"Huah ...!"Sesosok pria pirang nampak meregangkan seluruh tubuhnya. Akibat duduk lama di pesawat. Dia menguap, lalu kepalanya menoleh kearah belakang. Pria lainnya yang berambut hitam dengan wajah datar tampak melangkah mendekat. Walau sedang berjalan, tapi pandangannya asik mengamati layar ponsel. Koper dia tarik ditangannya yang lain.
"Kau ini, berjalan sambil bermain ponsel." Si pria pirang menegur, menatap kesal pria yang sayangnya adalah adiknya. Si empu yang ditegur tak peduli. Membuat si pirang berdecak kesal. Dia mengintip isi layar ponsel yang sedari tadi sang adik perhatikan.
"Oh? Tak begitu sabar bertemu dengan si kucing, huh?"
Si pirang menyeringai. Si rambut hitam mendengus kasar, lalu langsung berlalu begitu saja untuk masuk kedalam mobil yang sudah disediakan oleh anak buahnya.
"Hei! Aku dengar si kucing sedang ada di vila bersama Ethan!"
"Hm. Kita kesana."
❒❒❒
𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩
❒❒❒
.
.
.
"Terasa menyejukkan, bukan?"
Pertanyaan itu mewakili Kane yang menikmati sekali semilir angin di balkon vila tempat ia dan Ethan berlibur. Dia menutup kedua matanya. Begitu menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.
Ethan yang mengamati dari duduk santainya tersenyum tipis. Jarang-jarang dirinya dan sang adik bersantai ria seperti sekarang. Dia menyeruput lagi tehnya.
Kane yang bertumpu pada pembatas balkon mengernyitkan kedua alisnya, merasa heran dengan keberadaan satu mobil mewah berwarna merah metalik yang melaju mendekat. Dia menoleh kearah Ethan.
"Mobil merah itu, milik siapa? Apa ada orang lain yang ingin berlibur di vila ini juga?"
Ethan mengangkat alis. "Seharusnya hanya ada kita berdua. Dan mobil merah itu, sepertinya aku kenal milik siapa—"
Ethan teringat sesuatu. Dia mengecek ponsel, lalu membuka aplikasi pesan. Jelas ada satu pesan yang masuk tapi tidak dibaca oleh dirinya. Pantas saja. Ponselnya mode silent. Salah dirinya sendiri. Ethan menghela nafas kasar. Dia menatap Kane yang juga menatap dirinya heran.
"Kedua kakak sepupu kita datang kesini. Mereka berdua sepertinya berniat untuk menetap. Kane, kamu tak keberatan, kan?"
Sepupu?
Kane ingat. Ada satu kilas balik yang menampilkan dua kakak sepupu laki-laki Kyle yang saat kecil selalu bermain bersama. Lalu saat remaja, keduanya itu pergi keluar negeri untuk melanjutkan bisnis ayahnya dan beberapa kali memberi kabar. Kane ingat ada beberapa pesan di ponsel milik Kyle yang pastinya dari kedua sepupu itu.
"Hm. Aku tak apa."
Memangnya seberapa mengkhawatirkannya kedua kakak sepupu dari Kyle ini sampai wajah Ethan tak sedap untuk dipandang?
"Mereka berdua ada dibawah. Ayo pergi," kata Ethan. Kane menganggukkan kepalanya. Habis sudah waktunya menikmati semilir angin sejuk.
Keduanya melangkah ke lantai dasar. Saat sampai dianak tangga terakhir, bisa Kane dengar celotehan seorang pria dewasa yang datang dari pintu utama. Ethan jelas tahu suara siapa itu.
"Kyle!" Si pria pirang berlari kecil. Memeluk Kane dengan sangat erat. Betapa rindunya ia dengan sosok sang adik sepupu yang sudah sedari lama tak ia peluk. Hanya bertukar kabar lewat ponsel saja tidak membuat dirinya puas. Kane yang tak suka dipeluk mendorong.
