00 | Prolog

356 30 0
                                    

Welcome to my story
.

.

"Zek! Cepatlah!" Kane berseru kepada sang teman, Zeke. Sang teman yang di serui mengangguk, lantas segera pergi keluar dari gedung yang naasnya akan meledak karena kebocoran gas yang bisa membakar secara tidak disengaja. Padahal Kane sudah menyusun rencana pembunuhan itu dengan sempurna, tapi sebuah kecerobohan anggota baru bisa menghancurkan ternyata.

'Bruk!

Anggota baru yang baru saja dibicarakan terjatuh dengan cerobohnya saat sedang berlari menyelamatkan diri. Kane berdecak kesal, ia masuk lagi kedalam gedung—tidak menghiraukan suara berat Zeke yang menyahut dari celah tembok.

"Hei! Cepat bangun dan selamatkan dirimu, dasar ceroboh!" rutuknya. Si anggota terbaru meringis, kaki kanannya tertusuk oleh benda tajam. Kane menghela nafas kasar. Malam ini adalah malam sial bagi dirinya sepertinya. Ia membopohnya, membiarkan yang terluka keluar lebih dahulu—padahal diri sendiri juga sedang terluka—agar cepat ditangani.

"Zeke! Cepat keluarkan dia!"

"Bodoh! Kau memperdulikan dia yang bahkan menghancurkan rencana sempurna kita!" Walau begitu, Zeke tetap menurut agar Kane bisa cepat keluar dari gedung. Celah memang kecil, jadi membuat si anggota baru berseru sakit. Tapi Zeke tidak peduli. Kane harus segera keluar.

Setelah si anggota terbaru itu keluar, Zeke mengulurkan tangan kanannya. Kane hendak meraih, tapi sebuah percikan api dari sebuah puntung diatas lantai membuat dirinya tidak jadi. Ia malah berseru kepada Zeke agar cepat menjauh dari gedung.

"Zeke! Cepat pergi! Aku tidak akan bisa keluar!" Gas sudah seluruhnya menguasai isi gedung, pakaiannya yang terbilang membuat susah, dan Kane tidak mau rekan-rekannya terkena dampak dari ledakan gas lalu terkena puing-puing gedung.

"Apa maksudmu?! Aku bilang, cepat keluar!!!" seru Zeke. Kane menggeleng. Dirinya juga terluka. Luka yang pastinya akan membuat mati.

"Cepat pergi!" Dengan sengaja, Kane menutup celah tembok. Dirinya tidak ingin gas lebih banyak keluar dari gedung dan memperluas pembakaran. Walau sia-sia karena wilayah sekitar juga masih akan terkena dampak ledakan. Kane terduduk, ia menyenderkan punggungnya. Tangan kirinya memegangi perut. Darah terus keluar dari sana.

"Cih, sial...."

Rasa sakit membuat pandangan Kane kunang-kunang. Terlihat buram untuk melihat sekitar, tapi dirinya bisa melihat puntung rokok tadi menyala. Api merambat. Kane menutup kedua matanya, berharap yang lain sudah menjauhi sekitaran gedung.

'Duar!!!

Sebuah ledakan hebat berhasil membuat sebuah gedung rusak parah. Puing-puing beterbangan, dan kobaran api yang tidak henti-hentinya menunjukkan betapa dominan dirinya.

'Brak!

Zeke meninju mobil dengan frustasi. Kane sudah mati. Mati dan dirinya tinggalkan. Andai saja anggota yang lain tidak menyeretnya, dirinya pasti akan bisa menyelamatkan atau bisa jadi mati bersama Kane dalam ledakan itu. Zeke mengusap wajahnya secara kasar, lalu duduk termenung dengan segala penyesalan.

"Zek! Bagaimana keadaan sekarang?!" Jethro, anggota bala bantuan menghampiri Zeke yang merupakan sang teman. Zeke tidak menjawab, ia hanya termenung dan menundukkan kepalanya. Tentu hal itu sukses membuat Jethro menyimpulkan sesuatu—karena Zeke tidak akan pernah menunjukkan sisi lemahnya—hingga membuat dirinya menggoncangkan kedua bahu sang teman.

"Tidak mungkin kan?!" serunya. Padahal, biasanya Zeke akan langsung baku hantam dengan Jethro jika diperlakukan seperti itu lalu langsung dilerai dengan tembakan oleh Kane. Zeke tidak berekspresi, namun Jethro bisa mendapatkan jawabannya.

"Tidak...."

Jethro melangkah mundur, lalu menatap gedung hancur dan terbakar yang lumayan jauh dari dirinya dan yang lain. Kane ada disana, kesakitan juga sendirian. Kane. Anggota terbaik diorganisasi. Teman, keluarga, juga adiknya.

"Kau pasti bercanda, kan?!"

Sekali lagi Jethro menepis kenyataan itu. Kenyataan bahwa Kane Lennox telah mati di sakitnya rasa sakit.

☆☆☆

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩

☆☆☆
.

.

.

"Ugh...."

Sialan—seluruh tubuhnya terasa sakit. Dia Kane, mencoba duduk dan menegakkan punggungnya. Kepalanya terasa pusing. Pandangannya juga berkunang. Apalagi telinganya terasa berdengung nyaring, sangat nyaring hingga rasanya gendang telinganya ingin pecah.

'Tok-tok

'Ceklek

"Tuan muda, anda tidak apa?" Seorang pria besar yang baru memasuki ruangan segera bertanya kala Kane yang terlihat sedang menahan rasa sakit. Pria besar mendekat, menatap khawatir Sang tuan muda yang nampak kesakitan.

"Saya baik-baik saja. Kau cepat pergilah keluar," kata Kane saat semua sakit itu sudah mereda. Si pria besar nampak sangat terkejut, tapi ia segera menurut.

"Ka-kalau begitu saya pamit keluar terlebih dahulu." Si pria besar melangkah keluar, daripada dirinya tetap didalam lalu membuat sang tuan muda murka. Setelah kepergian si pria besar itu, Kane menghela nafas. Ia menopang dagu, lalu menatap intens pantulan dirinya yang ada di cermin yang tak jauh dari hadapannya.

Itu jelas bukan dirinya. Kane itu berambut hitam dan bermata merah, sedangkan yang ada di cermin itu berambut pirang dan bermata kuning. Apalagi tidak ada bekas luka di bibir dan di rahang. Serta tinggi dan besar tubuhnya juga tidak sesuai, terasa lebih pendek dan kecil dari dirinya yang sebenarnya.

Ditambah, apa-apaan ini?

Kane tadi sudah mati saat misi, juga seharusnya dirinya sedang melakukan sesi tanya jawab dengan malaikat. Tapi tempat itu bahkan bukan neraka, lebih mirip seperti ruang kerja. Memang alam baka bisa berwujud perkantoran ya?

"Hah ... kesialan apa lagi ini...?"

TBC....

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang