Tuanku

316 46 3
                                    

Niat awal Solar hanyalah mengalihkan percakapan mereka, dia tidak berharap Taufan benar-benar tahu alasan mengapa di tempat ini hanya mereka yang bisa terbangun, dan mengapa pula hanya ada mereka 'para elemental'.

Dirinya saja tidak tahu, bagaimana bisa Taufan tahu? "Jadi apa kau benar-benar tahu sesuatu Taufan?" tanya Solar dengan tidak sabar, bagaimanapun ini merupakan sebuah teka-teki yang tidak bisa dipecahkan untuknya.

"Benar-benar tidak tahu? Kau kan jenius, bagaimana hal sebesar ini terlewat dari matamu" tanya Taufan dengan nada jahilnya yang berusaha sebaik mungkin ia sembunyikan, bagaimanapun disini Solar adalah satu-satunya orang yang bisa ia kerjain disini. Ditambah fakta jika ini adalah pertama kalinya bagi Taufan melihat Solar yang tidak mengetahui sesuatu seperti ini.

"Ish, berhentilah bercanda, aku benar-benar tidak tahu. Lagipula aku bukanlah tuhan yang tahu segalanya. Jadi mengapa hanya kita yang bangun disini? Mengapa yang lain terlihat seperti orang yang sedang koma?" tanya Solar dengan tidak sabar, dia benar-benar sangat menginginkan jawabannya.

Namun sebelum sempat Taufan menjawab pertanyaannya, rasa kantuk yang sangat kuat tiba-tiba menghampiri Solar. "Ugh.. apa ini..?" gumam Solar sebelum akhirnya ia benar-benar jatuh tertidur dengan Taufan yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh menghantam tanah.

"cup~ cup~ cup~ tidurlah yang nyenyak adik kecilku" ucap Taufan dengan hati-hati menepuk kepala Solar dan dengan hati-hati membaringkan tubuh Solar dalam posisi nyaman.

Taufan tahu jika Solar tidak akan sadar ataupun mendengar apapun yang dia katakan, karena itu dia dengan berani memanggil Solar dengan sebuatan 'adik kecilnya', kalau orang sadar, mana mungkin dia berani mengatakannya.

Setelah beberapa waktu berada dalam posisi tersebut, Taufan menggendong Solar yang sedang tertidur lelap dan membaringkannya dibawah pohon rindang yang tidak jauh dari para elemen lain yang saat ini juga bernasib sama sepertinya. "Ah.. sekarang semuanya jadi benar-benar membosankan, apa aku kerjain saja mereka ya?" gumam Taufan melihat elemen-elemen lainnya yang saat ini sedang tidur.

Seringai nakal dengan cepat terukir sempurna di kedua sudut bibirnya memamerkan taring kecilnya yang imut. Dengan menggunakan spidol yang muncul dari ruang hampa, Taufan mulai melukis secara random hal yang terlintas di benaknya pada wajah elemen-elemen lain yang saat ini sedang tertidur.

Puas dengan hasil karyanya, dia melempar asal spidol di tangannya dan memindahkan Thorn yang tidur diatas pohon agar tidur di samping Solar dan nyaris tidak bisa menahan tawanya sendiri saat melihat dua wajah dari kedua elemental yang biasanya selalu melekat satu sama lain itu. "Aku benar-benar ingin melihat reaksi mereka saat melihat wajah satu sama lain begitu terbangun" ucap Taufan sebelum akhirnya ia menatap langit biru diatasnya dengan tatapan sendu.

Sekarang dia merindukan tuannya, dia mulai merasa bosan berada dalam jam kekuatan sebagai satu-satunya elemen yang sadar, sedangkan elemen-elemen lainnya justru memasuki mode istirahat mereka dan tidak bisa menemaninya bermain. "Nampaknya dalam jangka waktu yang lama, aku hanya bisa berharap pada Solar" gumamnya sebelum melangkahkan kakinya tanpa arah yang pasti.

Dia tidak tahu harus pergi kemana, dia hanya ingin menghilangkan rasa bosannya saat ini. Namun rasa sesak yang tiba-tiba muncul membuat Taufan dengan cepat berlutut dan memegangi dadanya sendiri yang terasa seperti sedang ditusuk ribuan jarum.

"Ugh.. sakit, sangat sakit.. Aku harus... Menemui tuan sekarang " gumam Taufan berusaha mati-matian menahan rasa sakit tersebut.

Menarik nafas dalam-dalam berusaha menstabilkan dirinya sendiri, sebagai kecil dari tubuhnya berubah menjadi sebuah kupu-kupu biru yang langsung terbang tinggi menembus awan. "Tahanlah sebentar lagi..." gumam Taufan entah ditujukan untuk siapa.

