019

908 113 17
                                    

Baik kan aku? dikasih double up dalam sehari. Jadi jangan lupa vote nya ya kak 🙃


 Jadi jangan lupa vote nya ya kak 🙃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah selesai makan, Karina dan Winta kembali memasuki kamar. Karina mengatur beberapa kertas desain yang berserakan di atas meja kerjanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari semua yang terjadi. Sementara itu, Winta duduk di atas kasur, menatap Karina dengan tatapan kosong.

Dia melihat Karina, fokus pada pekerjaannya, dengan rambutnya yang tergerai jatuh di kedua sisi wajahnya. Winta memperhatikan betapa seriusnya ekspresi Karina saat dia merapikan kertas-kertas itu. Ada satu hal yang mencuri perhatian Winta—tahi lalat kecil di dekat bibirnya. Winta merasa seolah baru menyadari keberadaan tahi lalat itu, meskipun mereka sudah menikah beberapa waktu lamanya.

Sebuah senyuman getir menyungging di bibirnya. Betapa mudahnya dia mengabaikan hal-hal kecil seperti itu di tengah kekacauan perasaannya. Dia teringat betapa sering dia meremehkan kehadiran Karina dalam hidupnya, terjebak dalam pikirannya sendiri yang tak berujung.

Pikirannya berpaling pada Asya, perempuan yang baru saja keluar dari hidupnya, dan bagaimana hubungan mereka yang penuh gejolak berakhir dengan luka dan bagaimana rasa cemburu yang selalu menggerogoti Winta muncul kembali.

Winta berusaha mengalihkan pikiran itu, kali ini kembali menatap Karina dengan lekat, ada beberapa rasa yang muncul tapi Winta tidak paham perasaan apa itu. Akhirnya, dia berdiri dengan tenang, berjalan mendekati Karina yang masih sibuk dengan kertas desain di tangannya. Dengan sadar, dia menahan tangan Karina, menghentikan gerakan halusnya yang sibuk menyusun lembar-lembar sketsa. Karina terkejut, tatapannya langsung bertemu dengan mata Winta, namun tak ada kata-kata yang terucap. Hanya ada keheningan yang menggantung di antara mereka.

Winta tampak sangat tenang, tanpa gugup sedikit pun. Dia menarik Karina lebih dekat dengan satu tarikan lembut di pinggangnya. Karina tak bisa menahan desakan itu, tubuhnya mendekat ke arah Winta dengan begitu pelan, tetapi hatinya penuh gejolak. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar keras, seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Winta, di sisi lain, tampak sangat terkendali. Tak ada tanda-tanda keraguan atau tidak nyaman di wajahnya. Justru, ada ketenangan yang aneh—ketenangan yang membuat Karina semakin bingung.

Tanpa aba-aba, Winta menunduk dan mengecup bibir Karina. Itu bukan ciuman yang dalam atau penuh gairah, tapi cukup untuk membuat Karina mematung. Bibir mereka bersentuhan sekejap, namun bagi Karina, momen itu seolah melambat, seperti dunia berhenti berputar. Ini adalah ciuman pertamanya, dan dia tak pernah menyangka akan mendapatkannya dari Winta—perempuan yang selama ini dingin dan seakan tak peduli.

Winta menarik diri dengan perlahan, lalu menghela napas panjang. Dia menatap Karina sesaat, lalu mengalihkan pandangannya. Tak ada ekspresi yang berlebihan di wajahnya, tak ada kegugupan atau perasaan canggung. Justru sebaliknya, Winta tampak seperti seseorang yang baru saja menuntaskan sesuatu yang lama membebaninya. Seperti dia akhirnya mendapatkan jawaban atas sebuah pertanyaan yang selama ini mengganggu pikirannya.

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang