010

880 79 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Winta dan Prima melangkah menuju ruangan Yovan. Sesekali Winta melirik Prima di sampingnya yang sibuk memeriksa dokumen di tangannya.

Prima menyelipkan dokumen ke dalam map, "Gue kira gedung perkantoran kemarin bakal jadi proyek kita paling gede, ternyata ini yang lebih gede. Kalau Yovan kasih angka yang kemarin dia omongin, fix, perusahaan kita bakalan masuk ke majalah bisnis paling top."

Winta tertawa kecil, "Semoga aja nggak ada kendala di tengah jalan. Gue udah cukup pusing ngurusin internal perusahaan bokap, jangan ditambah lagi sama masalah collab."

Prima menyengir. "Alaaaah, drama di perusahaan itu kan biasa, Win. Lo tau kan, hidup nggak lengkap kalo semuanya berjalan mulus."

Mereka berhenti di depan ruangan Yovan. Prima mengetuk pintu, dan tidak lama kemudian, seorang pegawai membuka dan menyilakan mereka masuk. Di dalam ruangan, Yovan sudah menunggu, duduk di ujung meja kerjanya. Di meja, beberapa dokumen kontrak tertata rapi, siap untuk dibahas.

Yovan tersenyum saat melihat kedatangan Winta dan Prima. "Siang kawanku!" sapanya sambil berdiri dan memeluk mereka berdua.

Setelah saling bertukar pelukan singkat, mereka duduk di kursi yang sudah disiapkan. Yovan menggeser dokumen kontrak ke arah Winta dan Prima. "Seperti yang kita omongin sebelumnya, ini proyek pembangunan apartemen yang bakal jadi unggulan di kawasan pusat bisnis. Lokasinya strategis, akses transportasinya gampang, dan paling penting fasilitasnya bintang lima."

Prima mengambil salah satu dokumen itu dan mulai membaca. "Gila, harga tanah di kawasan ini udah melonjak berapa kali lipat, ya? Gak heran kalian ambil kesempatan ini."

Yovan menyeringai. "Itu dia. Kita udah dapet lahan sebelum harga naik gila-gilaan. Kalau semua berjalan sesuai rencana, apartemen ini bakal jadi ikon baru di daerah itu."

Winta menatap angka-angka di depan matanya. "Anggaranya udah disetujui semua pihak?"

Yovan mengangguk. "Udah. Semua investor onboard. Sekarang tinggal kita jalanin proyeknya sesuai jadwal."

Prima tersenyum puas. "Berarti tinggal persiapan tim lapangan dan eksekusi, ya?"

"Betul," Yovan menggeser tubuhnya lebih dekat ke meja, matanya fokus pada Winta. "Gue percaya tim lo di lapangan nggak bakal mengecewakan."

Winta hanya mengangguk kecil. "Aman. Semua supplier udah konfirmasi. Sekarang tinggal urusan birokrasi yang terakhir, gua mau pastiin izin-izin cepet keluar."

Yovan bersandar ke kursinya, tampak lega. "Bagus. Ngomong-ngomong soal tim. Gue pilih Asya yang pegang tanggung jawab di lapangan untuk bagian pengawasan. Gue rasa dia udah cukup mumpuni buat ini."

Winta terdiam sejenak. Dia tahu betul cara kerja Asya, dan bagaimana perempuan itu bisa mengelola tim dengan baik. "Bagus itu."

Yovan mengangguk puas. "Asya bakal mulai briefing sama tim teknis minggu depan. Kalian berdua juga harus ada, supaya semua koordinasi dari awal bisa lancar."

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang