BAB 1 Dari Suara Turun Ke Hati

203 111 95
                                    

“Terabig Net. Selamat malam. Dengan Arav. Ada yang bisa dibantu?” sapa Arav sebagai agent call center provider internet Terabig Net, lengkap dengan headset di kepala dan posisi noise canceling microphone tepat di bibir.

Suara Arav stabil, tetapi terdengar sedikit tak bersemangat. Dia mulai mengantuk. Matanya setengah terbuka. Posisi duduk pun sedikit membungkuk. Namun, tuntutan pekerjaan membuatnya tetap terjaga.

“Selamat malam,” ucap seorang pelanggan.

Seketika, mata Arav terbuka lebar. Dia memperbaiki posisi duduk. Suara seorang gadis yang lembut, tiba-tiba menarik perhatiannya. Membuat dirinya terdiam meski hanya dalam hitungan detik. Rasa kantuk, hilang begitu saja.

Arav menekan tombol AUX agar pelanggan tak mendengar ucapannya. “Merdu sekali,” lirihnya yang tak bisa didengar oleh pelanggan. Dia menekan kembali tombol AUX untuk kembali berbicara dengan pelanggan. “Mohon maaf, dengan siapa saya berbicara?”

Pandangan Arav beralih pada nomor telepon April yang tertera di layar pesawat telepon PABX dan mengetikan nomor telepon itu di aplikasi note di komputer.

“Saya dengan April,” jawab sang pelanggan.

“Ada yang bisa dibantu, Ibu April?” tanya Arav.

Arav mengetikan nama April di sebelah nomor telepon yang baru saja dia ketik. Menulis nama pelanggan di aplikasi note dilakukan untuk menghindari kondisi lupa akan nama pelanggan yang sedang berbicara dengannya. Namun, entah mengapa Arav tertarik untuk menulis nomor telepon April yang seharusnya tidak dibutuhkan.

“Internet saya tidak aktif, Kak,” ujar April.

“Mohon maaf atas ketidaknyamannya, Bu April. Bisa dibantu terlebih dahulu nomor pelanggannya?”

“Ya.”

April menyebutkan deretan nomor pelanggan, sedangkan Arav mengetikan nomor pelanggan tersebut pada aplikasi indikasi jaringan di komputernya.

“Ibu April, mohon ditunggu sebentar. Saya lakukan pengecekan terlebih dahulu. Mohon jangan dimatikan teleponnya, satu sampai dua menit.” 

Arav menekan tombol hold dari pesawat telepon. Dia langsung mengembuskan napas pelan. Baru kali ini dia mendengar suara yang menurutnya sangat enak didengar.
Mengatur emosinya dan mulai melakukan pengecekan internet pelanggan. Dia menekan kembali tombol hold agar bisa kembali berbicara dengan April.

“Terima kasih telah menunggu, Ibu April. Setelah dilakukan pengecekan, tidak ada masalah jaringan. Apa posisi Ibu April sedang berada di depan komputer?” Arav siap untuk memandu April.

“Ya, tepat di depan komputer,” jawab April. 

“Boleh saya pandu?” izin Arav. Para agent call center memang diimbau untuk one stop service. Sebisa mungkin, masalah selesai hanya dalam sambungan telepon.

“Saya tidak terlalu mengerti komputer. Apa tidak bisa didatangkan teknisi?” pinta April. Dirinya hanya pengguna komputer yang tak terlalu mengerti masalah perangkat lunak ataupun perangkat keras komputer.

“Untuk jaringan ke tempat Ibu April tidak ada masalah. Kemungkinan hanya kesalahan dalam perangkat. Jika Ibu April meminta didatangkan teknisi, maka saya akan buatkan nomor antrean dan teknisi akan datang paling lambat dua hari kerja,” papar Arav.

“Dua hari?” tanya April memastikan. Keningnya berkerut. Dua hari waktu yang lama baginya.

“Itu hanya estimasi. Jika antrean tidak terlalu banyak, kemungkinan teknisi besok bisa datang ke tempat Ibu April,” jelas Arav dengan sabar.

April's Voice (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang