BAB 19 Hantu?

18 8 11
                                    

Aku mengendap pulang, tapi ternyata Mama mempergokiku. Beruntung, dia tak mengetahui hubunganku dengan Kak Arav. Dia selalu mengingatkanku untuk menjauh dari makhluk tak kasat mata itu. Namun, kali ini aku tidak mematuhinya. Apa karena cinta, aku tetap menemui Kak Arav? Bahkan, aku menyiapkan bekal makan untuknya. Pacar yang baik bukan? Dia memakannya, sangat lahap, tapi benar memakan? Tentu saja bekal yang kuberikan padanya tetap utuh hanya saja rasanya menjadi hambar karena telah dimakan olehnya. Dimakan? Ah sudahlah, kau tidak akan mengerti Diary.

"Aku memang memakan bekal darimu, April!" ucap Arav mengerutkan dahi.

Kami sering bertemu, berbaring bersama di taman menikmati bintang. Romantis bukan? Oh ya, Kak Arav selalu membawa headpohe di lehernya. Aku mendengarkan lagu yang sering ia dengarkan. Lagu yang enak didengar. Lagu setahun yang lalu. Namun, dia bilang lagu itu baru keluar satu bulan lalu.

Aku menatapnya dalam. Apa mungkin Kak Arav meninggal setahun yang lalu? Aku memandanganya iba, dia tak menyadari dirinya adalah hantu!

Arav menggigit jemarinya, dia masih merasakan sakit. Apa yang April tulis? Kenapa begitu konyol menganggapnya sudah mati? Terus menyangkal dari tulisan April. Namun, dia masih saja penasaran dengan buku harian kekasihnya itu.

Dia mengajakku ke mall. Sedikit ragu, tapi aku menyetujuinya. Aku bongkar lemari pakaianku, mencari pakaian terbaik. Dress putih yang bermotif, memang aku menyukai warna putih. Tapi, kali ini berbeda, lebih baik dari dress lainnya. Oh ya, aku bahkan memoleskan lip tint di bibirku. Bolehkah aku bilang ini kencan pertama kami? Kak Arav sepertinya menyukai penampilanku. Aku bisa melihatnya dari dia menatapku. Ah! Aku memang cantik. Hehehe....

Kami naik bus bersama. Naas, dresss-ku tersangkut. Aku sangat kesal pada sang sopir yang meminta kami buru-buru. Tapi, emang nggak boleh lama-lama berhentinya sih. Kak Arav bahkan protes pada sang sopir bus yang tentu saja sang sopir tak bisa mendengarnya.

Hati yang berbunga, bersama dengan orang yang kita sayang. Namun, ketenangan kami diganggu oleh kedatangan anak kecil dan ibunya. Anak itu melihat Kak Arav dan akhirnya menangis histeris. Buru-buru aku mencoba memberi isyarat agar berhenti tapi tak bisa menghentikan tangisnya. Pada akhirnya ibu dan anak tersebut turun dari bus.

Kami sangat bahagia main di dalam mall. Beberapa permainan kami mainkan. Beruntung kami datang bukan hari libur hingga tak banyak pengunjung. Tapi, namanya mall, pasti tetap ada pengunjung. Aku mulai merasa tak nyaman saat orang lain menatap ke arahku. Aku bisa mengerti, mereka hanya bisa melihatku dan tak melihat Kak Arav. Bisa membayangkan tatapan mereka yang menganggap aku gila karena berbicara sendiri.

Kak Arav mengajakku ke taman bermain, aku harus mengambil resiko karena akan terpapar sinar matahari. Namun, keinginan bersamanya mengalahkan ketakutanku pada sinar matahari. Beruntung, pada hari itu matahari tak terlalu terik, cuaca berawan.

Banyak permainan yang kami lakukan. Bom-bom car, roller coaster. Oh ya, ada hal bodoh yang kulakukan. Aku tampak cemburu karena Kak Arav melihat gadis yang ingin duduk di sampingku. Kak Arav hanya heran kenapa gadis itu meminta duduk di tempat kami yang jelas diperuntukan dua orang. Aku bisa mengerti kenapa gadis itu meminta duduk di sampingku. Tentu karena dia tak melihat Kak Arav.

Arav mengerutkan dahi. Dia teringat kejadian di taman bermain itu. Ya, memang ada seorang gadis yang ingin duduk di bangku mereka dan itu membuat Arav bingung karena bangku mereka penuh.

Hari itu adalah hari yang membahagiakan untukku. Namun, kebahagiaan itu mulai terusik. Seorang ibu menangis karena tersesat. Ibu tadi bisa melihat Kak Arav karena ibu tersebut adalah jiwa yang tersesat dan tak menyadari bahwa dirinya adalah arwah.

April's Voice (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang