bagian 14

92 22 6
                                    

.
.
.
.
.
Di tengah keributan yang terjadi, Rosie minggir menyelinap ke halaman belakang, mengikuti arahan dari Mamanya untuk menyelamatkan Lisa, Pak RT, juga Pak Roy, dan yang paling utama untuk menggagalkan ritual pemanggilan Teddy!

"Siapa di sana?"

Rosie menyipitkan mata, mencoba untuk melihat dengan jelas ketiga sosok yang terikat di tiang besi, tetapi gelapnya malam membuatnya kesulitan mengenali, walau dia sudah memiliki firasat tentang itu.

Rosie melangkah pelan, mengambil obor yang tertancap tak jauh darinya, obor yang menjadi satu-satunya penerangan di tempat itu, lantas kembali melangkah mendekat ke arah ketiga sosok tersebut.

"L-Lisa?!"

Mata Rosie membelalak, kala menyadari tiga orang yang terikat di tiang benar sahabatnya dan dua orang pria paruh baya yang dia kenal.

Rosie berlari, tak peduli dengan apa yang terjadi setelahnya.

"Li?... Lisa. Bangun, Lisa! A-a-apa yang terjadi?" lirih Rosie

Rosie jelas melihat perut Lisa yang berlumuran darah.

Rosie menampar-nampar wajah Lisa, berharap dapat membangunkan orang yang sejak kecil sudah bersahabat dengannya itu.

"LISAAA!!!" teriaknya, tetapi tetap saja tak ada yang terjadi.

Ditancapkannya obor ke samping, lantas dengan cepat melepas sweaternya, merobek agar lebih panjang lalu mengikatkan ke arah luka di perut Lisa.

“Bertahanlah ... Li," gumamnya panik.

Air mata dan keringat dingin menjadi satu di wajah Rosie. Dia tak pernah berpikir hal ini akan terjadi, karena selama ini mereka baik- baik saja meski berurusan dengan para makhluk gaib.

Dengan sekuat hati dia menahan rasa bersalahnya, menyeka air mata dan melepaskan ikatan di tangan mereka.

Rosie membaringkan mereka bertiga satu per satu di tanah, memeriksa Pak RT pertama kali, mengecek denyut nadi dan pernapasannya, dilanjutkan ke Pak Roy, dia menghela napas lega, mengucap syukur karena keduanya masih hidup.

Tatapannya kini tertuju kepada Lisa, dengan gemetar dia menempelkan jari tangan kanannya ke arah nadi di tangan kiri Lisa, memeriksa detak jantungnya.

"Enggak.." Geleng Rosie tidak ingin kebanaran buruk itu.

Tangannya bergetar semakin kuat, dia enggan untuk melanjutkan setelah memeriksa denyut nadi Lisa, tetapi harapnya terlalu besar kepada sahabatnya itu.

Dia terduduk di samping Lisa, atau tepatnya mayat Lisa, karena Rosie tak mendapati detak jantung Lisa lagi.

"LISA!!" teriaknya pilu memeluk kepala Lisa yang berada di pangkuannya bersamaan langit berubah memutih karena Petir.

"TIDAK! KENAPA HARUS DIA? KENAPA TIDAK AKU SAJA? DIA TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH INI!" Susah payah Rosie menahan, tapi tangisnya tak terbendung lagi.

"A-a-apa yang terjadi?" tanya Nek Yuyun yang muncul tiba-tiba di dekat Rosie.

Tak ada jawaban, tetapi Nek Yuyun memahami dengan cepat situasinya setelah melihat Lisa di pangkuan Rosie.

"Aku akan membawa mereka kembali ke desa bersamaku," ucap Nek Yuyun kemudian.

"Tolong hidupkan kembali sahabatku, apa pun akan kuberikan sebagai gantinya, apa pun!" mohon Rosie tanpa menatap Nek Yuyun.

Raut kasihan terpampang jelas, apalagi yang memohon adalah Cucunya, yang baru saja ia temui tidak lama ini.

"Aku bukan Tuhan, tapi setidaknya akan kujaga tubuhnya sementara hingga ada solusi lain," ucap Nek Yuyun lantas menghilang bersama tubuh Pak RT, Pak Roy, dan Lisa.

Sisi Lain 2 ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang