Kepanikan pasukan koalisi Ardagh-Nash itu terdengar di telinga Perdana Menteri Farhan yang sedang asyik duduk di lantai. Di depannya jenderal-jenderal petinggi dari kedua kerajaan itu bersujud minta ampun. Mereka benar-benar kehabisan akal mengapa pasukan Yoda susah diterobos.
"Api! Mereka memakai sihir api! Apa Perdana Menteri tidak melihat kepulan api sebesar itu?" Salah satu Jenderal senior itu berseru. Suaranya bergetar ketakutan.
Perdana Menteri Farhan yang tergolong muda itu berdecak kesal. "Sumber air mereka sudah kita bendung, mengapa mereka masih bisa hidup? Ini kemarau dan pasti mereka merasa haus!"
"T-Tuan Farhan, sungai sudah menjadi lumpur dan hutan pun sudah mereka bakar! Kami benar-benar tidak bisa menerobosnya! Prajurit kami di garda depan hangus semua!"
"MAKA BAWALAH AIR!" Perdana Menteri itu mengetuk jari. Ia tidak percaya pasukannya sangat bodoh menghadapi segelintir pasukan Yoda yang minim pengalaman dalam berperang.
Ia berpikir, tidak mungkin pasukan kecil macam mereka bisa mengalahkan pasukannya yang berjumlah banyak. Apalagi mereka adalah jenderal-jenderal pilihan yang cakap dalam berperang. Sehingga mustahil mereka tidak bisa menang. Namun, sungguh disayangkan, pemikiran mereka masih terlalu kuno. Alat-alat perang seperti ketapel batu pun mereka belum punya.
"Kau bilang kau ingin membuat ketapel. Mana buktinya?"
"A-Anu, Tuan Farhan...persediaan kayu yang akan dibuat, sudah kami habiskan untuk bendungan..."
"BODOH! Mengapa kalian tidak mencari penggantinya sejak kemarin? Lalu, mengapa kalian tidak bisa menumpas pasukan yang ada di hutan? Jumlah mereka pasti sedikit, dan mereka bersembunyi di balik semak-semak!"
"Hutan Dagashkar penuh api, kuda dan pasukan kami tidak bisa masuk karena kepulan asap begitu besar. Kami sesak napas! Penutup hidung pun tidak berguna karena asapnya sangat pekat."
"Kalau begitu tunggu sampai asapnya padam. Mengapa kalian begitu bodoh? Dataran ini sangat luas! Kau pasti bisa masuk dari arah mana saja!"
"Masalah itu, Tuan...angin berhembus ke arah kita dan ini musim kemarau. Udara sangatlah kering! Semua yang ada di garis depan sudah hangus dan kehabisan napas! Banyak sekali yang pingsan, bahkan baru berangkat dari sini! Dunia sangat panas, kita seperti dipanggang hidup-hidup!"
Mendengar kekalahan yang semakin menjadi-jadi, Perdana Menteri Farhan menyadari kesalahannya. Ia terlalu meremehkan pasukan Yoda tanpa tahu medan dan kondisi alam yang sangat menantang mereka. Ternyata, Tuhan ada di pihak Yoda, pikirnya.
Ia hanyalah "anak gunung", ia harus berpikir layaknya "anak pesisir" yang bertahan di cuaca ekstrim macam ini. Darahnya mendidih mengingat itu semua. Tekadnya kuat harus memenangkan ini.
"Buat ketapel sebanyak-banyaknya! Bawa air yang banyak, jangan sampai kita lengah. Kita harus memenanginya! Kalau tidak, bisa habis masa jabatanku."
Setelah penyerangan dengan ledakan yang membuat pasukan Koalisi Ardagh-Nash carut-marut, malam pun tiba dan Jenderal Umma kembali ke dalam benteng. Ia menemui Tuan Ilham yang masih terbaring di ranjang. Wajahnya pucat, namun senyumnya menandakan ia sudah lebih baik.
"Tuan Ilham, kami berhasil memukul mundur pasukan Jenderal Damas dengan baik. Tepung itu benar-benar ajaib! Ledakannya seperti sihir! Hanya saja banyak pasukan berkuda kita mengalami luka serius hingga ada yang gugur. Kita kehabisan banyak kuda kalau seperti ini."
Jenderal Umma menaruh helm zirahnya di kaki. Tuan Ilham yang tertawa membuatnya sedikit malu. Ia tidak pernah memimpin perang dan kemenangan siang tadi membuatnya tersipu.
"Khimar memang jenius. Ia sudah memperhitungkan segalanya. Bila tidak, panah-panah tumpul dan lemak tidak akan membuat apinya bertahan. Yang ada mereka hangus terkena angin saat dilontarkan. Namun, jangan senang dulu, perang belum berakhir."
"Jelas." Jenderal Umma ikut terkekeh. "Aku yakin kekeringan ini malah menjadi rezeki untuk kita."
"Jadi, bagaimana dengan Raja? Ia benar datang?"
"Surat yang diberikan memang legal. Namun, aku tidak yakin seorang Raja benar-benar datang membantu kita. Bukankah seharusnya ia menjaga Ibu Kota? Apalagi ia tidak punya penerus."
"Raja Jahingir bukanlah anak-anak. Ia memang tidak berpengalaman dalam berbagai hal, namun kelembutan hatinya membuat kita percaya ia adalah Raja yang baik. Ia selalu membela kita, rakyatnya. Bukankah kedatangannya membuat kita semangat dan merasa terlindungi? Buktinya kau bisa memukul mundur Damas brengsek itu."
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan Ilham. Hanya saja, bukan saya yang berduel dengannya. Siapa tadi yang berduel dengannya? Ia kuat sekali."
"Pastikan kau mengingat siapa yang ada di dekatmu. Kau harus mengembalikan jiwa mereka ke istri dan anaknya, walaupun jasad mereka sudah tidak bisa dikenali lagi."
"Siap."
Mendengar jawaban Jenderal Umma yang terkesan mengiyakan, Tuan Ilham menghela napasnya. Ia tahu anak itu sedang tidak fokus pikirannya. Pasti ada hal yang mengganjal dalam hati, pikirnya. Ia segera mengambil benda yang ada di dekatnya dan ia lemparkan ke arah Jenderal Umma dengan cepat. Jelas, hal itu membuat Jenderal Umma kaget.
"Ceritakan apa yang terjadi! Wajahmu penuh kekhawatiran."
Sentilan dari Tuan Ilham membuat Jenderal Umma tersungkur. Matanya berkaca-kaca seakan ia meluapkan emosinya. "Dua anak Atnan pergi ke kemah musuh. Mereka menyamar menjadi budak dan aku tidak tahu pasti apa rencana mereka. Mereka hanya menyuruhku bertahan selama 3 hari. Bukankah itu misi bunuh diri, Tuan? Yang aku khawatirkan bukan karena klan Atnan menipis, namun karena mereka itu manusia, Tuan Ilham!"
"Mungkin aku harus bercerita sedikit tentang klan Atnan. Tampaknya hanya aku yang mengetahui akal bulusnya. Namun, kau harus berjanji tidak akan menceritakannya pada siapapun. Aku tidak ingin kena masalah."
"Tuan Ilham tahu sesuatu? Aku berjanji tidak akan membeberkan pada siapapun. Aku juga sedikit terusik dengan kejadian tadi."
Tuan Ilham menghela napasnya. "Klan Atnan itu sangat jenius. Jumlah mereka semakin kecil dan mereka tidak punya latar belakang militer. Namun, ilmu mereka sangat kuat, maka banyak dari mereka menjadi guru besar sejak dari zaman dulu. Lalu, bagaimana mereka mempertahankan diri tanpa pedang apapun? Benar, otak."
"Memang kuakui pemahaman mereka tentang ilmu sangat besar. Aku pun banyak belajar dari mereka."
"Tapi, bukan berarti maksud mereka jahat. Hanya saja, cara mereka terkadang tidak pakai hati. Mereka gemar menggunakan racun untuk membunuh orang dan menyalahkan orang lain sehingga mereka tidak pernah didakwa. Namun, dibalik "kepolosan" mereka, mereka hulu rumah bordil di Yoda. Banyak dari mereka membuat rumah bordil pakai nama orang lain agar nama klan mereka tetap bersih. Maka, jangan heran kenapa Khimar bisa mengirim itu semua dari kantong pribadi. Kau pikir lemak hewan murah?"
"Tuhan. Aku pernah dengar tentang racun, namun, tidak dengan rumah bordil. Jadi, dua anak itu..."
"Bisa dibilang dua anak itu berasal dari rumah bordil milik mereka. Maka dari itu aku bilang padamu, mereka datang ke sini untuk misi bunuh diri. Lagipula, bila rencana Khimar berhasil, kita dapat kemenangan. Itu yang terpenting sekarang. Kau tidak perlu khawatir."
"Anda benar. Memang perang itu keji, Tuan Ilham. Semoga Tuhan ada dalam langkah kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkara Karma
Historical Fiction"Bila kau terus memikirkan siapa penerus tahta kita, maka perangilah adik kesayanganmu itu. Mengapa kau selalu berpikir rumit kalau menyangkut masalah Jahingir?" Kalimat itu adalah gambaran dari Angkara Karma. Kisah tentang dua orang Raja yang terla...