.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Winta terbangun, dan ketika matanya terbuka, ia mendapati bahwa Karina sudah tidak ada di kamar. Tanpa tergesa-gesa, ia bangkit dari tempatnya di karpet, mengusap wajahnya dan berusaha menyesuaikan diri dengan pagi yang tenang ini.
Ia melangkah keluar dari kamar, berjalan menyusuri koridor rumah. Ketika ia sampai di dapur, Winta melihat Karina tengah sibuk membantu ibunya, serta seorang pembantu rumag tangga untuk menyiapkan sarapan. Ia berhenti sejenak di ambang pintu, memperhatikan Karina yang tampak begitu serius.
Winta menghela napas, melanjutkan langkahnya menuju ruang makan. Hari ini adalah hari libur, jadi ia tidak perlu terburu-buru bersiap untuk pergi ke kantor. Saat ia mencapai ruang makan, Pak Maheswari sudah duduk di sana, membaca koran pagi dengan tenang. Winta berjalan menuju meja, dan saat ia duduk, Pak Maheswari menurunkan korannya, menyadari kehadiran menantunya itu.
"Pagi, Winta." sapa Pak Maheswari dengan nada ramah. Ia melipat korannya dan meletakkannya di atas meja.
"Pagi, Pak." jawab Winta, menyadari ada keheningan di antara mereka sejenak, tapi seperti biasanya, obrolan tentang bisnis segera mengisi celah itu.
Pak Maheswari mulai berbicara tentang perusahaannya, termasuk beberapa peluang investasi baru yang mungkin bisa mereka ambil. Winta, meskipun masih memikirkan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya, berusaha fokus pada percakapan itu. Setidaknya, membicarakan bisnis adalah cara terbaik untuk mengalihkan pikirannya dari kekacauan yang ia rasakan. Di tengah percakapan itu, Winta sesekali mencuri pandang ke arah dapur.
Di sana, Karina masih berdiri di dekat ibunya. Winta memperhatikan bagaimana Karina sesekali melirik ke arahnya, walaupun hanya sekilas. Setiap kali mata mereka hampir bertemu, Karina segera memalingkan wajah, berpura-pura sibuk dengan tugasnya di dapur.
Di sisi lain, Karina berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan kehadiran Winta. Malam sebelumnya, ketika Winta tiba-tiba muncul di rumah orang tuanya dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja, Karina merasa aneh. Perasaan kecewa dan lelah bercampur menjadi satu dalam dirinya. Apakah Winta peduli padanya? Atau apakah ini hanya sebuah kebiasaan yang tiba-tiba muncul? Karina tidak tahu. Yang ia tahu hanyalah bahwa dirinya tidak ingin terluka lagi. Maka, meskipun Winta hanya beberapa meter darinya, ia berusaha untuk tetap menunduk, tetap sibuk dengan pekerjaannya di dapur, berusaha menjaga jarak antara mereka.
Hingga hampir setengah jam menunggu, beberapa makanan mulai tersaji di meja. Karina berjalan dengan pelan ke meja makan, mengambil tempat duduk di sebelah Winta. Tidak ada obrolan yang berarti di antara mereka. Hanya suara-suara sendok dan garpu, serta percakapan kecil yang sesekali datang dari Pak Maheswari dan istrinya yang hanya berbasa-basi.
"Gimana proyek renovasinya, Winta?" tanya Pak Maheswari sambil menyeruput kopinya.
"Lumayan lancar, Pak. Cuma ada beberapa hal yang harus diselesain, tapi sejauh ini nggak ada masalah besar." jawab Winta, berusaha untuk tetap terdengar fokus meski pikirannya mengembara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina ✔️
FanfictionWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...