...........

Sedangkan itu diluar jam kekuatan, seorang remaja laki-laki dengan begitu banyak perban yang melilit tubuhnya nampak sedang bersandar ditempat tidurnya sembari membaca sebuah buku yang menyita seluruh perhatiannya.

Remaja laki-laki itu Boboiboy belumlah pulih sepenuhnya dari luka yang di terimanya dalam misinya sebelumnya yang nyaris saja membuatnya kehilangan nyawa.

"Hah ini benar-benar melelahkan" gumam Boboiboy sembari menutup buku yang di bacanya sebelumnya dan menatap langit-langit ruangannya dengan tatapan sendu.

Berada dalam situasi hidup dan mati seperti ini adalah hal biasa baginya, dia sudah beberapa kali hampir terbunuh saat menghadapi musuh-musuhnya. Terkadang Boboiboy berpikir jika dirinya benar-benar beruntung bisa berharap hidup hingga detik ini.

Hari sudah mulai larut, namun apa yang dia tunggu-tunggu tidak kunjung tiba. Kekecewaan dan sakit hati memenuhi hati kecilnya yang rapuh. "Apakah.. ayah lupa lagi, sesibuk itukah dirinya sampai menyisihkan waktu beberapa menit pun tidak bisa"  batin Boboiboy menggigit bibir bawahnya sendiri dengan tangannya yang mencekam selimutnya sekuat mungkin berusaha menahan emosi yang meluap-luap di hatinya.

Kepalanya tertunduk, sebisa mungkin Boboiboy menahan air matanya agar tidak menetes, namun apalah daya butiran-butiran kecil itu tetap berjatuhan dari pelupuk matanya. Aneh rasanya ketika secara tiba-tiba emosinya menjadi tidak stabil seperti ini.

"Sial aku tidak boleh mengeluh karena hal kecil seperti ini, Fang yang telah melalui hal yang lebih buruk dari ini saja masih kuat" batin Boboiboy menghapus air matanya dengan kasar berusaha menguatkan dirinya sendiri meskipun hal tersebut terbukti sangatlah sulit.

Menatap jam tangan yang ada dalam genggamannya, Boboiboy tidak bisa untuk tidak berhenti berharap jika ayahnya akan menghubunginya malam ini, sesuai dengan apa yang sudah di janjikan oleh pria itu. Namun pada akhirnya bersamaan dengan hari yang semakin larut, harapan Boboiboy harus sirna sepenuhnya.

Baru saja dirinya membaringkan tubuhnya yang lelah di tempat tidur dan berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya sembari berusaha mati-matian menahan air matanya, sebuah kupu-kupu biru yang entah muncul darimana tiba-tiba hingga di hidungnya membuat Boboiboy kembali membuka matanya.

"Halo kupu-kupu kecil, apa kau sedang berusaha untuk menghiburku?" tanya Boboiboy dengan miris, hanya dengan sekali lihat saja Boboiboy sudah tahu, kupu-kupu itu adalah kupu-kupu yang sama yang selalu saja menemuinya setiap kali emosinya tidak stabil.

Maksudnya ayolah Boboiboy merasa jika kupu-kupu itu bahkan jauh lebih peduli pada dirinya, daripada ayahnya sendiri. "Aku tidak tahu kau berasal darimana, tapi terimakasih. Aku sangat menghargainya" ucap Boboiboy melihat kupu-kupu itu yang terus terbang di sekitarnya sebelum akhirnya kembali hingga di anggota tubuh Boboiboy yang lain.

Dengan perasaan yang jadi lebih tenang dibandingkan sebelumnya, Boboiboy tidak bisa untuk tidak tersenyum lembut pada kupu-kupu itu, sebelum akhirnya tubuhnya merasa benar-benar rileks dan alam mimpi menjemputnya bersamaan dengan kupu-kupu itu yang kembali menghilang entah kemana.

Malam ini berkat kedatangan kupu-kupu itu, Boboiboy memiliki tidur yang sangat nyanyak, segala pemikiran negatifnya menghilang dan hanya menyisakan kenangan-kenangan indah yang membuat remaja laki-laki itu tersenyum dalam tidurnya.

Melihat tuannya yang tersenyum dalam tidurnya, Taufan tidak bisa untuk menahan senyumnya yang paling tulus dan mengulurkan tangannya saat kupu-kupu yang di kirimnya telah kembali. "Selalulah bahagia tuan, biarkan aku yang menyimpan semua rasa sakit ini disini" ucapnya saat kupu-kupu biru itu telah menyatu kembali padanya.

Arah Angin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang