003

859 82 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Malam itu, dua keluarga berkumpul di sebuah restoran mewah, tempat yang dipilih oleh keluarga Maheswari untuk pertemuan makan malam kali ini. Meja panjang dengan hiasan bunga dan lilin di tengahnya tampak bersinar di bawah lampu gantung yang menggantung di langit-langit. Winta duduk di salah satu ujung meja, wajahnya tetap dingin dan tidak menampakkan emosi. Karina duduk di sebelahnya, berusaha sekuat tenaga agar terlihat tenang, meskipun perasaan tidak nyaman mulai menyelimuti hatinya. Suasana antara keduanya terasa canggung, dan itu tidak dapat diabaikan oleh orang-orang di sekitarnya.

Keluarga mereka sedang berkumpul untuk membahas rincian pernikahan yang akan segera berlangsung. Winta, dengan tatapan dinginnya yang biasa, hanya sesekali mengangguk saat pembicaraan mengenai rincian pernikahan diangkat oleh ibu-ibu mereka, sementara Karina hanya memberikan senyuman sopan yang terasa dipaksakan.

"Jadi, kalian udah mikirin tema pernikahan?" tanya Ibu Arindra, wajahnya berseri-seri saat ia berbicara dengan antusias. "Aku pikir sesuatu yang klasik, mungkin di ballroom besar, bisa jadi pilihan yang bagus. Karina, kamu sendiri kan seorang desainer, pasti kamu punya banyak ide bagus."

Karina tersenyum kecil, menoleh pada ibu Winta dengan sopan. "Aku emang lagi rancang beberapa konsep, sama seperti apa yang ibu bilang." jawabnya lembut.

Sementara itu, Winta tidak memberikan banyak tanggapan, membuat Karina merasa sedikit lebih terisolasi. Ada jarak di antara mereka yang sulit dijelaskan, seolah-olah mereka berdua berdiri di sisi yang berlawanan dari sebuah jurang yang tak terlihat.

Namun, suasana canggung itu tak berlangsung lama, karena perhatian segera beralih pada percakapan yang lebih formal-terutama ketika Pak Arindra dan Pak Maheswari mulai membicarakan bisnis mereka. Topik yang membuat perbincangan menjadi lebih hidup.

Pak Maheswari tampak sedikit ragu saat berbicara tentang ekspansi perusahaannya yang sedang berada di fase penting. Suaranya yang tadi hangat, kini terdengar lebih serius. "Jadi begini, saya lagi bingung soal rencana ekspansi ke pasar luar negeri," katanya sambil meletakkan garpunya. "Produk kita emang udah stabil di dalam negeri, tapi saya masih ragu soal strategi buat ngambil pasar di luar."

Semua orang terdiam, mendengarkan dengan seksama. Winta tetap duduk tenang, tidak menunjukkan reaksi yang berarti. Karina hanya diam, merasa semakin kecil di tengah percakapan yang mulai bergeser ke dunia yang tidak ia pahami sepenuhnya.

Pak Maheswari tiba-tiba menatap Winta dan tersenyum kecil. "Winta, kalau menurutmu gimana? Kamu punya masukkan?" tanyanya dengan nada yang santai tapi penuh harap.

Semua orang di meja mendadak terdiam, memandang ke arah Winta yang tetap tenang dan tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. Karina, yang duduk di sebelah Winta, bisa merasakan hawa perubahan dalam suasana. Ayahnya, biasanya begitu percaya diri dalam urusan bisnis, tampaknya kali ini memerlukan bantuan dan pandangan yang berbeda. Dan entah bagaimana, Winta, yang masih tampak acuh, menjadi orang yang dipercaya untuk memberikan jawabannya.

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang