"Kak," panggil April terbata. Matanya menggenang cairan bening. Tak terbendung rasa senang dan rindunya. Dia mendekat, hendak memeluk sang kekasih. Namun, Arav menghindar.
"Apa yang kau lakukan?" Arav mundur ke belakang.
"Kak Arav ...." April menatap Arav penuh keheranan.
"Kau mengenalku?"
"April, aku April. Kak Arav lupa denganku?" April mencengkram lengan Arav. Dia tak rela jika Arav melupakannya.
Arav menepis tangan April. "Kau ini perempuan, mudah sekali mendekati pria!"
"Kak, kita ini kekasih!" April yakin saat mengatakan itu. Mereka bukan berada di dimensi yang berbeda. Seharusnya, mereka lebih mudah bersama.
Arav menyeringai sebal. "Aku ini baru bangun dari koma. Sebelum koma, aku sangat yakin tak memiliki kekasih! Sekarang, kau mengaku-ngaku menjadi kekasihku." Arav menatap April dari ujung rambut hingga ujung kepala, "kau memang cantik. Namun, tidak semua pria dengan mudahnya digoda olehmu!" Bagi Arav, prialah yang harus terlebih dulu mengejar perempuan.
"Maksud Kakak, aku lagi sedang menggoda?" tanya April dengan linang air mata. Tak menyangka Arav akan mengatakan hal menyakitkan itu.
Arav mengembuskan napas pelan. Tiba-tiba tak tega dengan April yang bersedih. "Maaf, bukan maksudku seperti itu. Hanya saja, tidak seharusnya seorang gadis mengejar pria. Biar laki-laki yang berjuang."
"Aku tidak mengejarmu. Kakak yang mengejarku terlebih dulu! Kau yang datang padaku!" kesal April.
"Apa yang kau bicarakan? Kita saja baru bertemu sekali. Apa kau sedang mengalami delusi?" Bagi Arav, April adalah gadis yang aneh.
April memicingkan mata. "Sampai kau mengingat hubungan kita. Kamu akan menyesal telah mengatakan ini padaku!"
"Jangan karena kau cantik lalu bisa berbuat apa pun. Prioritas kecantikan tidak berlaku padaku. Bagiku, semua orang itu sama!"
"Cantik! Cantik! Cantik! Dari tadi yang bilang cantik itu dirimu. Aku tidak pernah mengatakan diriku cantik! Setelah kau mengingatku. Aku akan membalasnya!"
"Ha, gadis aneh!" Arav berbalik badan hendak pergi meninggalkan April. Namun, dia berdiri tak stabil hingga tongkatnya terjatuh ke tanah. Arav mencoba mengambilnya. Tetapi, gerakan April lebih cepat darinya.
"Meskipun kesal. Namun, bukan berarti aku tidak memiliki hati nurani!" April menyodorkan tongkat pada Arav lalu pergi meninggalkan sang kekasih dengan hati campur aduk.
"Siapa perempuan itu?" tanya Ibu Arav melihat kepergian April. Dia melihat Arav dan April berbicara. Namun, tak mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Dia pasien di sini."
"Owh. Cantik, kamu suka?"
"Apa sih, Bu!" ucap Arav mengalihkan wajahnya.
"Suka juga tidak apa."
"Ayo, kita kembali ke kamar. Kalau bicara suka sembarangan deh!"
Ibu Arav memicingkan mata. "Kau ini."
***
"Ibu mau ke mana?" tanya Arav melihat Ibunya tak menggunakan seragam perawat.
Sang ibu menghela napas pelan. "Bertemu dengan pengacara. Sebenarnya, sebelum kamu tersadar, ada yang berniat jahat padamu. Dia menyuntikan sesuatu pada kantong infusmu. Beruntung hal itu bisa dicegah dan sekarang, ibu akan menjadi saksi."
"Siapa dia? Kenapa berbuat jahat?"
"Leon."
"Leon?"
KAMU SEDANG MEMBACA
April's Voice (Segera Terbit)
RomanceKatanya, jatuh cinta itu dari mata turun ke hati. Apakah benar seperti itu? Apakah indra penglihatan mendominasi dari semua dasar cinta? Mungkin, sebagian orang jatuh cinta berawal dari mata. Namun, tidak bagi Arav. Pria muda yang berprofesi sebagai...