"Apa ini?" Arav mengangkat tangannya, petugas tadi menembusnya. Dia menatap tajam sang petugas.
Petugas itu seketika memegang tengkuk, bulu kuduknya merinding. Dia diam sejenak lalu berjalan setengah berlari dari tempat itu.
Arav hanya menatap kepergian petugas yang tampak ketakutan. Cahaya matahari mulai masuk dari kaca jendela. Arav melangkah ke luar, dia menatap matahari yang mulai menyinari bumi. Dia berdiri penuh kebimbangan di tengah jalan. Bagaimana bisa dia berdiri di bawah sinar matahari, jika dia adalah hantu! Bukankah hantu akan bersembunyi di tengah kegelapan?
Penolakan! Dia masih menyangkal apa yang ditulis oleh April. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah. Masih pagi, berharap ibunya belum berangkat bekerja.
Sesampainya di rumah tidak ada kehadiran sang ibu. Arav masuk ke dalam kamar ibunya. Matanya mengedar, tidak ada tanda-tanda sang ibu. Dia melihat sebuah catatan di atas meja makan, yang menyatakan bahwa ibunya lembur dan menginap di rumah sakit.
Arav menyentuh kertas itu, dia hampir saja mengeluarkan air mata. "Kau lihat ini, April? Bagaimana mungkin ibuku menulis note ini jika aku sudah tiada?"
Meskipun minim interaksi setelah kematian sang ayah. Namun, ibu Arav masih melakukan tugasnya sebagai seorang ibu. Dia akan memasak untuk Arav dan akan meninggalkan catatan jika ada keperluan.
Setelah itu, Arav menuju kamarnya. Dia melihat sebuah gitar dan memainkannya. Menyanyikan sebuah lagu untuk April. Cintanya masih sangat besar. Namun, dia tak mempercayai semua yang April tulis. Menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur diri. Apa yang April katakan semua salah.
Waktu terus berlalu, sepanjang hari Arav hanya mengurung diri di dalam kamar. Hingga tak terasa sudah memasuki senja. Dia melihat ke jendela kamar. Menikmati pemandangan alam di sore hari. Bibirnya mengulas senyum. Berharap diberi kemudahan untuk hubungannya dengan April.
Arav turun dari lantai dua, dia mendengar suara di lantai satu. Sang ibu baru saja tiba dengan wajah lelah. "Bu!" Dia setengah berlari hingga tak sadar menabrak tempat sampah kecil yang terletak di bawah tangga. Tempat sampah itu terjatuh.
Ibu Arav menoleh dan berjalan menuju tempat sampah kecil yang terjatuh. Dia mengambilnya dan memindahkan ke area dapur.
"Ibu sudah pulang?" tanya Arav. Sang ibu masih tak menghiraukannya, "Bu," panggilanya lagi. Namun, sang ibu masih tak mendengarnya.
Ibu Arav terus berjalan menuju kamarnya. Arav terdiam, menatap sang ibu yang menutup kamar. Ibunya selalu menghindar darinya. Kini, dia tak akan membiarkan hal itu terus berlanjut, dia langsung mengejar sang ibu. Namun, setelah masuk ke dalam kamar, dia melihat sang ibu yang sedang terduduk di lantai samping ranjang. Ibunya menangis, kepalanya disandarkan pada tepi ranjang. Di dalam dekapannya terdapat album photo keluarga.
"Sampai kapan aku harus seperti ini?" ucap Ibu Arav lirih.
"Bu," panggil Arav.
"Apa yang harus aku lakukan, Idlan? Kenapa kau mengambil Arav dan bukan diriku saja? Kembalikan Arav-ku," ucap Ibu Arav dengan berurai air mata, "aku bisa gila tanpa kalian!"
Arav menatap tak mengerti ibunya. Mengapa sang ibu mengatakan hal konyol. Siapa yang mengambilnya? Ayahnya tak mengambilnya.
"Ayah ...," ucap Arav lemah. Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Apa maksud ucapan Ibunya? "Bu, aku di sini."
Arav langsung menghampiri sang ibu dan hendak memeluknya. Namun, dia tak bisa memeluk ibunya. Arav mengangkat tangannya, menatap kedua tangannya. Dia menembus tubuh sang ibu. Bagaimana mungkin dia tak bisa memeluk sang ibu sedangkan baru saja dirinya menabrak sebuah tempat sampah?
"Bu ...," panggil Arav dengan suara bergetar, "aku di si—ni," ucapnya terbata.
