42. Akur

1 0 0
                                    

David menurunkan egonya, lelaki itu menghampiri sang abang yang sedang bersantai di depan televisi. "Bang," panggilnya.

Daren menoleh sejenak, lalu kembali fokus pada tontonannya.

Merasa dicuekin, David tidak berhenti sampai di situ saja. Lelaki itu justru berdiri di depan televisi, menghalangi tontonan sang abang.

"Kamu kenapa sih? Hobi banget gangguin Abang," kesal Daren.

"Bang, aku mau bilang sesuatu," ujarnya.

"Kalo gak penting, gak usah ngomong sama aku!" bantahnya.

Ego Daren memang sulit dikontrol. Lelaki itu tidak ingin kalah saat berdebat, sama siapapun itu.

"Ini penting, menyangkut tentang keluarga kita." Mendengar kalimat itu Daren menghentikan aksinya, tatapan matanya mengarah ke pada David.

"Mau ngomong apa kamu?"

David menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan. "Gini, Bang. Selama ini aku tau, kita gak akur. Kita punya banyak pendapat yang berbeda. Tapi, aku sadar, kita sama-sama salah. Ego kita terlalu tinggi. Jadi, aku mau maaf sama Abang, selama ini aku udah buat Abang kesal."

Daren tak menyangka, David akan mengatakan semua itu. Tidak hanya David, ia pun merasa bersalah kepada sang adik. Tapi, ego Daren masih tinggi. Ia masih tidak ingin mengalah.

"Terus? Kamu maunya apa?"

David menatap binar mata Daren. Lelaki itu seperti memberitahukan, bahwa banyak hal yang ingin ia bagi pada sang abang.

"Aku gak minta apa-apa, tapi aku pengen kita kembali seperti dulu lagi. Aku juga udah bilang sama mamah untuk lanjutin kuliah aku. Tapi ..., aku gak bisa jadi seperti Abang. Aku punya pilihan sendiri," katanya.

Daren tak memperdulikan hal itu, lelaki itu pergi begitu saja. Namun, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Ia ingin sekali memeluk adiknya, ingin berbagi cerita pada adiknya seperti dulu. Tapi, semua itu terhalang dengan gengsi Daren.

"Gak seharusnya aku nyuekin David kayak gitu. Dia udah berusaha untuk meminta maaf atas semua kesalahannya, tapi kenapa aku gak bisa ngungkapin semua isi hati aku di depan dia? Kenapa?!" Daren mengacak-acak rambutnya, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Bukan hanya David yang mau hubungan mereka berdua kembali akur seperti sediakala. Daren pun mau, tapi terhalang gengsinya.

Tanpa Daren sadari, sosok David sudah berdiri di belakangnya.

"Bang, aku tau kok. Abang pasti mau kita kayak dulu lagi, akur, jarang berantam. Kita bisa kok, bang. Asalkan, Abang harus nurunin ego Abang sendiri," ucapnya.

Daren menoleh ke arah sumber suara, ia merasa malu saat tiba-tiba di sana ada David. Apakah lelaki itu sudah mendengarkan semua perkataannya tadi?

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Daren dengan nada ketus.

Bukannya menjawab, David malah tertawa. Seakan-akan ada hal yang lucu. "Bang, aku tau kok. Abang mau ngomong apa, ngomong aja Bang. Aku dengerin kok," katanya.

Daren tidak menyangka semenjak adiknya keluar dari rumah, kenapa lelaki itu menjadi orang yang humbel? Padahal dulu ia adalah laki-laki pendiam yang malas bicara. Apakah ada sangkut pautnya dengan Valerie? Bisa jadi sih.

"Apaan sih, kamu. Gak usah ngarang deh. Ingat ya, gak ada hal yang penting yang harus aku omongin ke kamu."

Tak mengerti lagi harus berbuat apa, David pun membiarkan Daren seorang diri. Mungkin ia butuh waktu untuk berpikir.

Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang