Chapter 4: Pertemuan yang Menyakitkan

748 42 0
                                    

---

Hari itu terasa lebih berat bagi Gawin. Meskipun dia berusaha untuk tetap positif, perasaan tertekan dan cemas menyelimutinya setiap kali dia memikirkan hubungan dengan Joss. Meski Joss memperlakukannya dengan lembut dan penuh kasih, sisi posesif yang semakin menonjol membuat Gawin merasa seolah-olah dia kehilangan kebebasannya.

Di kampus, semua orang tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Gawin berjalan menuju kelasnya, berusaha mengabaikan pandangan mata teman-temannya. Dia tahu Joss selalu mengawasi, terutama saat dia berinteraksi dengan teman-teman lain.

Ketika dia sampai di dalam kelas, Dunk sudah menunggu di bangkunya. Teman-teman mereka mulai memasuki ruang kelas satu per satu, dan Gawin merasa lega melihat Dunk tersenyum padanya.

"Gimana kabar? Lama tidak jumpa!" tanya Dunk dengan ceria.

Gawin membalas senyuman Dunk, meskipun hatinya masih terombang-ambing antara rasa bersalah dan ketidaknyamanan. "Baik, Dunk. Sekadar sibuk dengan tugas kuliah."

Dunk mengangguk. "Pasti banyak yang harus diselesaikan. Tapi kamu jangan terlalu stres, ya."

Gawin hanya bisa tersenyum kaku. "Iya, makasih."

Begitu kelas dimulai, pikiran Gawin berkelana kembali ke Joss. Sementara dosen menjelaskan materi kuliah, Gawin merasakan ponselnya bergetar di dalam tas. Saat melihat layar, nama Joss muncul lagi. Gawin menunduk, berusaha tidak menarik perhatian orang lain. Dia menghela napas sebelum membuka pesan tersebut.

"Aku di luar kelas. Aku mau bicara denganmu."

Detak jantung Gawin semakin cepat. Joss selalu ingin tahu di mana dia berada. Dengan hati-hati, Gawin memberi tahu Dunk bahwa dia harus pergi sebentar. Dia berdiri dan berjalan menuju pintu, di mana Joss sudah menunggu dengan ekspresi serius.

"Kenapa kamu di sini?" Gawin bertanya, berusaha menahan ketegangan dalam suaranya.

Joss tidak langsung menjawab, melainkan mengamati sekitar. "Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Gawin merasa sedikit tertekan dengan perhatian yang berlebihan itu. "Aku baik-baik saja, Joss. Kita baru saja memulai kelas."

Joss menghela napas, tampak frustrasi. "Kamu tahu, aku tidak suka kalau kamu terlalu dekat dengan Dunk. Dia itu... terlalu terbuka. Aku khawatir dia bisa mengubah pandanganmu terhadapku."

"Apa maksudmu?" Gawin merasa hatinya berdegup lebih kencang. "Dunk adalah temanku, Joss. Dia tidak ada hubungannya dengan kita."

"Tapi jika kamu terus bergaul dengannya, aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi," Joss menjawab dengan nada dingin.

Gawin terdiam, hatinya bergejolak antara marah dan bingung. "Kamu tidak bisa mengatur siapa yang boleh aku ajak bicara, Joss. Aku berhak memiliki teman."

"Dan aku berhak untuk melindungimu," Joss membalas dengan tajam.

Gawin merasa perasaan terjebak semakin kuat. Satu sisi dari dirinya ingin melawan, tetapi sisi lain-sisi yang mencintai Joss-membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Dia mengalihkan pandangan ke tanah, berusaha mengatur emosinya.

"Joss, aku... aku perlu ruang. Aku ingin bisa berteman tanpa merasa tertekan. Kamu tidak bisa terus-menerus mengawasi setiap langkahku."

"Ruang? Apa kamu benar-benar percaya bahwa ruang akan membuat kita lebih baik?" Joss menatap Gawin dengan ekspresi campur aduk. "Apa kamu tidak percaya aku hanya ingin yang terbaik untukmu?"

Gawin menelan ludah, berjuang untuk tidak menangis. "Aku percaya kamu ingin yang terbaik, tapi tidak dengan cara ini. Aku merasa seperti... aku tidak bisa menjadi diriku sendiri."

Mendengar kata-kata itu, Joss tiba-tiba melunak. "Gawin, aku minta maaf. Aku hanya... sangat mencintaimu. Kadang aku tidak bisa mengontrol perasaanku."

"Cinta seharusnya tidak membuatku merasa terkurung," Gawin berkata pelan. "Aku mencintaimu, tapi aku juga ingin menjadi diriku sendiri."

Joss menghela napas, mengelus rambut Gawin dengan lembut. "Aku tidak ingin kehilanganmu, sayang. Tapi jika ini yang kamu mau, aku akan berusaha mengubah sikapku. Tapi tolong, percayalah padaku."

Gawin merasakan keraguan dalam hatinya. Dia ingin percaya pada Joss, tetapi kekhawatiran itu terus menghantuinya. Mereka berdiri di sana dalam keheningan, masing-masing terjebak dalam pikiran mereka sendiri. Akhirnya, Joss mengambil langkah mundur, memberi sedikit ruang di antara mereka.

"Baiklah, aku akan memberi kamu ruang," katanya, suaranya bergetar. "Tapi ingat, aku selalu di sini untukmu. Aku akan melindungimu."

Gawin mengangguk, meski tidak sepenuhnya yakin tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat Joss pergi meninggalkan kelas, Gawin merasa beban di hatinya semakin berat. Di satu sisi, dia tahu bahwa dia mencintai Joss, namun di sisi lain, dia merasa semakin terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya seperti ini.

Di kelas, Dunk menyambut Gawin dengan tatapan cemas. "Kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?"

Gawin hanya menggeleng, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku tidak tahu, Dunk. Semua terasa rumit."

Sebelum Dunk bisa menjawab, suara dosen menyela. "Baiklah, mari kita mulai lagi. Apakah ada pertanyaan tentang materi yang telah dibahas?"

Gawin berusaha fokus pada kuliah, tetapi pikirannya terus kembali kepada Joss. Setiap detik berlalu terasa seperti satu jam, dan setiap kali dia menatap ponselnya, harapan dan rasa cemas saling beradu.

Di luar jendela kelas, cuaca terlihat mendung. Seolah-olah, hujan akan segera turun-seperti hati Gawin yang penuh dengan ketidakpastian. Apakah hubungan ini masih bisa bertahan? Atau justru akan membawa mereka pada perpisahan yang menyakitkan?

Dia tidak tahu jawabannya, tetapi satu hal yang pasti: hubungan ini semakin rumit, dan Gawin merasa semakin terjebak dalam lingkaran obsesi Joss yang tak kunjung reda.

---

Trapped in Obsession🔞‼️ (Jossgawin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang