Tidak langsung menemui Valerie, Calvin di suruh menunggu sebentar di ruang tamu. Sedangkan bi Siti masuk ke ruang kerjanya Malik, untuk memberitahu pria itu bahwa ada seseorang yang mencari cucunya.
"Permisi, Tuan. Maaf menganggu waktunya."
Menyadari suara bi Siti, pria itu berbalik badan menatap wanita yang berdiri di depan pintu. "Iya kenapa, Bi?"
"Ada yang mau ketemu sama Valerie. Tuan, sepertinya itu pacarnya Valerie," ujar bi Siti.
Malik meletakkan kembali dokumen yang ia pegang barusan. Sepertinya ia tertarik dengan cerita dari bi Siti. "Bi Siti tau dari mana kalo itu pacarnya Valerie?"
"Firasat aja Tuan, waktu itu juga pas Valerie di rumah sakit dia nelpon, cuman gak Keangkat."
Malik dibuat tambah penasaran, "Ya udah, mending kita liat siapa dia," ajak Malik.
Bi Siti pun setuju. Bi Siti tidak ikut dengan Malik menuju ruang tamu, ia justru menuju kamar Valerie, memanggil gadis itu agar turun ke bawah. "Val, buka pintunya sayang," panggil bi Siti. Tapi tidak ada jawaban dari sang empu.
Senyap, bi Siti pun tidak berhenti sampai di situ saja. Ia kembali bersuara, kali ini kalimat yang ia lontarkan mampu membuat Valerie gelabakan. "Valerie ada cowok kamu," terbaik bi Siti.
Sedangkan Valerie di dalam sana sedang sibuk mandi. Mendengar suara bi Siti, gadis itu lekas bersiap diri untuk turun ke bawah. "Bibi bohong ya?" Saat ia membuka pintu, tepat di depan sana ada bi Siti sedang bersedekap dada.
"Cie, gelabakan. Beneran pacar kamu, Val?"
Pipi gadis itu memerah, "Apaan sih, Bi. Udahlah ayo kita ke bawah," gadis itu mengalihkan pembicaraan. Biar bi Siti tak banyak nanya lagi.
Suasananya sudah seperti sedang lamaran, Valerie turun dari kamarnya menggunakan baju dres yang biasa ia pakai saat di rumah. Tidak terlihat mewah, tapi indah.
Saat sudah berada di bawah, Valerie tidak banyak bicara. Ia hanya diam, sesekali ia tersenyum menatap Calvin.
Hening, tidak ada yang mulai membuka obrolan terlebih dahulu. Hingga akhirnya bi Siti berseru, "Sebentar ya, Bibi ambilin hidangan dulu," ucapnya.
Mereka semua mengangguk, sudah terlalu diam. Malik pun mulai angkat bicara. "Kamu benera pacarannya, Valerie?" tanya basa-basi lagi ia bertanya.
Jleb ..., bagaikan tertampar. Calvin bingung harus jawab apa. Sesekali lelaki itu melempar tatapan pada kekasihnya. Meminta bantuan untuk menjadi pertanyaan itu.
"Kamu benar pa—" Valerie memotong kalimat yang ingin kakeknya ucapkan.
"Em, Kek. Mending tanya yang lain aja, gimana? Pertanyaan itu terlalu cepat untuk ...."
"Untuk apa? Val, Kakek gak mau ya kamu tuh disakitin sama orang lain. Kalo emang dia pacar kamu, ya tinggal bilang aja, biar Kakek tau.
"Valerie tau, Kek. Cuman ...."
"Gak ada kata cuman lagi, Kakek harus menyidang kalian berdua."
"Buset, udah kayak mau ngajuin proposal aja pake disidang segala," gumam Valerie pelan hingga tidak ada yang bisa mendengar celotehnya.
Hal itu dilihat oleh Malik, ia pun berucap demikian. "Kamu kenapa komat-kamit sendiri?"
"Ha? Gak kenapa-kenapa kok."
Malik tidak lagi memperdulikan cucunya, kini fokusnya beralih kepada Calvin. Sedari tadi ia terus mengamati gerak-gerik laki-laki itu. "Gak usah takut, Kakek gak galak kok. Cuman emang kalo marah nyeremin," ungkap Malik memberitahu.
Calvin hanya bisa tersenyum kikuk. "I-ya, Kek. Soalnya Valerie pernah bilang kalo Kakeknya itu galak banget. Jadi, aku sedikit takut pas ngomong sama Kakek," Calvin mencoba menjelaskannya pada kakek.
Siapa sangka, Malik malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar pengakuan dari Calvin. "Haduh, kamu mau aja dibohongin sama Valerie. Kakek gak Sagala itu, kecuali anak sama anak ini, soalnya dia keras kepala." Ucap Malik sambil menunjuk Valerie yang tengah duduk santai.
"Kok aku?" seperti tidak terima jika dirinya disalahkan. ia bertanya ke kakeknya untuk
Malik lagi-lagi tersenyum melihat tingkah laku mengemaskan cucu kesayangannya.
Masih dengan sidangnya Malik bertanya. "Benaran sayang gak sama Valerie?"
"Sayang banget, Kek."
"Yakin? Apa kamu sanggup dengan sifat dia? Dia gak bisa dibentak, dia cengeng tapi dia kuat untuk balas dendam kalo udah disakitin."
Baru kali ini Malik berbicara dengan orang yang benar-benar menyukai cucunya. Bahkan bisa dibilang ini pertama kalinya Valerie bawa cowok ke rumah.
"Siap, Kek. Bukankah seorang laki-laki yang dipegang omongannya. Aku bakal jagain Valerie, kapanpun," ungkapnya.
"Apa kamu akan menelan ludah kamu sendiri, nantinya?"
"Semoga aja enggak Kek. Aku sama Valerie benar-benar ingin serius."
"Yakin. Udah siap emang?"
Malik bukanya ingin menjatuhkan semangat mereka. Tapi untuk melanjutkan kejenjang yang lebih serius, belum saatnya. Karena Valerie masih sangat muda.
"Yakin, Kek, udah."
"Kamu tau artinya kalo udah ngomong gitu? Nikah itu gak salah, tapi nikah gak segampang yang kalian pikirkan. Kalian masih sangat muda, ego kalian masih terlalu tinggi. Kakek ngomong gini, karena kakek tau gimana Valerie."
"Iya, Kek. Aku paham kok, mungkin 2 tahun lagi aku akan mantap mempersunting Valerie," ucap Calvin.
"Iya, pikirkan baik-baik dulu. Soal restu dari Kakek gak usah takut, karena Kakek tergantung sama Valerie."Keduanya asik ngobrol, sedangkan yang dilakukan Valerie malah sibuk dengan anabul nya. Kucing berwarna abu-abu yang sudah lama menjadi teman Valerie saat di rumah.
Perbincangan itu akhirnya selesai, Calvin pun segara pamit pulang. "Kalo gitu aku pulang dulu ya, Kek. Nanti lain pas ada waktu luang, aku main ke sini," ucapnya.
"Iya, hati-hati di jalan ya."
Setelah merasa mobil Calvin sudah menjauh, Malik menatap ke arah cucunya. "Val, dia benaran pacar kamu?" Baru saja hendak menikmati jus jeruk buatan bi Siti, pertanyaan seperti itu terulang lagi.
"Iya, kan Kakek tadi udah dengar sendiri, dia mau seriusin aku."
Gadis itu terlalu polos untuk memahami pikiran laki-laki, meskipun tidak semua, tapi sebagain ada yang seperti itu.
"Val, Kakek cuman mau bilang sama kamu. Jangan terlalu gampang percaya dengan orang yang baru kita kenal, dengan pacaran belum tentu kita tahu sifat asli kita bagaimana."
"Iya, Kek. Valerie tau kok, bi Siti juga sering ngingetin soal itu sama aku," ujarnya.
"Ya udah kamu istirahat aja sana. Biar badan kamu cepat pulih kembali."
Valerie tidak membantah, gadis itu kembali ke kamarnya setelah pembicaraannya nya dan sang kakek selesai.
Sembari menunjuk ke kamarnya, saat berjalan Valerie terus kepikiran soal obrolan kakeknya dan Calvin tadi. "Tuh cowok beneran gak ya bilang kayak gitu? Apa karena lagi ngomong sama kakek, makanya dia bilang gitu."
Overthinking melanda pikiran Valerie, sebelumnya gadis itu tidak pernah seperti itu. Ada apa dengannya?
Ditulis, 12 Oktober 2024
Dipublish, 12 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu
Teen FictionIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...