15 | Seseorang yang Tahu

238 31 0
                                    


Hari sudah petang, dan malam belum melolong. Mobil telah sampai di mansion. Mansion yang notabenenya adalah milik Cameron itu menjadi tempat hunian sementara Kane dan Lucian di negara tersebut. Cukup menguntungkan karena jadi tidak perlu menginap di hotel.

Saat sampai didepan pintu utama mansion, bisa terlihat jejeran para pengurus mansion. Sedikit, tapi orang-orangnya sangat profesional. Hasil dari titah sang tuan besar Cameron. Lucian turun terlebih dahulu. Dia mengkode salah satu orang untuk membawa koper dari bagasi mobil. Setelahnya Lucian membuka pintu sisi lain mobil.

Terlihat Kane yang tertidur nyaman dan tak terusik oleh cahaya dari lampu gantung di sana. Padahal katanya dia tak akan tidur karena tidak nyaman tidur didalam mobil. Lucian hendak menyentuh bahu Kane.

'Plak!

Tapi Kane langsung menepis. Dia menatap waspada, seakan jika Lucian adalah musuh yang akan melukainya.

"Kak Lucian."

Kane segera tersadar. Menyadari kalau tadi adalah Lucian yang mungkin hendak membangunkannya. Matanya bergerak liar, memindai ada dimana dirinya sekarang.

"Sudah sampai?"

Melihat mansion nya sudah dipastikan iya. Tapi dirinya bodoh bertanya. Kane keluar mobil. Bukan siapa-siapa. Hanya Lucian. Dia mengatakannya didalam hati seakan sedang memantrai dirinya. Tapi bagi Kane, Lucian juga tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Semuanya membuat dirinya agaknya merasa bimbang.

Lucian hanya memandang kelam punggungnya. Tangannya terkepal erat dibalik tubuh.

"...."

'Lembut didepan. Kejam dibelakang.'

☬☬☬

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩

☬☬☬

.

.

.

"Silahkan, tuan muda." Dia Hera. Salah satu orang kepercayaan Cameron yang ditugaskan untuk mengurus mansion di negara tersebut. Kane masuk kedalam kamar mandi. Membiarkan Hera yang pergi atas perintahnya. Yaitu ada diluar kamar.

Sekarang, Kane berendam didalam bak besar penuh air hangat. Katanya, hal itu atas titah Lucian agar dirinya bisa beristirahat sejenak sebelum pergi ke pesta yang diadakan malam ini. Yah, Kane terima saja.

Dia mendongak, menatap langit-langit yang terbuat dari cermin. Jadi terlihat wajah milik Kyle. Rambut pirang pucat. Dan kedua mata kuning. Wajah Kyle tampan. Tubuhnya terpahat begitu sempurna. Begitu layak untuk dipuja puji. Tapi sayangnya sifatnya bajingan. Itu menjadi nilai minusnya. Namun masih saja ada wanita yang begitu mengaguminya.

Hidup Kane terjamin di Cameron. Bukan sebagai Kane, tapi sebagai Kyle. Dia merasa asing. Dirinya tidak ingin. Otaknya berkata seperti itu, tapi hatinya berkata lain. Semua benar-benar membingungkan. Rasanya pikiran Kane terombang-ambing, entah berlabuh kemana nanti.

Harum lavender agaknya membuat Kane merasa lebih rileks. Dia merasa lebih baik dari sebelumnya.

Setelah selesai berendam, Kane mulai berpakaian. Dia dibantu Hera yang kekeh ingin membantunya. Wanita muda yang sekiranya masih berusia dua puluhan itu Kane akui begitu terampil. Hera tahu harus apa dan selanjutnya akan melakukan apa. Sekarang, Kane pun sudah selesai bersiap.

Saat sampai di lantai dasar, sudah terlihat juga Lucian yang begitu rapi sedang berdiri menunggui dirinya.

"Langsung berangkat," kata Kane lalu masuk kedalam mobil. Dia dan Lucian duduk di kursi penumpang, membiarkan Hera menjadi sopir untuk mengantarkan keduanya ke tempat pesta.

"Kane."

Kane menolehkan kepalanya. "Apa?"

"Tetap waspada dan berhati-hati."

"Aku mengerti."

Dirinya bukan anak kecil yang begitu polos tentang dunia bisnis. Dunia bisnis, juga dunia yang kotor. Penuh dengan manusia yang selalu haus akan kekayaan ataupun kekuasaan. Dengan gelar dan kekayaan Kyle, maka banyak yang ingin menjadikannya sebagai pion agar bisnisnya terus berjaya.

Jika tidak, maka banyak yang ingin mematikannya untuk mengambil keuntungan dari kematiannya. Dua opsi yang begitu mungkin bagi Kane untuk dirinya waspadai.

Seperti halnya sekarang ini. Baru beberapa menit mobil itu melaju, empat buah mobil hitam melaju di sisi kanan dan kiri, serta belakang dan depan. Seolah untuk menjebak agar targetnya tak bisa kabur kemana-mana.

'Dor!

Tembakan melesat, tapi meleset. Karena Hera yang begitu terampil memprediksi kemana peluru akan meluncur. Kane menghela nafasnya kasar. Dia begitu malas. Lucian mengeluarkan pistol. Dia serahkan pada Kane.

"Kane, kapan terakhir kali kamu menembak?" tanyanya. Kane mengingat kilas balik hidup Kyle.

"Dua setengah tahun lalu."

Tapi Kane beberapa hari yang lalu. Tepatnya saat misi itu. Lucian mengangguk. Dia membuka jendela mobil, lalu melempar sebuah granat.

'Duar!

Satu mobil sudah dilumpuhkan.

Lalu sisa tiga. Kane menembaki mobil yang ada disisinya. Hingga pada tembakan kesebelas, mobil lumpuh. Sisa dua. Hera mengecoh kedua mobil itu. Hingga ada kesempatan bagi Lucian untuk melempar granat ke arah dua mobil itu sampai lumpuh total.

'Duar!

'Duar!

Semua itu hanya berlangsung selama dua puluh menit. Waktu yang cukup lama bagi Lucian.

"Mobilnya tidak lecet?" Kane mengintip setelah membuka jendela mobil untuk melihat body mobil apakah ada goresan. Tapi nyatanya tidak ada. Bersih. Masih mengkilap. Dia menoleh kearah belakang. Mobil-mobil tadi meledak beserta orang-orang yang ada didalamnya.

"Menurutmu, kenapa tiba-tiba sekali?" Kane duduk tenang lagi disamping Lucian. Lucian yang sedang mengisi ulang peluru sedikit melirik.

"Mungkin saja seseorang yang aku tahu."

Kane mengangguk saja. Dia mengamati Hera. Wanita muda itu masih tenang-tenang saja seraya mengemudikan mobil. Dan untuk tadi, mungkin akan menarik atensi pemerintah. Tapi pasti mereka tidak akan bisa apa-apa. Penjaga lain? Sebagian dari mereka tak bisa dipercaya. Pengecualian untuk Hera. Dia benar-benar terampil.

Lucian juga. Dia begitu santai walau wajahnya datar. Kane bersedekap tangan. Suhu benar-benar dingin malam ini.

TBC ....

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang