Bab 7 : Peran Baru untuk Alya

1 0 0
                                    


Hubungan antara Arga dan Alya terus berkembang. Meski awalnya hanya pertemuan yang tak terduga di taman, kini Arga menyadari bahwa kehadiran Alya tidak hanya membawa ketenangan dalam hidup pribadinya, tapi juga pengaruh yang kuat dalam pekerjaannya. Alya adalah seseorang yang mampu melihat berbagai situasi dengan sudut pandang yang berbeda—penuh kebijaksanaan dan empati, sesuatu yang jarang ditemui di lingkungan bisnis yang keras dan penuh persaingan.

Arga, yang biasanya tegas dan rasional dalam setiap keputusan, kali ini merasa hatinya terbuka. Ia tidak pernah menduga bahwa Alya akan menjadi orang yang sangat penting dalam hidupnya. Setelah melewati beberapa waktu bersama dan melihat bagaimana Alya selalu ada untuknya, Arga mulai berpikir bahwa Alya bisa memiliki peran lebih besar, tidak hanya sebagai seseorang yang memberinya dukungan emosional tetapi juga berkontribusi pada perusahaan yang ia pimpin.

Suatu pagi, Arga memutuskan untuk mengajak Alya bicara tentang ide ini. Mereka bertemu di kafe kecil dekat kantornya, tempat favorit mereka untuk sekadar minum kopi dan berbincang santai.

"Alya," Arga memulai dengan nada serius, "Aku sudah memikirkannya. Kamu selalu ada untukku, bukan cuma sebagai teman, tapi juga pendukung di saat aku terpuruk. Aku ingin kamu menjadi bagian dari perusahaan. Aku percaya kamu bisa membawa sesuatu yang berbeda di sini."

Alya, yang sedang mengaduk kopinya, berhenti dan menatap Arga dengan mata terkejut. "Apa? Aku? Di perusahaan kamu?" tanya Alya, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Ya," jawab Arga mantap. "Aku tahu kamu mungkin merasa ragu karena kamu belum pernah terlibat di dunia bisnis sebelumnya, tapi aku percaya bahwa kamu memiliki sesuatu yang tak dimiliki banyak orang di sekitarku—kamu punya intuisi dan cara pandang yang bisa membawa perubahan."

Alya tersenyum kaku. Baginya, dunia bisnis adalah sesuatu yang asing. Hidupnya selama ini dihabiskan dalam kesederhanaan, jauh dari gedung-gedung pencakar langit dan rapat-rapat besar. Namun, melihat kesungguhan di mata Arga, Alya mulai mempertimbangkan tawaran itu.

"Tapi aku nggak punya pengalaman, Arga. Apa yang bisa aku lakukan di perusahaan sebesar itu?"

Arga tersenyum. "Pengalaman bisa dipelajari. Aku tidak meminta kamu untuk langsung terjun dalam hal-hal teknis. Yang aku butuhkan adalah seseorang yang bisa memberiku perspektif lain. Kamu bisa mulai sebagai konsultan pribadi atau penasihat dalam proyek-proyek yang melibatkan hubungan sosial atau tanggung jawab perusahaan. Kamu punya kemampuan untuk memahami orang lain, Alya. Dan aku butuh itu di sini."

Alya terdiam sejenak. Tawaran ini sangat besar dan mungkin di luar kemampuannya saat ini, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang mendorongnya untuk tidak menolak. Mungkin, ini adalah kesempatan untuk dirinya belajar lebih banyak dan berkembang, sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Baiklah," kata Alya akhirnya, dengan senyum tipis di wajahnya. "Aku akan coba. Tapi kamu harus sabar kalau aku banyak salah, ya?"

Arga tertawa kecil, lega mendengar jawaban Alya. "Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Dan jangan khawatir, aku akan selalu ada untuk membantu."

Keesokan harinya, Alya mulai menjalani peran barunya di perusahaan. Arga memperkenalkannya kepada beberapa staf kunci dan memberi tahu bahwa Alya akan berperan sebagai penasihat dalam proyek-proyek sosial perusahaan. Meski Arga menjelaskan bahwa Alya masih belajar, beberapa reaksi negatif tidak bisa dihindari. Orang-orang yang sudah lama bekerja di bawah Arga mulai bertanya-tanya, mengapa seorang gadis yang tampaknya tidak memiliki pengalaman di dunia bisnis bisa mendapatkan posisi seperti itu.

Terutama, hal ini menimbulkan kegelisahan di antara pesaing Arga. Pesaing-pesaing itu sudah sejak lama memantau gerak-gerik Arga, dan kini mereka mulai melihat Alya sebagai faktor baru yang berpotensi mengubah dinamika kekuatan dalam perusahaan. Ada yang melihat Alya sebagai kelemahan Arga, sosok yang mungkin bisa dijadikan target untuk menjatuhkan CEO muda itu. Sebagian yang lain bahkan menganggap bahwa keberadaan Alya hanya akan memperburuk citra profesional Arga.

Di sisi lain, di dalam perusahaan sendiri, beberapa karyawan mulai bergunjing. Di kalangan eksekutif senior, muncul rumor bahwa Alya hanya diberi posisi karena kedekatannya dengan Arga, bukan karena kemampuannya. Meskipun Alya tidak tahu tentang ini, Arga menyadari bahwa ada desas-desus yang berkembang. Namun, ia tetap yakin pada keputusannya.

Suatu hari, saat sedang mengerjakan laporan di ruang rapat kecil, Alya merasakan atmosfer yang berbeda. Salah satu direktur senior, Pak Herman, mendekatinya setelah pertemuan selesai. Alya, yang selama ini bersikap ramah kepada semua orang, merasa bahwa pertemuan ini sedikit tidak biasa.

"Alya, bisa saya bicara sebentar?" tanya Pak Herman dengan nada sopan, namun sedikit tegas.

"Ya, tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawab Alya dengan senyuman seperti biasa.

Pak Herman tersenyum kecil, tetapi ekspresinya tampak penuh pertimbangan. "Saya hanya ingin tahu, berapa lama Anda sudah bekerja di sini? Saya belum melihat pengalaman Anda di bidang ini sebelumnya."

Alya bisa merasakan maksud terselubung di balik pertanyaan itu, tetapi ia tetap tenang. "Saya baru memulai, Pak. Saya masih belajar banyak hal di sini."

"Saya mengerti," jawab Pak Herman sambil mengangguk pelan. "Tapi, bukankah di posisi ini biasanya diisi oleh seseorang yang sudah berpengalaman bertahun-tahun? Tentu saya paham bahwa Anda dekat dengan Pak Arga, tapi saya harap Anda juga memahami tekanan yang ada di sini."

Alya merasakan nada sinis yang tersembunyi di balik kata-kata itu, tapi ia mencoba untuk tidak tersinggung. "Saya mengerti, Pak. Dan saya tahu saya masih belajar. Tapi saya berjanji akan bekerja sebaik mungkin dan terus belajar agar bisa memberikan kontribusi yang positif."

Pak Herman hanya mengangguk singkat, lalu berlalu. Meskipun percakapan itu tampak biasa, Alya bisa merasakan bahwa kehadirannya di perusahaan ini tidak sepenuhnya diterima dengan baik oleh semua orang. Ada yang meragukan kemampuannya, ada juga yang melihatnya sebagai ancaman bagi stabilitas perusahaan.

Malam itu, Alya menceritakan perasaannya kepada Arga. "Aku merasa banyak yang tidak suka aku ada di sini," kata Alya dengan nada ragu. "Mereka berpikir aku cuma ada di sini karena kamu."

Arga mendengarkan dengan tenang, lalu menatap Alya dengan penuh keyakinan. "Dengar, Alya. Kamu ada di sini karena aku melihat potensi dalam dirimu. Orang-orang mungkin berpikir apa pun yang mereka mau, tapi kamu hanya perlu membuktikan bahwa kamu pantas ada di sini. Aku tahu kamu bisa melakukannya."

Kata-kata Arga membuat Alya merasa lebih tenang, meski masih ada keraguan di hatinya. Namun, ia tahu bahwa untuk menghadapi semua ini, ia harus kuat dan terus belajar. Dunia bisnis bukanlah tempat yang ramah, terutama bagi seseorang seperti Alya yang baru memulai. Namun, dengan dukungan Arga, Alya siap untuk mengambil peran barunya, meskipun tantangan yang ada di depannya tidaklah mudah.

Dengan semangat yang baru, Alya bertekad untuk membuktikan kepada semua orang—dan terutama kepada dirinya sendiri—bahwa ia layak berada di sana. Mungkin peran barunya ini akan menjadi langkah pertama dalam menemukan jati dirinya yang sesungguhnya.

Malaikat Kecil  "Sang CEO"Where stories live. Discover now