Bab 13 : Serangan dari Lawan Bisnis

1 0 0
                                    


Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya. Arga baru saja keluar dari ruang rapat ketika ponselnya berdering tanpa henti, menandakan datangnya berita buruk. Ia sudah terbiasa dengan persaingan bisnis yang keras, tetapi kali ini rasanya berbeda—lebih intens, lebih menekan. Lawan bisnis yang selama ini hanya bergerak di balik bayangan, kini melancarkan serangan besar-besaran. Arga tahu, serangan ini bertujuan menggulingkannya dari kursi CEO, posisi yang ia pertahankan dengan penuh perjuangan.

Di sisi lain, Alya merasakan ketegangan yang meningkat di sekitar Arga. Meskipun ia tidak begitu memahami seluk-beluk dunia bisnis, Alya tahu bahwa Arga tengah berada di titik krisis. Setiap kali mereka berbicara, ekspresi wajah Arga semakin berat, dan pembicaraannya semakin dipenuhi oleh masalah-masalah yang tidak pernah Alya bayangkan sebelumnya. Baginya, ini bukan hanya tentang strategi perusahaan, tetapi tentang perang yang terjadi di belakang layar, sebuah permainan besar yang penuh intrik.

Suatu malam, saat Arga pulang lebih larut dari biasanya, Alya memutuskan untuk tidak tinggal diam lagi. Ia menunggu Arga di ruang tamu, memastikan dirinya siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Ketika Arga akhirnya masuk, ekspresi wajahnya penuh tekanan dan kelelahan. Melihat itu, Alya segera bangkit dan mendekatinya.

"Ada apa, Arga? Apa yang terjadi di kantor?" tanyanya dengan nada khawatir.

Arga duduk di sofa dengan berat, meletakkan tas kerjanya di samping. "Musuhku mulai bergerak," jawabnya singkat, sambil memijit pelipisnya yang tegang. "Mereka sudah meluncurkan serangan yang jauh lebih besar dari yang kita duga."

Alya tahu bahwa Arga adalah tipe pria yang jarang meminta bantuan. Tapi ia juga tahu bahwa pada saat-saat seperti ini, Arga membutuhkannya lebih dari apa pun. Ia mendekat, duduk di samping Arga dan menggenggam tangannya.

"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu?" tanya Alya lembut, meski ia tahu dirinya tidak banyak berpengalaman di bidang bisnis.

Arga tersenyum kecil, tetapi ada keletihan dalam senyumnya. "Aku tidak ingin membebanimu dengan masalah ini, Alya. Dunia bisnis ini kotor dan penuh tipu daya. Aku tidak ingin kamu terseret ke dalamnya."

Namun, Alya tidak mundur. "Aku mungkin tidak mengerti semua hal tentang bisnis, tapi aku mengerti kamu, Arga. Dan aku tidak bisa hanya diam melihatmu menghadapi ini sendirian."

Ucapan Alya membuat Arga terdiam. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa Alya adalah sosok yang perlu ia lindungi dari kekejaman dunia bisnis. Namun, sekarang ia menyadari bahwa Alya memiliki keberanian yang tidak ia duga sebelumnya. Meski tidak paham soal strategi korporasi atau permainan kekuasaan, Alya bersedia berdiri di sampingnya, apapun risikonya.

Alya mulai terlibat dalam urusan bisnis Arga. Meski awalnya Arga enggan membiarkannya ikut campur, ia tahu bahwa Alya benar-benar ingin membantu. Bersama-sama, mereka mulai membahas serangan dari lawan bisnis Arga. Alya, dengan caranya sendiri, mulai memberikan pandangan yang segar dan berbeda tentang bagaimana Arga bisa bertindak.

"Kamu tahu, mungkin kita bisa mencoba pendekatan yang berbeda," kata Alya suatu hari saat mereka duduk bersama membahas strategi. "Selama ini, kamu selalu menghadapi mereka dengan strategi yang sama, bertahan dan melawan dengan kekuatan. Tapi bagaimana kalau kita mencoba bermain lebih lembut? Coba buat mereka merasa bahwa mereka sudah menang, dan biarkan mereka lengah."

