Rumor tentang kedekatan putri dari Perdana Menteri Rhamana dan Raja Jahingir semakin luas. Nyonya Rhamana yang mendengar bukan tidak senang dan bersyukur kepada Tuhan atas kedekatan putrinya, namun, ia khawatir Chandini akan merusak reputasinya karena baginya, ia anak yang nakal.
Rhamana duduk bertumpu tangan memandang ke arah taman dari jendela. Ia melihat jelas putrinya sedang duduk berdua dengan Raja muda itu sambil menyantap roti. Keduanya tampak asyik berbincang dan tertawa.
“Tidak mungkin Chandini menggoda Yang Mulia, kan? Aku percaya ia anak yang lugu walaupun ia nakal!” Rhamana menggeleng-geleng.
Di depannya, Qamar, putra sulungnya tertawa terbahak-bahak. “Ibu, biarkan saja mereka sedang dimabuk asmara. Toh, memang sudah saatnya Yang Mulia memiliki keturunan. Lagipula, kalau mereka menikah, ibu dapat memegang kontrol keturunan Raja sebagai ibu suri. Bukankah itu asyik?”
“Jaga ucapanmu! Aku hanya takut klan lain mengira aku menyalahgunakan kekuasaan sebagai Perdana Menteri! Aku sudah cukup dicap sebagai dalang Yang Mulia! Mereka mengira Yang Mulia adalah bonekaku!”
“Ibu terlalu khawatir. Bagaimana jika mereka benar-benar saling mencintai? Apa kita bisa menghentikan mereka? Sekarang saja, Raja Narendra sudah menikahi adik Raja Batzorig dari Kerajaan Ardagh di Selatan. Dan sebentar lagi, bila Beliau memiliki anak, Raja-”
“Stop menyebut nama itu!” Rhamana yang kesal membentak anaknya. “Ia mengambil semuanya dari kita! Ia mengambil Nash, ia mengambil Raja dan Ratu! Ia mengambil kebahagiaan Jahingir! Ia akan terus menggerogoti kita, Qamar. Lihatlah betapa banyak surat yang ia kirimkan untuk Jahingir yang berisi tantangan? Ia menantang kita untuk berperang? Ia ingin mencetuskan perang saudara?”
“Ibu, kau selalu sensitif bila orang lain menyebut namanya. Bila benar terjadi perang, yang perlu kita lakukan adalah mempersiapkan kekuatan militer kita. Aku sebenarnya belum ada andil apa-apa dalam pemerintahan ini karena aku masih bersekolah, ibu. Namun, aku boleh saja berpikir demikian, bukan? Negeri kita ini masih sangat muda dan sangat kecil. Namun, kita punya 5 klan yang menguatkan Yoda. Klan kita, Ariya, klan terbesar di negeri ini, klan Faroukh, sebagian besar dari mereka adalah petinggi militer, klan Jinan, penguasa pelabuhan dan jago berdagang, klan Firdus, yang menguasai tambang, serta klan Atnan, para cendekiawan dan pemuka agama, bukankah itu mengerikan?”
Ibunya hanya mendengarkan dengan dahi yang berkerut.
“Mengapa kita harus takut dengan Nash? Klan yang mendukungnya hanya 2, dan mereka telah membantai orang-orang yang tidak satu paham dengan mereka. Mereka mengambil paksa pemerintahan tanpa memikirkan betapa semakin kecilnya mereka di hadapan kita. Narendra tidak secerdas itu, ibu. Ia hanya bisa menghancurkan mental kita lewat surat-surat “cinta” yang ia kirim untuk Raja. Lalu, ia menikahi Putri Yade dari Ardagh yang notabene negeri yang sangat besar! Dan Ardagh lah yang harus kita takuti, bukan Nash. Dulu, memang Nash sangat besar dan menakutkan, namun, setelah kita berpisah dan mendirikan Yoda, siapa yang lebih menakutkan darinya?”
“Ibu hanya takut menyakiti hati Yang Mulia. Ia sudah cukup sakit hati dengan dia.”
Ketakutan ibu beranak dua itu benar terjadi. Bulan ke 10, tepat saat bulan bulat sempurna, Jahingir meminang Chandini sebagai Ratunya. Pernikahannya dihadiri oleh para klan dan disambut baik oleh para warga. Walaupun isu tentang Jahingir menjadi boneka Nyonya Rhamana jelas tidak bisa dipungkiri. Namun, ia akhirnya mengundurkan diri dan digantikan oleh Tuan Khimar dari klan Atnan yang dipaksa untuk mangkat.
Tanpa ada rasa sedih, Nyonya Rhamana kembali memimpin klannya dan sibuk menjadi pengamat saja. Ia sudah berstatus sebagai Ibu Suri, dan pandangan politiknya akan menjadi saru atau terkesan berpihak pada suatu kaum bila ia berbicara. Jelas, ia tidak ingin dicap sebagai "pengendali Raja". Maka ia limpahkan semua tanggung jawabnya pada Tuan Khimar, Perdana Menteri muda yang baru saja mangkat.
Namun apakah Khimar bisa lebih bijak dalam membantu Raja yang tergolong sangat muda ini? Belasan tahun umurnya, apalagi kalau emosinya belum stabil. Aku yakin ini menjadi tantangan baginya dalam menghadapi remaja labil. Hanya saja, ia makhluk yang cerdas, ia yakin ia bisa mendampingi Raja Muda itu selayaknya ia sebagai Perdana Menteri yang lurus.
Pendekatan paling pertama yang bisa ia lakukan adalah "berkenalan" dengan Raja. Jahingir yang kesannya ringkih, pasti punya pemikiran sendiri. Ia tidak mungkin hanya duduk diam dan mengikuti arahannya, pikirnya. Namun, ia juga Perdana Menteri. Ia juga harus punya rencana dan pandangan guna didiskusikan oleh Raja.
Akankah amanah yang diberikan padanya bisa ia laksanakan dengan baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkara Karma
Historical Fiction"Bila kau terus memikirkan siapa penerus tahta kita, maka perangilah adik kesayanganmu itu. Mengapa kau selalu berpikir rumit kalau menyangkut masalah Jahingir?" Kalimat itu adalah gambaran dari Angkara Karma. Kisah tentang dua orang Raja yang terla...