"Kamu masih saja tak suka dipeluk, Kyle." Si pria pirang tertawa, masih ingat dengan jelas rasa tidak suka dipeluk sang adik sepupu. Kane merenggut tak suka akan penuturannya.
"Jangan panggil aku Kyle. Panggil aku Kane." Dia berlalu begitu saja dan duduk di sofa biru panjang. Si pria pirang menyeringai kecil seraya mendengus pelan, lalu ikut duduk di sampingnya. Ethan menggeleng kecil. Dia melirik pria berambut hitam yang sedari tadi terdiam mematung. Dirinya bisa melihat ada aura murka dikedua mata hitam pekat itu.
"Aku menang, Lucian." Dia menyeringai. Ethan duduk di sofa panjang lain dekat keduanya. Sedangkan si pria berambut hitam yang dipanggil Lucian duduk di single sofa. Terdiam menanti sang adik sepupu memeluk dirinya. Cukup kecewa rasanya.
"Kamu itu. Seperti anak kecil. Suka merajuk," kata si pria pirang yang dipanggil Lucas itu berniat menggoda. Kane yang sedang sensi makin panas dibuatnya. Dia menatap nyalang.
"Lagipula, kenapa tiba-tiba kamu ingin dipanggil Kane?"
Kane membuang muka. Ada jeda cukup lama sampai dia kembali menatap untuk menjawab.
"Hanya sedang ingin."
Sungguh, dirinya tidak mau dikirim ke rumah sakit jiwa. Lucas hanya berdehem panjang dan menyantaikan posisinya. Kane tak ingin merasa heran lagi. Terkecuali Lucian. Dia begitu merasa syok entah karena apa. Tapi wajahnya masih tampak datar-datar saja.
"Yah, bukankah lebih baik kalian berdua menjelaskan kenapa kalian mampir kesini lebih cepat dari ketentuan?" Suara Ethan menginterupsi. Si empu sudah kembali pada acara minum teh hangatnya sekarang.
Ketentuan yang dimaksud adalah, Lucian dan Lucas yang diperbolehkan beranjak dari posisi pemimpin dan wakil pemimpin perusahaan milik sang ayah setelah target waktu yang ditentukan oleh ayah keduanya. Tapi sekarang bahkan lebih cepat empat bulan dari waktu sebenarnya.
"Oh, kita melarikan diri," kata Lucas tak peduli nasib selanjutnya perusahaan sang ayah. Salahkan sang ayah. Seenaknya saja menyeret dirinya dan sang adik hanya untuk mengurusi urusan tak penting. Ethan melirik.
"Sudah dipastikan Dad murka sekarang."
"Aku tak peduli pria tua itu marah atau tidak. Yang pasti, sudah puas aku bisa bertemu adik kesayangan kakak yang satu ini." Lucas memeluk lagi Kane yang sedari tadi merenggut tak suka akan keberadaannya.
"Jangan peluk aku!" Kane mendorong Lucas yang hendak mengecup pipinya. Jelas dirinya jengkel. Lucas tak berhenti. Dia benar-benar merasa rindu dengan sang adik sepupunya. Tapi dia sedikit melirik Lucian yang diam dengan aura kemurkaan. Lucas menyeringai kecil.
"Sini, sini. Kamu tidak rindu dengan kakak tersayangmu~?"
"Menjauh sana, dasar homo!"
Gemelatuk gigi geraham bisa Ethan dengar dari Lucian yang sedari tadi diam menahan segala rasa murka. Ethan dengan santai terkekeh kecil setelah menandaskan teh hangat miliknya. Lucian tak tahan. Makanya, dia langsung beranjak sebelum amarahnya membludak didepan kucing kesayangannya.
TBC
Tidak ada paketan alias kuota, makanya lama tdk up.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩
FanfictionKane Lennox. Seorang assassin dengan predikat produk berkualitas tinggi. Disegani akan keterampilannya dalam misi. Hasil dari pelatihan sedari kecil di organisasi. Hidupnya terasa pahit memang. Saat menjalani sebuah misi kecelakaan kecil terjadi...