Malam itu terasa sangat sunyi, tidak suara apapun yang bergema di udara, entah itu serangga malam, hembusan angin, bahkan detik jam dan detak jantungnya saja tidak bisa terdengar sama sekali. Pada titik ini Solar bertanya-tanya, apakah dirinya saat ini sudah menjadi tuli karena itu ia tidak bisa mendengar suara sekecil apapun?
Memikirkan semua kemungkinan yang terlintas dalam benaknya, mulutnya nampak sedikit terbuka dan bahunya juga nampak bergetar pelan. Benar-benar tidak ada suara apapun yang bisa ia dengar, padahal dirinya sudah berusaha tertawa sekencang mungkin, namun keheningan itu benar-benar terlalu tebal untuk dipecahkan.
Dalam situasi seperti ini, normalnya orang-orang akan merasa panik dan takut dengan apa yang sedang terjadi, bagaimanapun kehilangan seluruh indra pendengaranmu secara tiba-tiba bukanlah sesuatu yang normal bukan?
Namun disini Solar tetap berdiam diri dengan sangat tenang seraya menatapi langit-langit kamarnya, jika ditanya mengapa dirinya bisa setenang ini maka Solar sendiri juga tidak tahu jawabannya. Elemental cahaya itu hanya merasa jika apa yang terjadi padanya itu adalah hal paling normal dan masuk akal untuk terjadi... Entah darimana gagasan tersebut muncul, tapi itulah yang saat ini Solar rasakan.
Setelah menghabiskan waktu lebih lama dengan hanya berbaring santai sembari menatap langit-langit kamarnya, Solar bangun dari tempat tidurnya dan langsung saja menghampiri peralatan eksperimen miliknya yang sengaja ia letakan disana guna menghindari gangguan tidak penting dari penghuni rumah lain.
Tentu saja Solar tidak bisa meminta ruangan khusus untuk eksperimennya mengingat rumah mereka tidak sebesar itu untuk membuat lebih banyak ruangan lainnya terutama setelah pembangunan tambahan berupa kamar para elemental disini, dan lagi dirinya juga tidak mau menanggung konsekuensi jika kalau ramuannya secara tidak sengaja malah digunakan yang lain seandainya dia meletakkan ramuan-ramuannya di tempat lain selain kamarnya.
Malam semakin larut, jam demi jam terus berlalu dengan sangat cepat, kini matahari mulai kembali bersinar diikuti oleh suara kokokan ayam, dan dering jam alarm miliknya yang terdengar sangat memekakkan telinga.
"Hah... Apakah semuanya sudah kembali normal?" gumam Solar bertanya pada dirinya sendiri guna memastikan apakah sekarang dirinya dengar sebelumnya benar adanya atau hanyalah sebuah ilusi.
Barulah setelah elemental cahaya itu bisa mendengar suaranya sendiri dengan sangat jelas, rasa lega yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata telah menyelimutinya.
"Gamma apakah kau berhadapan lagi?" panggil sebuah suara yang terdengar sangat asing membuat Solar yang awalnya tengah bersantai secara spontan langsung meningkatkan kewaspadaannya dan berbalik menghadap sumber suara.
Bagaimanapun dia saat ini berada di rumah tok Abah, tidak mungkin ada tamu yang tersesat ke kamarnya mengingat ruangan itu terletak paling jauh dari ruangan-ruangan lainnya. Belum lagi suara itu juga terdengar seperti seolah-olah sedang berbicara dengannya mengingat nama lainnya telah disebutkan.
"Huh? Ada apa dengan ekspresi itu? Apakah kau sedang sakit?" tanya pemilik suara itu membuat Solar yang tidak menduganya sama sekali membuka mulutnya lebar-lebar dengan tatapan tidak percaya yang dipenuhi oleh kebingungan dan kecurigaan.
Bagaimana tidak saat ini tepat didepan mata kepalanya sendiri Taufan, si elemen angin yang telah menjadi saudaranya itu kini berdiri diambang pintu kamarnya seolah-olah tidak pernah terjadi apapun sebelumnya. "Kak Taufan?? Apakah itu benar-benar kau? Sejak.. ah tidak maksudku darimana saja kau selama ini? Mengapa baru pulang sekarang?" tanya Solar dengan kecurigaan yang semakin besar.
Jika ditanya apakah Solar merindukan Taufan tentu saja jawabannya adalah ya, dan jika ditanya apakah saat ini dirinya ingin memeluk elemental angin itu maka jawabannya juga sama. Hanya saja egonya terlalu besar untuk melakukan hal yang dia anggap sebagai memalukan itu, belum lagi Solar juga merasa ada sesuatu yang salah dengan elemen angin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah Angin
FanficSebagai bentuk dari sebuah kekuatan, sang elemental angin yang saat ini dikenal dengan nama Taufan tentunya tidak terikat dalam konsep kehidupan dan kematian, dia bukanlah mahluk hidup, dia tidak tercipta dengan emosi ataupun keinginan, dia hanyalah...