ada aja yg ngomen nanggung emosinya katanya, yaudah nih
baydewey ini fokus ke anak-anaknya dulu yaa jd jangan nyari emak bapaknya 🤐
***
Perasaan itu datang lagi.
Perasaan dimana kamu tidak ingin menyerah, tapi kamu tau kalau kamu seharusnya memang pantas menyerah.
Jemma menyibukkan dirinya di dapur. Bukan lagi membuat croissant atau cupcake seperti hari-hari lalu, tapi bereksperimen menu baru yang belum pernah dia olah sebelumya. Tidak ada yang bisa mengganggu kegiatan gadis itu. Zayyan maupun Cessie, tetap Jemma hiraukan. Wilona tentu sempat kena amukannya. Untung wanita berponi itu mengerti dan bergegas pergi sebelum Jemma mengamuk part dua. Ayolah, Jemma hanya ingin menjernihkan pikirannya sebelum bertemu Ziel dan menyelesaikan semua tentang mereka.
Ziel— laki-laki itu nyaris tiap detik mengirim pesan juga menelponnya. Tapi tak ada satupun yang Jemma terima dengan baik. Jelas saja. Teman-temannya yang tak bersalah pun Jemma abaikan, apalagi laki-laki itu yang menjadi akar masalahnya.
Jika Ziel bisa mengabaikan Jemma dengan segala janji yang diingkari, maka Jemma juga bisa mengabaikan laki-laki itu dengan caranya sendiri. Benar-benar mengabaikan.
"Jem, ada—"
"Gue gak mau diganggu, Kak." Jemma menyahut cepat, bahkan sebelum Rea menyelesaikan ucapannya.
"Tapi—"
"Kak!" Jemma menyentak, "plis."
Rea menggaruk dagu. Dia jadi seperti Raisa jika begini. Serba salah.
"Diluar ada Ziel!" Rea ikut-ikutan bicara dengan nada tinggi sekaligus cepat. Lupa bahwa si gadis bermuka cemong penuh tepung itu adalah bos-nya. "Temuin, Jem. Selesaikan baik-baik."
Jemma menghembuskan nafasnya lelah. Mengeluarkan jemarinya yang terasa kebas dari jeratan sarung tangan, lalu beralih melepas topinya. Rambut cokelat itu jatuh tepat di bahu Jemma yang terasa begitu berat. Digenggamnya setiap helai, dia amati dengan mata berembun.
Jemma tak menyukai warna rambutnya.
"Bilang besok aja ketemunya. Sekarang gue bener-bener gak mau di ganggu." Cetus Jemma. Bertemu dengan Ziel rasanya tak sepenting itu sekarang. Ada yang lebih penting. Dan Jemma akan mengurus hal itu dulu, baru akan menemui Ziel. "Minta tolong, ya, Kak."
Setelah Rea pergi, Jemma juga beranjak dari area dapur menuju sebuah pintu. Ini adalah jalan pintas menuju ruangannya.
Di undakan tangga ke tiga, Jemma menghentikan langkah. Memutar badan dan gegas memanggil Firda— si ahli menghias cake. "Kak Fir, nanti kalo ada pesenan cake lagi, over ke yang lain dulu ya. Bisa?"
"Bisa, Jem." Perempuan yang tengah menghias cake bertingkat dua dengan gaya elegan itu menghentikan kegiatannya, "kenapa emangnya?"
Jemma menarik sudut bibirnya sedikit, "minta temenin ke salon."
-oOo-
Masih dibalut seragam sekolahnya, Jemma memasuki sebuah cafe bernuansa romantis itu dengan perasaan gelisah. Entah apa penyebabnya, namun Jemma berhasil tak tenang dibuatnya.
Menuju pojok cafe sesuai arahan, Jemma berhasil terpaku dengan apa yang ia lihat.
Ada Ziel disana. Tampan, tentu saja. Pandangan mereka bertaut. Alis laki-laki itu terlihat mengerut, mungkin menyadari ada hal baru dari Jemma. Sedangkan Jemma, tidak tau harus bereaksi seperti apa.
Meski baru pertama kali bertemu, Jemma mengingat jelas punggung siapa yang kini tengah membelakanginya. Itu— Chika.
Untuk apa Ziel membawa Chika saat laki-laki itu mengatakan bahwa ini adalah kencan mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
1000% GENGSI
ChickLit[TAMAT] Bersama Adinata, Ayyara menyadari satu hal. Bahwasannya, menjalani hubungan tanpa cinta bukanlah sebuah masalah besar. Saling percaya dan komunikasi menjadi pondasi utama meskipun dibumbui segudang gengsi. Karena itu pula, Ayyara tak pernah...