BAB 23 Bertemu Kembali

16 6 5
                                    

Malam yang sunyi, hanya terdengar suara mesin medis di dalam ruangan tersebut. Seorang pria paruh baya dengan wajah tertutup masker masuk ke dalam ruang perawatan Arav. Dia pun menggunakan topi untuk menutupi sebagian wajahnya. Dia menatap lekat Arav yang sedang terbaring lemah.

"Apa kabaramu? Aku langsung datang ke sini karena mendapat informasi bahwa kondisimu mulai membaik." Pria itu tertawa sinis, "apa aku harus membunuhmu sekarang? Hemm, seharusnya kulakukan saat kau baru terbaring di sini. Namun, saat itu tidak kulakukan karena ingin sedikit melihat lebih lama ibumu menderita. Kau terbaring lemah di sini, sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan untukmu? Ah! Tapi itu tidak sebanding dengan apa yang Ibumu lakukan. Kalian pantas mendapatkannya!"

Pria itu mengeluarkan alat suntik yang sudah terisi sesuatu. Dia melihat cairan infus yang tergantung. Menyuntikan cairan yang ia bawa ke dalam kantong infus. Pria itu menyeringai mengerikan. Ia hendak pergi meninggalkan ruangan. Namun, saat berbalik bertepatan dengan Ibu Arav yang masuk ke dalam ruangan.

"Siapa kamu?"

Pria itu tampak tenang. "Aku salah satu rekan kerja Arav, datang untuk melihat keadaannya," jelasnya.

Ibu Arav menelisik pria di depannya. Lalu menoleh pada Arav, matanya menyusur selang infus. Dia merasa ada yang berbeda. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" Dia menajamkan penglihatan pada pria di depannya. "Leon!" ucapnya terbata.

Pria itu melewati Ibu Arav tanpa menjawab pertanyaannya. Ibu Arav ingin menahan pria itu. Namun, fokusnya tertuju pada Arav. Dia langsung menghampiri Arav dan mematikan selang infus agar cairan tidak masuk ke dalam tubuh anaknya. Melihat monitor di samping, dia tahu sesuatu terjadi pada putranya. Menekan tombol darurat, tak lama, beberapa tim medis datang.

"Ada apa?" tanya seorang perawat.

"Seseorang mencurigakan datang. Setelah itu keadaan menjadi seperti ini," jelas Ibu Arav.

"Serangan jantung!" seru seorang dokter yang baru datang, "periksa alat vital!"

"Tidak ada nadi!" seru salah seorang perawat lagi.

Suasana menjadi kacau. Alat picu jantung digunakan. Beberapa kali Arav tertarik dan terhempas oleh alat itu. Ibu Arav hanya bisa bersedih melihat anaknya. Dia memang seorang perawat. Namun, kali ini tak bisa menjadi seorang profesional karena pasiennya adalah orang yang sangat ia sayangi. Pikirannya menjadi tak fokus. Alat picu jantung berhenti bekerja. Layar monitor menunjukkan kondisi cukup stabil. Ibu Arav langsung menangis bahagia melihatnya.

***

Wangi disinfektan menusuk hidung. Kelopak mata bergetar lalu secara perlahan terbuka. Hanya atap putih menjadi pemandangan awal.

"Apa yang kamu rasakan?" tanya Brisa.

April menoleh ke sumber suara. "Mama. Mengapa April di sini?"

"Kamu tak sadarkan diri. Jadi, kami membawamu ke rumah sakit."

April menghela napas. Dia mengingat Arav. "Mah, bagaimana dengan Kak Arav?"

Brisa menggeleng. "Sepertinya, dia memilih ke tempat seharusnya."

Air mata tiba-tiba lolos dari mata April. Brisa melihat prihatin pada anaknya. Cinta usia muda, Brisa awalnya menyangka anaknya masuk dalam masa puber yang mulai tertarik pada lawan jenis. Merasa akan ada masa cinta datang dan pergi sebelum cinta sejati datang menghampirinya. Namun, melihat April yang begitu sedih, hati Brisa mulai iba dengan percintaan anaknya.

"Tertarik dengan lawan jenis itu alami. Namun, kamu harus masih berpikir rasional. Tidak selamanya cinta itu abadi. Tidak selamanya, cinta itu sesuai dengan permintaan kita. Mama yakin, kelak kamu akan mendapatkan seseorang yang tulus padamu." Brisa mengusap kepala anaknya.

April's Voice (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang