12 | Harus Seperti Ini

323 42 0
                                    


Pagi telah tiba, tapi langit begitu mendung seolah tak ingin bagi matahari untuk memunculkan wujudnya. Dua hari telah berlalu. Jadi keempat pria yang berlibur harus kembali lagi ke kesibukan perkotaan.

Tapi mungkin hal itu tidak berlaku bagi Lucas, Lucian, dan Ethan. Tiga pria itu begitu santai dan tidak serius seperti Kane. Sekarang dia begitu sibuk mengatur segala dokumen penting yang telah ditinggalkan begitu lama.

Padahal keahlian dia bukanlah di urusan perkantoran, tapi situasi lah yang memaksanya.

"Hoam ...."

Kane menguap lebar. Dia memutar kursi, hingga berhadapan dengan jendela besar yang menjadi latar belakang meja kerjanya. Melihat gedung-gedung tinggi itu membuat Kane total merasa asing disana. Dia rindu akan masa lalu.

'Tok-tok

"Tuan muda."

Suara ketukan pintu dan deep voice milik Alex membuat Kane segera menoleh. Mendapati Alex yang datang di jam itu membuat Kane bisa menebak kalimat apa yang akan dilontarkan asisten terpercaya Kyle itu.

"Sudah waktu makan siang."

Bingo. Benar dugaan Kane. Dia berdehem singkat, lalu bangkit untuk pergi makan siang. Perutnya juga sudah sedikit lapar karena sibuk mengeluarkan energi hanya untuk bekerja.

"Hei, Alex."

Alex yang semula melangkah dibelakang Kane langsung menjejerkan langkahnya disamping sang tuan muda.

"Bisa kau jaga perusahaan selama dua minggu ke depan?" Kane berencana untuk pergi keluar negeri, tapi perusahaan tak bisa asal ditinggal begitu saja. Nanti kalau perusahaan milik Kyle itu bangkrut, dirinya nanti ikut bangkrut dan jadi miskin.

"Baik, tuan muda." Alex tak ingin bertanya lebih. Walau dipercaya sebagai asisten, tapi dirinya masih sadar diri. Posisinya masih sangatlah rendah hanya untuk menuntaskan tanda tanya di dalam kepalanya.

"Kau yang menyetir." Kane melempar kunci mobil. Alex menangkap dengan baik dan menurut. Dia digaji untuk hal itu. Maka dari itu, Alex dengan santai melajukan mobil menuju restoran yang ingin dikunjungi oleh Kane untuk makan siang.

⧎⧎⧎

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩

⧎⧎⧎

.

.

.

"Nyam."

Suasana sepi menyelimuti kedua orang pria yang notabene nya masih memiliki aliran darah yang sama itu. Kane dan Lucian tidak sengaja bertemu di restoran yang dipilih oleh Kane. Maka dari itu, sebagai bentuk rasa sopan kepada anggota keluarga Kane memilih untuk mengajak Lucian makan siang bersama.

Walau sedikit canggung karena mengingat Kane yang merasa tak begitu dekat dengan Lucian. Di vila pun dia jarang berjumpa Lucian. Tidak, Kane yang menghindar. Mau bagaimana lagi, alarm tanda bahaya yang ada didalam kepalanya berbunyi jika menyangkut Lucian.

Jadilah kedua pria itu berada di satu meja yang sama. Sepi memang karena Kane yang tidak mood bicara dan Lucian yang tipe pendiam. Kane yang sedang makan merasa biasa saja. Dia malah merasa sedikit nyaman karena dirinya lebih menyukai suasana tanpa suara.

Kalau Lucian sendiri merasa senang karena bisa berdua dengan sang adik sepupu tersayangnya, tapi wajahnya tampak datar-datar saja. Dia juga hanya duduk diam mengamati Kane yang sedang makan dan duduk di seberangnya.

Kane yang memakan spaghetti nya tanpa sadar melamun. Dia tersedak karena dua orang pelanggan restoran yang bertabrakan, sehingga terjadi sedikit keributan. Hal itu mengagetkannya. Lucian sigap menyodorkan segelas minuman agar sang adik bisa terselamatkan dari tersedak itu.

"Terima kasih." Kane merasa terselamatkan. Tenggorokannya jadi sedikit sakit. Lucian mengangguk. Dia sedikit melirik keributan kecil yang tak jauh dari keduanya. Keributan itu yang membuat adiknya terkejut sampai tersedak. Pasti tenggorokannya sakit.

"Omong-omong, apa kakak tidak makan?" Spagetti milik Kane sudah tandas dikonsumsi. Si empu yang mengonsumsi bertanya, sebab Lucian yang sedari tadi hanya diam mengamati dirinya makan dan hanya menyeruput kopi hangatnya.

Lucian menggeleng terlebih dahulu.

"Kakak tidak berselera makan." Dirinya hanya ingin mengamati wajah putih pucat dengan rambut pirang pucat serta kedua mata sayu berwarna kuning itu. Begitu patut untuk dirindukan.

Kane menganggukkan kepalanya tanda dirinya mengerti. Dia meminum minumannya.

"Kane."

"...?"

Lucian ingin mengatakan sesuatu. Kane tahu itu. Dia mengamati lebih wajah pria dihadapannya itu. Walau kedua mata hitam pekat itu terlihat dingin, tapi bisa terlihat ada secuil rasa ragu terselip disana. Begitu rapi untuk tidak diketahui oleh orang lain.

"Kakak ingin bertanya."

Akhirnya Lucian memberanikan dirinya. Kane mengangguk saja. Dia menunggu pertanyaan apa yang membuat sang pendiam Lucian itu jadi merasa begitu ragu.

"Kenapa kamu tidak menepati ucapanmu?"

"Hah? Ucapan?"

Kane sedang memproses.

'Ucapan apa yang dimaksud oleh Lucian?'

Lucian menautkan kedua alisnya. "Kamu tidak ingat? Katamu, kamu akan memeluk kakak jika kakak sudah pulang dan ada dihadapan kamu. Tapi semenjak kakak pulang, kamu bahkan dengan sengaja menghindari kakak."

Astaga— Kane tak menyangka. Itu adalah hal yang membuat Lucian si minim ekspresi merasa begitu ragu. Kane menghela nafas kasar dalam hati. Salahkan Kyle yang memberi ingatan, tapi setengah hati. Salahkan juga dirinya yang begitu malas dalam meneliti segala ingatan masa kecil Kyle.

Sekarang, harus dengan apa Kane menjelaskan? Oh— dirinya tahu.

"Hm ... begini. Jadi, beberapa waktu lalu aku mengalami kecelakaan kecil. Nah, karena kecelakaan itu aku mengalami sedikit amnesia. Itu hanya bersifat sementara. Maka dari itu, maaf aku tidak mengingat hal itu."

Kane mengusap tengkuknya. Jangan tertawakan dia. Hanya itu alasan paling logis yang terpikirkan oleh dirinya. Lucian merasa khawatir. Adiknya mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatan, tapi dirinya malah bersikap layaknya tadi.

"Kecelakaan? Sekarang apakah lukanya sudah tidak sakit? Benar-benar baik-baik saja?" Dia memajukan tubuhnya untuk melihat lebih sang adik. Kane mengangguk patah-patah. Dia melirik kearah lain. Tapi tak lama Kane bangkit, lalu memeluk Lucian.

"Ini sebagai aku menepati ucapanku saat dulu."

Walau tak suka skinship, Kane malah melakukannya terlebih dahulu. Semua karena Kyle. Andai bajingan itu tak membuat janji ucapan seperti itu. Dirinya tak akan melakukan pelukan itu. Kane merasa sedikit malu. Semua tatapan pelanggan lain terlayang kearah dirinya dan Lucian.

Lucian balas memeluk. Dia memeluk erat, merasa kalau penantiannya sudah terpenuhi. Dia bisa menghirup lagi harum lavender yang begitu memabukkan sedari lama itu.

'Benar. Harus seperti ini.'

TBC ....

Maybe, Ley akan ganti sinopsis dan prolog. Soalnya ngerasa nggak begitu srek. /Efek dibuat secara mendadak alias gabut sih.

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang