seharian. Selain itu, semuanya semakin sulit baginya dan Nathan. Nathan jadi jarang terlihat. Nathan menghilang.

Sebenarnya, bukan Nathan yang menghilang, tapi Katya. Dia menghindar, pulang secepat mungkin atau setelat mungkin, menghindari kantin dan lebih suka menitipkan jajanan sama temennya, dan putusnya Eza dan Eriska sangat membantu.

Satu-satunya hal yang bisa menghubungkannya dengan Nathan hanyalah Dio.

Namun tidak ada yang terjadi. Nathan tidak menghubunginya melalui Dio atau apa pun itu. Entah karena Dio memblokir akses Nathan pada Katya atau memang pada dasarnya Nathan tidak lagi berusaha mempertahankan Katya.

Harusnya Katya tahu. Nathan tidak akan pernah mempertahankannya dari awal. Tunggu, tunggu. Ini kok Katya malah kedengeran kayak Nathan.

Labil. Nyuruh ngejauh tapi pengin dipertahankan. Lha jadi gimana?

Jadinya? Ya udah. Katya mah simple. Enggak dipertahanin ya udah dia pergi. Enggak neko-neko.

"He won't do it, Kat," ujar Dio. Katya menaikkan sebelah alisnya.

"Do what?"

"He will never leave you."

Katya nyaris tersedak mendengarnya, tetapi dengan cepat dia berusaha mengontrol dirinya, lalu menampilkan senyum tipisnya.

Dio sudah terlalu sering melihat senyum itu. Senyum tipis yang sarat akan kepura-puraan dan rasa sakit. Senyum yang berusaha memanipulasi orang-orang agar percaya bahwa dia terlihat tenang, tidak mengalami apa-apa.

Namun Dio tahu betapa hancurnya Katya saat dia menampilkan senyum itu di rumah sakit. Dio tahu betapa kecewanya Katya saat dia menampilkan senyum itu di kafe pada malam dengan hujan badai. Dio tahu betapa lelahnya Katya saat dia menampilkan senyum itu saat ini.

Dia tahu betapa inginnya Katya kembali seperti semula. Dia tahu betapa Katya ingin beradaptasi dengan keadaan serbamenyulitkan ini. Tapi dia tidak akan pernah kembali seperti semula. Tidak akan ada yang pernah.

Rasa sakit mengubah segalanya. Lagi pula, tidak ada apa pun yang terjadi sama persis untuk yang kedua kalinya.

"Yeah. Let's see." Katya tersenyum, kali ini merupakan senyum miring yang jail. Gadis itu beranjak bangkit, lantas meraih tasnya lalu tersenyum lebar.

"Lo yang bayar ya Di, hehehE," kekehnya.

"Emang kapan lo bayar kalau makan sama gue?" tanyanya balik.

"Idih, sombong. Entar gue gantiin deh."

"Enggak usah. Udah sono lo mau balik kan?"

Katya hanya menaikkan alisnya, lalu berjalan keluar dari kafe untuk menemui seseorang.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang