.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Di dalam ruangan pribadinya, Winta duduk di belakang meja kerjanya, wajahnya terlihat kesal. Pikirannya melayang pada Asya, yang seharusnya sudah membalas pesan-pesannya dari pagi. Dia menghela napas panjang, merasa frustrasi. Sejak bangun tadi, dia berusaha menghubungi Asya berulang kali, namun pesan dan teleponnya tidak kunjung mendapatkan balasan.
Memang benar, semalam Asya mengiriminya beberapa pesan, tetapi saat itu ponselnya mati dan dia ketiduran. Sekarang, sudah jam dua siang, dan dia masih menunggu balasan dari Asya dengan penuh harap.
Dalam keresahan itu, pintu ruangan Winta diketuk pelan. Prima masuk sambil membawa beberapa berkas. "Selamat siang bos!" sapanya riang. Sesaat ketika melihat ekspresi Winta yang kusut, wajah Prima langsung berubah. "Lo kenapa?"
Winta menggelengkan kepalanya, berusaha menutupi kekesalan yang mengganggu pikirannya. "Nggak apa-apa," jawabnya singkat, "Apa agenda selanjutnya?"
"Kita ada beberapa proyek yang perlu dibahas," jawab Prima sambil membuka berkas yang dibawanya. Dia meletakkan berkas-berkas tersebut di meja Winta dan mulai menjelaskan. "Pertama, proyek pembangunan gedung perkantoran yang sebelumnya. Klien udah nunggu presentasi kita minggu depan. Dan yang kedua, ada proyek renovasi fasilitas umum di pinggiran kota. Ini proyek yang cukup besar, dan kita harus segera mengurusnya."
Winta mencoba untuk fokus, meskipun pikirannya terus melayang pada Asya. "Oke, terus?" tanyanya, berusaha menggali informasi lebih dalam.
"Ya, jadi untuk proyek gedung perkantoran, lo sama tim pengawasan harus siap untuk presentasi. Lo bisa lihat poin pentingnya di berkas ini," Prima melanjutkan, menunjuk ke beberapa dokumen yang terletak di atas meja.
"Gimana sama proyek renovasi? Ada deadline?" Winta bertanya, berusaha untuk tidak terpaku pada masalah pribadinya.
"Deadline-nya sekitar dua bulan ke depan, sih. Tapi harus segera ambil keputusan tentang desain dan anggaran. Gimana kalau gue atur rapat kecil sama tim minggu ini? Bisa kita tentuin strategi dan siapa yang bakal terlibat dalam masing-masing proyek," ujar Prima.
"Bisa, itu ide yang bagus," jawab Winta setuju, walau pikirannya masih tidak sepenuhnya di tempat.
Prima menatapnya dengan pandangan khawatir, "Lo yakin nggak apa-apa?"
Winta hanya mengangguk, meskipun dalam hatinya dia tahu bahwa dia harus berbagi tentang Asya. "Iya."
"Ngomong kalau ada masalah, jangan dipendam sendirian."
Winta berdecak, "Iya, gue emang nggak apa-apa! Bdw, rapatnya tolong atur cepat, ya."
"Oke bos."
Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan Prima, Winta memutuskan untuk kembali bekerja. Dia membuka berkas-berkas proyek yang ada di depannya, berusaha untuk fokus. Tetapi, meskipun dia berusaha sekuat tenaga, bayangan Asya dan semua pesan yang tidak terbalas terus menghantuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina ✔️
Fiksi PenggemarWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...