Beberapa kali Arav mencoba memeluk sang ibu. Namun, hal itu sia-sia. Sang Ibu masih terduduk menangis di lantai. Arav semakin tak mengerti dengan kondisi saat ini. Dia tak bisa memeluk sang Ibu. Dia menembus petugas perpustakaan, petugas itu pun seperti tak melihat keberadaannya. Namun, bagaimana dengan April? Dia bahkan mencium gadis itu dan terasa begitu nyata. Bagaimana dengan kedua orang tua April? Mereka berbicara padanya.
Otaknya berputar. Bagaimana dengan teman-teman di kantornya? Semua normal, mereka bekerja seperti biasa. Mereka menerima panggilan telepon pelanggan dan memberi solusi dalam setiap permasalahan. Bagaimana mungkin dia adalah hantu?
Arav sangat menyangkal hal itu. Apakah saat ini dia sedang tertidur? Apakah dia sedang mengalami lucid dream? Arav berlari. Dia menuju kantornya. Dia akan membuktikan bahwa dia adalah manusia. Arav masuk ke dalam lift. Dua orang wanita ikut masuk ke dalam lift.
"Kebiasaan deh, apa lagi sih yang tertinggal? Udah nggak ada yang lembur tahu di kantor!" keluh salah satu wanita itu.
"Bentar doang temenin gua ambil dokumen nasabah. Kalau nggak ambil, besok pagi bisa-bisa nasabah nggak jadi tanda tangan lagi!" sahut wanita satu lagi.
"Gua cuma takut kejadian kaya dulu lagi tahu! Apalagi, kita cuma berdua di dalam lift!"
Arav melirik pada wanita itu. Bagaimana mungkin berdua, jelas mereka bertiga di dalam lift.
"Nggak ada apa-apa. Ini kan nggak semalam waktu itu!"
"Tapi gua merinding banget." Salah satu wanita itu menyentuh tengkuknya, "hawa-hawanya kaya malam itu."
"Nggak ada apa-apa. Lagian, mungkin kemarin lift bermasalah, mangkannya lift ke buka di lantai 13."
"Tapi kaya ada yang nyenggol gua waktu itu. Kayak orang lagi buru-buru, ngerti nggak sih lo?!"
"Iya sih," jawab wanita satu lagi dengan ragu, "tapi, tombol 13 udah nggak bisa dipencet. Gua udah nanya pihak gedung. Selama belum ada perbaikan di lantai itu. Maka, lantai itu akan ditutup. Paling bisa naik tangga darurat. Lagipula, siapa yang mau mencet tombol itu. Semua penghuni gedung juga tahu."
"Kasihan ya para karyawan Terabig Net dulu."
"Namanya juga udah takdir!"
"Tapi siapa sih yang mau meninggal seperti itu? Apalagi, ini satu layanan loh yang meninggal! Gila nggak tuh! Beritanya ditutup aja, soalnya Terbig Net termasuk perusahaan besar. Namun, udah menjadi rahasia umum bagi penghuni gedung ini."
"Udah, kita nggak usah ikut campur. Katanya, masalahnya juga udah selesai. Pelakunya juga udah dipenjara."
Arav terdiam mendengar obrolan dua wanita. Wajahnya pucat. Apa yang sebenarnya terjadi? Dia ingat, wanita-wanita itu adalah dua wanita karyawan asuransi di lantai 14. Dua wanita yang pernah bertemu dengannya di dalam lift, Arav menyenggolnya karena gadis itu tak memberinya jalan.
Ting!Lift terbuka di lantai 13. Lantai perusahaan layanan contac center Terbig Net. Arav keluar dari lift. Dia mendengar suara histeris dari dua gadis itu. Suaranya terdengar sangat ketakutan. Namun, dia tak ada niatan untuk bertanya. Hingga lift tertutup dan kembali naik ke atas.
Arav berjalan gontai menuju ruang layanan. Dia membuka pintu, dirinya sudah disambut oleh teman dan juga supervisor.
"Pergilah, tempatmu bukan di sini," ucap Elang. Kenzo pun mengangguk, menyetujui ucapan dari Elang.
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Kau sudah tahu siapa kita sebenarnya. Namun, kau masih ada kesempatan. Kau berbeda dari kami Arav, yang tak akan bisa meninggalkan tempat ini."
"Apa maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
April's Voice (Segera Terbit)
RomanceKatanya, jatuh cinta itu dari mata turun ke hati. Apakah benar seperti itu? Apakah indra penglihatan mendominasi dari semua dasar cinta? Mungkin, sebagian orang jatuh cinta berawal dari mata. Namun, tidak bagi Arav. Pria muda yang berprofesi sebagai...