Arga menatap Alya dengan pandangan penuh pertimbangan. Ia tidak pernah berpikir untuk menggunakan taktik seperti itu, tetapi ide Alya terdengar masuk akal. Kadang-kadang, dalam perang, kemenangan terbesar datang dari membuat musuh merasa terlalu percaya diri.

"Aku akan mempertimbangkan itu," jawab Arga sambil tersenyum tipis. Ia merasa ada angin segar dalam pandangan Alya yang jauh dari dunia bisnis.

Sementara itu, serangan dari musuh bisnis Arga semakin gencar. Saham perusahaan mulai goyah, dan beberapa investor mulai ragu. Media mulai mengangkat isu-isu tentang kemungkinan Arga akan lengser dari posisinya. Namun, meski tekanan semakin besar, Arga tetap tenang di depan para direksi dan publik. Dia tahu bahwa menunjukkan kelemahan hanya akan memberi musuh lebih banyak kekuatan.

Di belakang layar, Alya terus mendukung Arga dengan cara yang sederhana namun efektif. Ia mungkin tidak bisa memberi solusi strategis yang mendalam, tetapi kehadirannya memberikan Arga kekuatan yang ia butuhkan. Setiap kali Arga merasa hampir menyerah, Alya selalu ada untuk mengingatkannya bahwa ia tidak sendirian dalam pertarungan ini.

"Kamu jauh lebih kuat dari yang kamu pikir, Arga," kata Alya pada suatu malam, saat Arga terlihat sangat lelah setelah berjam-jam rapat. "Dan apa pun yang terjadi, kita akan menghadapi ini bersama."

Ucapan itu memberikan Arga semangat baru. Ia menyadari bahwa musuh yang dihadapinya bukan hanya tentang persaingan bisnis. Ini adalah ujian untuk melihat seberapa jauh ia bisa bertahan, seberapa kuat ia bisa menjaga integritasnya di tengah badai.

Hari-hari berlalu dengan ketegangan yang terus meningkat. Musuh Arga semakin memperketat cengkeraman mereka, melancarkan serangan di segala lini. Tapi Arga dan Alya tetap berdiri teguh. Dengan dukungan Alya, Arga mulai menerapkan beberapa strategi baru yang lebih halus namun efektif. Perlahan tapi pasti, mereka mulai membalikkan keadaan.

Pertempuran bisnis ini menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Alya, yang awalnya merasa tidak tahu apa-apa tentang dunia yang digeluti Arga, mulai merasa bahwa dia benar-benar berperan dalam membantu Arga melewati masa-masa sulit ini. Sedangkan Arga, yang selama ini selalu berpikir bahwa ia harus menanggung semuanya sendiri, belajar untuk membiarkan orang lain masuk dan membantu.

Ketika akhirnya Arga berhasil mengatasi serangan tersebut, ia menyadari bahwa kemenangan ini bukan hanya miliknya. Alya telah menjadi bagian penting dari pertarungan ini, bukan karena kepiawaian bisnisnya, tetapi karena dukungan emosional dan kekuatan yang ia berikan.

"Terima kasih, Alya," kata Arga suatu malam, setelah serangan musuh bisnis mereka mulai mereda. "Aku tidak bisa melewati ini tanpa kamu."

Alya tersenyum hangat. "Kita sudah melalui banyak hal bersama, Arga. Dan aku tahu kita masih akan menghadapi banyak tantangan. Tapi selama kita bersama, aku yakin kita bisa menghadapinya."

Denganbegitu, hubungan mereka menjadi semakin kuat, bukan hanya karena cinta, tetapikarena mereka belajar untuk saling mendukung dan mempercayai satu sama lain,bahkan di tengah badai yang paling besar.

Malaikat Kecil  "Sang CEO"Where stories live. Discover now