07 | Akhirnya

133 27 5
                                    


"KAU TIDAK BISA MELAKUKAN INI!!!"

Wilder, ia hanya menatap datar Clara yang hendak dibuang ke laut. Alina, wanita itu juga sama. Berteriak ketakutan dengan wajah pucat pasi. Bagaimana lagi, keduanya semula asik berbelanja dan berfoya-foya. Tiba-tiba diseret oleh anak buah Wilder dan dikata akan dibuang ke laut.

"Wilder, kau masih mencintaiku kan?!" Clara masih tak percaya. Lelaki yang telah memberinya segalanya membuang dirinya beserta putri kesayangannya.

"Memang, kapan aku bilang mencintai dirimu?" tanya Wilder balik. Clara tak membalas. Memang benar, Wilder hanya berkata akan memberikan semua yang dirinya inginkan. Tapi Wilder tak berkata mencintai dirinya.

Wilder hanya menghisap dalam cerutunya. Angin dingin dari laut dan dinginnya malam tak bisa menembus overcoat miliknya, tapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lebih santai. Ia menatap rendah Clara yang sudah berada di ujung jurang. Dibawah sana, tepat ada bebatuan dan laut.

"Daddy! Sayang sama Lina kan?! Lina anak kesayangan daddy kan?!" Alina masih tak terima hidup penuh kekayaannya akan segera berakhir. Apalagi berakhir ditangan sang ayah. Wilder menghela nafas kasar. Telinganya terasa panas mendengar segala seruan tak terima ibu dan anak itu.

"Pasti karena dia kan?! Anak bodoh dari wanita sialan itu!!!"

'Dor!

"Mama ..!" Alina berseru seraya berderai air mata. Sang mama sudah terkulai tak berdaya karena timah panas yang menembus kepalanya. Orang yang menahan kedua lengannya masih erat menggenggam, tak membiarkan dirinya memeluk jasad menyedihkan sang mama.

"Huh ...." Wilder menghembuskan asap cerutunya. Ia menatap dingin jasad wanita yang berani sekali menjelekkan dua anggota paling berharga di Cameron tepat didepan dirinya. Pistol yang tadi digunakan ia lempar kembali kepada Shin. Wilder berbalik, menengok sejenak Alina yang berakhir sama dengan ibunya.

'Dor!

"Akh!"

'Byur!

Laut membawa jasad keduanya ke neraka. Seimbang dengan dosa besar keduanya didunia.

"Pergi ke bandara."

"Baik, tuan."

✦✦✦

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩

✦✦✦

.

.

.

"Kyle, kau harus makan."

"Tidak. Aku akan langsung keluar."

Ethan menghela nafas lelah. Adiknya ini, baru bangun tidur langsung mandi dan hendak pergi keluar. Padahal belum makan sedari malam tadi karena begitu pulas dalam lelapnya.

Kane si pelaku yang membuat Ethan lelah tetap pada keinginannya. Pergi keluar dan makan es krim vanilla. Ia menatap kesal Ethan yang tampak perhatian sekali akhir-akhir ini.

"Lagipula, mengapa kau begitu perhatian padaku?"

Ethan menatap mengangkat alis. "Seharusnya kakak yang bertanya. Mengapa kamu begitu menerima segala perhatian kakak dan tidak seperti biasanya?"

Skakmat.

Kane memalingkan muka kearah lain, tidak mau menjawab pertanyaan. Jika dirinya jujur kalau ia bukan Kyle asli dan merupakan jiwa yang bertransmigrasi, pasti akan langsung dikirim kerumah sakit jiwa.

"Semua orang bisa berubah, kan?" Akhirnya itulah jawaban Kane. Ethan berdehem singkat, tak ingin memperpanjang pembahasan. Kane hendak melangkah lagi. Pintu utama mansion sudah terlihat didepan sana.

'Grep

"Hei, kakak belum mengizinkanmu pergi." Ethan tetap menahan, tak membiarkan Kane pergi keluar kediaman. Kane berdecak. Ia menepis tangan Ethan.

"Hanya pergi ke taman kota," kata Kane yang semakin jengkel. Ethan tetap kekeh, bersama dengan Kane yang sama kekehnya. Logan, tangan kiri Wilder akhirnya hendak menjadi penengah.

"Tuan muda, anda diperbolehkan oleh tuan besar keluar kediaman. Tapi masih tetap dalam pengawasan."

Kedua lelaki itu akhirnya berhenti. Anggukan malas Kane anggukan. Pengawasan? Memangnya dirinya anak kecil apa? Harus diawasi segala. Ethan mengangguk setuju. Ia yang akan mengawasi dan ikut bersama sang adik.

"Yasudah," kata Kane final tak ingin memperpanjang. Logan mempersiapkan mobil. Sungguh kedua tuan muda yang sama-sama keras kepala dan saling tak ingin mengalah. Cocok menjadi pasangan debat politik.

Disinilah Kane dan Ethan berada. Taman kota. Pusat dari segala kegiatan santai penduduk kota. Kane yang duduk di kursi taman menyapu pandangan. Anak-anak asik bermain di taman bermain. Fasilitas yang terdiri atas seluncuran, ayunan, serta kotak pasir itu membuat Kane jadi rindu akan masa kanak-kanaknya.

Penuh perjuangan kala seluruh tubuh kecilnya itu dipenuhi oleh berbagai luka.

"Ini."

Suara Ethan membuat Kane langsung menoleh. Es krim vanilla ada ditangan pria itu. Kane menerima. Tak lupa mengucap terimakasih karena sudah dibelikan, dirinya jadi tak perlu berjalan kearah tokonya.

Ethan duduk di samping Kane. Ia memperhatikan, betapa senangnya sang adik kala sedang memakan es krim vanilla. Ethan mengikuti arah pandang Kane.

Taman bermain itu adalah taman yang seringkali dirinya kunjungi bersama Kyle. Bermain bersama disana, ditemani oleh Freya. Mungkin itulah alasan kenapa sang adik begitu ingin pergi ketaman tersebut.

Tak tahu saja, bukan itu alasan Kane ingin pergi ketaman itu.

TBC ....

𝕋𝕙𝕖 𝕃𝕖𝕟𝕟𝕠𝕩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang