Sesuai dengan jadwal sementara yang telah mereka sepakati bersama, hari ini Blaze dan Gempa mendapatkan bagian menjaga kedai tok Abah. Seperti biasanya kedai tok Abah selalu saja ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggan setia mereka.
Dengan Ochobot yang mengurus bagian kasir, Gempa mengurus bagian dapur, dan Blaze mengurus bagian mengantar pesanan ketiganya bekerja dengan sangat baik dan efisien meskipun saat ini kedai tok Abah jauh dari kata sepi.
Setelah akhirnya tidak ada lagi pelanggan yang harus mereka layani, dan tidak ada lagi pesanan yang harus mereka antar, dengan wajah lelahnya Blaze menyandarkan kepalanya di meja kasir dan berusaha menenangkan nafasnya yang tidak teratur. "Astaga aku benar-benar sangat kelelahan. Tapi kenapa wajah kalian berdua biasa-biasa saja? Apakah kalian tidak merasa lelah sepertiku?" gerutu Blaze dengan tidak terima saat dirinya melihat Gempa dan Ochobot nampak biasa-biasa saja disini.
"Aku ini robot kalau kau lupa, ditambah aku juga sudah terbiasa membantu tok Abah disini" ucap Ochobot seraya menghitung uang penghasilan mereka hari ini.
"Kau hanya belum terbiasa Blaze, makanya jangan hanya asik main game, sesekali bantulah aku mengerjakan pekerjaan rumah" ucap Gempa menggelengkan kepalanya pelan tidak terlalu memikirkan keluhan Blaze.
Mendengar penuturan dari kedua sosok di depannya, Blaze yang memang sadar dirinya jarang membantu pun kini hanya bisa cemberut tanpa mengatakan sepatah katapun. Elemen api itu sangat yakin jika dirinya berani mengatakan sesuatu Gempa dan Ochobot pasti akan dengan cepat menimpalinya dengan kata-kata menusuk mereka.
"Permisi bisakah aku memesan?" tanya seorang gadis remaja yang saat ini sedang berdiri tidak jauh di belakang Blaze.
"Oh kau lagi? Mau pesan apa hari ini?" tanya Gempa dengan ramah dengan cepat melayani pelanggan yang sudah cukup familiar di penglihatan elemen tanah itu. Namun berbeda dengan dirinya yang sudah cukup familiar dengan pelanggan itu, Blaze kini justru di buat sangat bingung dengan sosok asing di depannya. Elemen api itu yakin jika pelanggan itu bukanlah salah satu penduduk pulau rintis, atau ya setidaknya begitulah yang Blaze tahu.
"Seperti biasa saja, tapi kali ini tolong tambahkan lebih banyak es" ucap pelanggan itu yang kini sudah duduk tidak jauh dari tempat duduk Blaze menunggu pesanannya.
Dalam beberapa kesempatan Blaze beberapa kali mengintip gadis itu secara diam-diam, jujur saja elemen api itu benar-benar merasa sangat tertarik padanya, atau mungkin lebih tepatnya Blaze benar-benar merasa sangat tertarik dengan pita kupu-kupu yang digunakan oleh gadis asing itu.
Meskipun apa yang dirasakan oleh Blaze sangatlah samar, namun jelas-jelas dari aksesoris rambut itu Blaze bisa merasakan adanya energi Taufan__ tidak lebih tepatnya energi angin. Selain energi angin yang membuat Blaze kembali teringat dengan Taufan, ada energi asing yang Blaze rasakan dari sana, energi yang terasa sangat gelap dan tidak menyenangkan.
"Hei kau memiliki jepit rambut yang unik, darimana kau mendapatkannya?" tanya Blaze begitu melihat gadis remaja itu dengan tenang mulai menikmati pesanannya.
Gadis itu yang merasa Blaze sedang mengajaknya berbicara dengan cepat menoleh kearah elemen api itu dan dengan sedikit canggung menyentuh hiasan rambutnya. "Terimakasih atas pujiannya, aku sebenarnya menemukan pita ini tanpa sengaja di jalanan" jelasnya membuat Blaze yang mendengar penjelasannya hanya ber-oh ria.
"Oh baiklah terimakasih nona.....?" gumam Blaze dengan bingung menyadari jika dirinya tidak tahu siapa nama gadis yang saat ini sedang ia ajak bicara.
"Windya, namaku Windya Gabriellya Aviana" ucap gadis itu Windya memperkenalkan dirinya begitu sadar jika Blaze merasa kebingungan memanggil dirinya dengan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah Angin
FanfictionSebagai bentuk dari sebuah kekuatan, sang elemental angin yang saat ini dikenal dengan nama Taufan tentunya tidak terikat dalam konsep kehidupan dan kematian, dia bukanlah mahluk hidup, dia tidak tercipta dengan emosi ataupun keinginan, dia hanyalah...