025

1K 112 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Begitu mereka tiba di rumah, Winta langsung turun dari mobil tanpa berkata apa-apa, langkahnya tergesa-gesa. Karina yang masih berusaha mengumpulkan pikirannya sempat tertegun sesaat sebelum mengikuti, menatap punggung Winta yang semakin menjauh. Ia tak bisa memungkiri bahwa ada sesuatu yang membuatnya penasaran—tindakan Winta tadi, menariknya keluar butik tanpa peringatan, bahkan tanpa sepatah kata pun di dalam mobil. Ada kesan jelas pada sikap Winta yang membuat Karina salah tingkah; Winta seolah... cemburu?

Sesampainya di depan pintu, Winta membuka kunci dengan cepat, masuk tanpa menoleh, meninggalkan pintu terbuka. Karina menghela napas, berusaha menenangkan degup jantungnya. Setelah menutup pintu, ia mengikuti Winta yang langsung menuju dapur, menyibukkan diri dengan mencari sesuatu di kulkas, seolah tak sadar Karina telah berdiri di ambang pintu dapur, mengamatinya dalam diam.

Winta tampak mencoba meredam perasaannya. Dengan gerakan asal-asalan, ia membuka botol air dan meminumnya langsung tanpa bicara, pandangannya lurus ke depan, wajahnya serius. Karina memperhatikan Winta dari jauh, masih menyimpan senyum samar di bibirnya. Di tengah keheningan yang mencekam, Winta akhirnya meletakkan botol dengan sedikit lebih keras, seolah tindakan itu bisa membebaskannya dari perasaan aneh yang sejak tadi menahannya.

Tak tahan dengan sikap diam Winta, Karina akhirnya membuka suara. "Urusan apa yang kamu maksut tadi?" suaranya tenang, berusaha menghangatkan suasana. Tapi, Winta hanya menoleh sekilas sebelum kembali menatap lurus ke depan.

Winta akhirnya melangkah keluar dari dapur, menuju ruang tamu, lalu duduk di sofa. Karina mengikutinya, duduk di ujung sofa, menjaga jarak meskipun seluruh perhatiannya terpusat pada Winta. Kakinya menggeliat sedikit gelisah, merasa tak nyaman, sementara tangannya bertaut erat di pangkuannya.

Suasana di antara mereka terasa berat, namun Winta berusaha tidak menunjukkan emosinya dengan langsung menyalakan televisi, membiarkan layar menyala tanpa benar-benar memperhatikan apa yang sedang ditayangkan. Matanya terpaku di layar, namun pikirannya masih tertinggal pada kejadian tadi di butik.

Di sisi lain, Karina merasa sedikit bingung. Tidak ada percakapan langsung, namun kehadiran Winta yang tenang tetapi terkesan terganggu itu membuat Karina berpikir keras. Sejenak, ia ingin bertanya apakah ini soal Damar? tetapi ia tidak yakin apakah ini waktu yang tepat.

Beberapa detik berlalu, hingga Winta akhirnya memutuskan untuk menoleh sedikit ke arah Karina, mencoba mencari kalimat yang tepat untuk memecah suasana. Terlintas dalam pikirannya untuk sekadar mengalihkan topik, namun ia sendiri ragu apakah idenya cukup masuk akal. Di saat yang sama, matanya menangkap kandang Ara di sudut ruangan.

Winta menarik napas dalam-dalam, mencoba menyusun kata. "Maksud aku tadi..." ucapnya sambil berdeham, berusaha untuk terlihat biasa. Tapi, kata-kata berikutnya justru terdengar jauh dari yang diharapkan, bahkan untuknya sendiri. "Sebenarnya, urusan itu... Jadi gini, gimana kalau kamu ukur badan Ara sekarang?"

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang