Brothership YoonJin
.
⚠Adegan kejahatan dan kekerasan tidak untuk ditiru.⚠
.
Start: 02/10/2024
End: 06/01/2025
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Semua nama, karakter, tempat, dan kejadian yang digambarkan tidak didasarkan pada kejadian nyata dan mu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat membaca.
.
.
.
Seokjin berjalan perlahan di trotoar setelah keluar dari rumah sakit, langkahnya terasa berat. Ia baru saja menerima hasil tes DNA yang baru di sore hari, dan ia kembali harus menerima kenyataan pahit. Hasil tes tersebut tidak menunjukkan apa yang ia harapkan.
Orang yang mereka kira mungkin adalah Yoongi ternyata bukanlah adiknya. Kegagalan ini menambah panjang deretan kekecewaan yang sudah Seokjin rasakan selama bertahun-tahun.
Alih-alih pulang menggunakan mobilnya, Seokjin memutuskan untuk berjalan kaki. Meskipun jarak antara rumah sakit dan rumahnya cukup jauh, ia merasa perlu waktu untuk meredakan kegelisahan dan kehancuran di hatinya.
Malam telah tiba, langit kota sudah gelap, dan lampu jalan menyala lembut di sepanjang trotoar yang ia lalui. Namun, tidak ada yang bisa meredakan rasa sakit yang terus-menerus menyiksa batinnya.
Ketika Seokjin melihat sebuah kursi taman di pinggir jalan, ia memilih untuk berhenti sejenak. Ia duduk di sana, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, dan menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya yang terasa tegang.
Kemudian Seokjin membuka dompetnya. Di dalamnya ada sebuah kertas foto lusuh-foto yang sudah sering ia pandangi berulang kali. Foto itu menunjukkan dirinya bersama Yoongi kecil, dengan senyum ceria adik kecilnya yang selalu ia rindukan.
Seokjin menatap foto itu dengan mata sayu, dan bibirnya mulai bergerak, seolah berbicara pada adik kecilnya yang sudah lama hilang.
"Yoongi-ah... bagaimana kabarmu?" gumam Seokjin dengan suara yang terdengar rapuh.
"Hyung harap Yoongi baik-baik saja di manapun Yoongi berada." Katanya dengan mata yang mulai memanas.
"Maaf, hyung belum bisa menemukan Yoongi." Akhirnya, air mata itu tidak bisa terbendung lagi.
Seokjin menundukkan kepala dan membungkukkan badannya, "Hyung sangat merindukanmu..." katanya dengan bahu bergetar dan menangis sejadi-jadinya.
Di kesendiriannya malam itu, Seokjin menumpahkan semua rasa sesak yang ia rasakan.
.
.
.
Kehidupan Yoongi di Daegu masih sama kelamnya. Hari demi hari berlalu tanpa ada perubahan yang berarti. Usianya kini menginjak 17 tahun, sebuah usia di mana seharusnya anak-anak seusianya menikmati masa remaja mereka di bangku sekolah menengah atas atau mungkin sudah menjadi mahasiswa. Namun, hal itu bukanlah bagian dari kenyataan hidup Yoongi.
Sejak kecil, Yoongi tidak pernah tahu apa itu sekolah. Yang ia tahu hanyalah bekerja, bekerja, dan terus bekerja, mengikuti perintah dari dua wanita kejam yang telah mengendalikan hidupnya sejak lama.