Mobil yang ditumpangi Lucian dan Kane sudah sampai ditempat pesta dilaksanakan. Hera menepikan mobil, membuat beberapa atensi media mulai menyoroti dengan kamera andalannya untuk sekedar menangkap beberapa gambar dari kedua Cameron yang akan turun dari sana. Tapi sepasang kaki baru keluar, penjaga sudah menghentikan adanya pengambilan gambar.Kane keluar lebih dulu. Baru Lucian keluar dan memimpin langkah. Hera ada disamping Kane, sebagai asisten. Ketiganya melangkah di karpet merah. Setelah sampai di aula pesta, Lucian dan Kane begitu disambut meriah oleh sang pembuat pesta.
Edward Gildeon. Pebisnis muda yang namanya sudah begitu gemilang dimata dunia. Pesta ini ditujukan untuk merayakan keberhasilannya dalam proyek pembangunan hotel bintang lima yang berhasil menarik minat para traveler untuk singgah di sana.
"Selamat datang tuan Lucian dan tuan muda Kyle." Edward tersenyum cerah, mendapati dua anggota Cameron memenuhi undangan pestanya. Kane mengangguk. Berbeda dengan Lucian.
"Menggelikan rasanya ketika kau mengucapkannya seperti saat mereka mengucapkannya." Dirinya sudah terbiasa mendengar segala perkataan Edward yang begitu tak sopan kepada dirinya.
Edward terkekeh. "Ayolah, sesekali aku menjadi seperti mereka tidak terlalu buruk, kan?"
"Lagipula, jarang ada yang bersikap seenaknya dengan seorang Lucian Cameron seperti aku ini." Edward tentu begitu mengerti. Tidak akan ada orang yang begitu berani seperti dirinya saat berhadapan dihadapan Lucian. Pria yang begitu disegani oleh semua orang.
Lucian mendengus pelan. Pandangan Edward beralih di samping sang teman. Kyle, adik sepupu Lucian berdiri disana dengan pakaian rapinya. Sudah lama sekali dirinya tak bertemu dengannya. Tingginya benar-benar meningkat. Padahal kecil dulu, Kyle terbilang pendek. Dia tumbuh menjadi pria yang tampan. Matanya begitu terpaku oleh sesuatu. Edward mengikuti arah pandang Kane.
'Kucing? Dia begitu menyukai kucing sampai-sampai tak sadar dia begitu memperhatikannya tanpa peduli sekitarnya? Sungguh kebiasaan lama yang begitu lucu dan begitu kurindukan.'
Edward tersenyum tipis.
Tidak. Kane tidak memperhatikan kucing yang sedang singgah di balkon. Dia memperhatikan pistol yang sedang dipamerkan oleh salah satu tamu undangan Edward. Begitu keren didalam pandangannya.
☣︎☣︎☣︎
𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩
☣︎☣︎☣︎
.
.
.
"Yah, sudah aku bilang. Orang itu benar-benar tidak bisa dibuat kapok." Seraya mengangkat gelas wine, Edward terkekeh geli. Menanggapi setelah mendengarkan cerita Lucian yang kena serang saat perjalanannya ketempat pesta. Dalam sekali dengar, dirinya langsung tahu dalang penyerangan itu.
Lucian bersedekap tangan. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Dia benar-benar berani kali ini. Bahkan saat aku sedang bersama adikku." Dia melirik Kane yang asik sekali memakan puding dan tidak peduli pada sekitarnya.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak membuatnya benar-benar kapok saja?" tanya Edward setelah menyesap wine merah miliknya.
"Ide yang bagus." Lucian akui dirinya terlalu malas dalam meladeni. Tapi kali ini tak bisa ditoleransi. Karena adiknya terlibat.
"Oh? Bukankah ini tuan Lucas Cameron?"
Sebuah suara pria terdengar. Membuat Edward menoleh. Terlihat orang yang bersuara tadi menyeringai kecil seraya membawa gelas wine. Lucian dan Edward berdiri. Kane? Dia begitu tak peduli dan hanya berfokus pada pistol yang sedang dipamerkan.
"Saya harap mata Anda tidak buta dalam mengenali, tuan Jerome." Lucian dan pria yang dipanggil Jerome itu berjabat tangan.
"Hm? Tentu iya. Saya selalu menjaga kesehatan mata saya."
"Oh, begitu. Tapi saya tidak bertanya."
Edward yang memandang bisa melihat kedua tangan yang sedang berjabat itu saling meremas satu sama lain. Seakan sedang menunjukkan betapa kuat tenaganya. Edward melirik Kane. Mungkin lebih baik dirinya ikut terdampar bersama Kane daripada ikut serta dalam perselisihan antara dua manusia.
"Daripada itu. Apakah anda senang atas hadiah yang saya berikan?" Jerome tersenyum miring. Lalu dia menyesap wine. Lucian tersenyum tipis secara paksa. Tentu dirinya tahu hadiah apa yang dimaksud.
"Maaf, saya tidak menyukainya. Jadi saya menghancurkannya," kata Lucian. Lucian mengeluarkan sapu tangan. Dia membersihkan tangannya yang dirasa terlalu kotor.
"Begitu, sayang sekali." Jerome tersenyum tipis. Apanya yang sayang? Dia tak membutuhkan semua sampah itu. Lalu matanya melirik sosok yang duduk disamping Edward.
"Anda bersama orang yang menarik kali ini."
Lucian menatap tajam. Kali ini, Jerome benar-benar tidak bisa ditoleransi.
'Dor!
'Dor!
Kedua pistol saling menodong satu sama lain. Tembakan peringatan tadi tidak mengenai anggota tubuh, hanya dinding yang tertembak. Edward menghela nafas lelah. Kedua orang itu adalah pengacau pestanya. Tapi dirinya mau apa? Tentu tak bisa melakukan apa-apa. Kane menoleh. Dia terperangah. Begitu merasa terpesona oleh pistol yang sedang dipegang oleh Jerome. Dan sekarang, pistol itu sedang ditodongkan kearah kepala Lucian.
Aula sedikit riuh. Sebagian besar diisi suara wanita yang entah takut atau terkagum karena dua pria yang ketampanannya tingkat tinggi sedang saling todong senjata.
"Jantung, atau kepala?" tanya Lucian. Kedua matanya menatap kelam Jerome. Gelas wine masih Jerome pegang, lalu dia buang. Karena sudah tak ada isi. Si empu yang ditanyai menyeringai.
"Bagaimana jika ginjalmu saja?"
"Dalam anganmu."
Kedua saling menatap tajam. Seakan sedang berperang. Kane menyimpulkan, jika perselisihan itu mungkin terjadi karena seorang wanita. Kenapa? Karena pria yang jatuh cinta akan selalu melakukan hal yang sama untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya. Walau cukup ragu mengingat Lucian yang tipe pendiam. Tapi Kane sadar, dirinya belum mengenal Lucian lebih jauh.
"Pistolnya cantik," celetuknya tiba-tiba. Edward menoleh kearahnya. Cukup terkejut, ternyata adik sepupu dari temannya begitu menyukai pistol. Jerome menyeringai lebar. Dia menatapnya.
"Tapi kamu lebih cantik."
'Bugh!
TBC ....
INI BUKAN BL. Oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩
FanfictionKane Lennox. Seorang assassin dengan predikat produk berkualitas tinggi. Disegani akan keterampilannya dalam misi. Hasil dari pelatihan sedari kecil di organisasi. Hidupnya terasa pahit memang. Saat menjalani sebuah misi kecelakaan kecil terjadi...