Mengetahui penyebab cucunya kenapa berubah, Malik terkejut. Tapi, ia mendukung terus cucunya, apalagi gadis itu harus sering-sering terapi.
"Gak papa sayang, mungkin ini ujian dari Tuhan. Kamu harus bisa sembuh dan kembali seperti dulu lagi, Kakek kangen kamu yang dulu," ujarnya memberi semangat.
"Iya Kek, maaf ya. Aku gak dengerin apa kata Bi Siti dulu. Harusnya aku ...."
"Udahlah, Val. Yang terjadi biarlah terjadi. Sekarang kita sambut dunia yang baru, masa lalu kamu tinggalkan jauh-jauh. Daripada kamu sedih gak karuan, mending kita beresin baju, untuk besok kita pergi camping," ajak bi Siti.
Valerie pun tak menolak, ia pergi ke kamarnya.
Usai kepergian Valerie, Malik dan bi Siti ngomong empat mata. Bi Siti bukan hanya asisten rumah tangganya, malakin tempatnya pulang untuk cerita.
"Bi, saya gak tau harus gimana lagi. Saya khawatir soal kondisi Valerie. Penyakit itu jika didiamkan bisa bahaya," curhatnya.
"Kamu yang tenang ya, Bibi juga minta tolong sama David untuk temenin Valerie terapi. Semuanya akan berjalan dengan baik, kita gak boleh berpikir yang bukan-bukan."
"Iya sih Bi, tapi saya ngerasa bersalah. Saya gak bisa memberi perhatian lebih pada Valerie, sampai dia berharap dapat orang lain."
"Jangan nyalahin diri sendiri terus, suatu saat pasti ada yang dengan tulus mencintai Valerie kok. Kita berdoa aja yang terbaik untuk dia,"
Malik mengangguk paham, yang bi Siti katanya itu benar. Ia tidak boleh menyerah, kalau ia menyerah, siapa yang akan memberikan semangat pada Valerie?
Sedangkan Valerie di dalam kamarnya termenung menatap kosong ke arah jendela. Ketika sendiri, bayang-bayang masa lalunya berputar kembali dalam ingatannya.
"Aku yang salah atau kamu sih? Apa aku yang berharap sama kamu? Pernikahan kamu sama dia udah masuk tiga bulan, tapi kenapa aku belum bisa lupain kamu?! Kenapa aku belum bisa ikhlas, Cal?!" Gadis itu menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit dari penghianatan itu kembali ia rasakan.
"Kalau aku tau akhirnya bakalan kayak gini, aku gak akan terima cincin yang kamu kasih dulu sama aku. Aku bahagia kenal kamu, tapi aku juga terluka karena harapan yang pernah kamu kasih sama aku," gumamnya.
Valerie membuka ponselnya, saat membuka galeri, foto kebersamaannya dengan Calvin masih tersimpan rapih di sana. Gadis itu terus menatapi foto itu. "Cal, ini foto pertama pas kita jalan-jalan ke pantai, di sini kita benar-benar keliatan bahagia. Ini juga foto sebelum kamu berangkat ke luar kota dan berubah. Aku kangen banget momen ini, aku pengen bisa balik kayak dulu lagi. Tapi ..., aku sadar, udah gak bisa. Kamu bahagia dengan orang pilihan kamu, sedangkan aku di sini masih mikirin tentang kamu."
Tiba-tiba, deru ponselnya berdering. Nemapkan nama David di sana. Memang, akhir-akhir ini David selalu nemenin Valerie. Tapi, gadis itu merasa beda, saat bersama David ia justru murung. Tidak saat bersama Calvin dulu, mungkin karena Calvin cinta pertamanya.
Seorang anak perempuan memang butuh kasih sayang dari seorang ayah. Agar ia tidak merasa nyaman dengan laki-laki mana pun selain ayahnya. Tapi, Valerie tidak mendapatkan itu, maka dari itu, saat Calvin hadir dalam hidupnya. Ia merasa sangat dicintai.
"Hallo, kenapa, Dav?"
"Kamu mau jalan gak malam ini? Kita ke cups coffee yok."
Valerie diam sejenak ketika mendengar nama cafe itu.
"Boleh aja, jam berapa?"
"Ntar lagi aku jemput kamu.""Oke, kalo gitu aku siap-siap dulu."
Panggilan itu berakhir, meskipun berat. Tapi Valerie menghargai David. Lelaki itu sudah banyak membantunya selama ini.
"Ah, siap-siap dulu deh. Takut dia ke sini." Gadis itu beranjak dari duduknya.
Sekitar 30 menit Valerie di dalam kamar, akhirnya gadis itu keluar juga. Maklum lah ya, cewek kalau siap-siap lama.
Ketika ia berjalan menuju ruang tamu, bi Siti dan sang kakek masih berada di sana. Keduanya seperti sedang asik mengobrol.
"Kamu mau ke mana, Val?" tanya bi Siti.
"Ha? Em, aku mau jalan sama David. Tadi dia nelpon aku, aku boleh pergi?"
Bi Siti dan Malik saling menukar tatapan sebelum keduanya mengatakan. "Boleh," jawab mereka bersamaan.
Bi Siti mengingatkan Valerie agar tidak pulang malam-malam. "Pulangnya jangan malam-malam ya, soalnya kamu cewek. Gak baik anak cewek pulang malam," sarannya.
Valerie mengangguk paham. "Iya, Bi."
Suara ketukan pintu terdengar dari luar, bi Siti segera membukakan nya. "Eh, nak David. Ayo silahkan masuk."
"Iya, makasih ya, Bi."
David duduk sebentar dan ngobrol dengan sang kakek. Sampai akhirnya ia meminta izin untuk membawa Valerie pergi. "Kek, saya izin bawa Valerie keluar bentar ya."
Malik membaggguk. "Iya, kalian hati-hati ya. Oh ya, Dav. Pulangnya jangan malam-malam ya," pesan Malik.
"Iya, Kek."
Keduanya pun pergi dari perkarangan rumah Valerie. Di atas motor, Valerie hanya diam. Ia tidak tahu harus memulai obrolan dari mana. Masih terasa canggung.
"Val, kamu gak papa kan saya bawa ke cafe itu?"
Valerie memajukan wajahnya dekat telinga David, agar suaranya bisa lelaki itu dengar. "Gak papa, memang seharusnya aku lupain semuanya. Toh, dia udah jadi milik orang lain," jawabnya.
Di balik helm full face-nya, David tersenyum. Lambat laun Valerie bisa menerima kenyataan, gadis itu bahkan mulai kembali berbaur dengan orang lain. Tak lagi mengurung dirinya di kamar berhari-hari.
"Baguslah kalo gitu, saya yakin kamu bisa sembuh. Bisa kembali seperti dulu lagi," kata David.
"Makasih ya," ucapnya.
Kalimat yang barusan Valerie lontarkan membuat David bingung. "Makasih untuk apa?"
"Makasih udah bantuin aku keluar dari depresi yang aku alami. Makasih juga, kamu udah buat aku sadar, bahwa gak semua yang kita pikir miliki kita. Dan, makasih juga atas semua yang kamu lakuin buat aku sembuh, sampai kamu bawa aku ke psikolog dan mau nemenin aku terapi pemulihan," jawabnya.
"Oh itu, banyak pelajaran yang saya ambil dari kamu. Saya juga mungkin kalo di posisi kamu gak mungkin sanggup untuk bertahan sejauh ini. Kamu yang hebat, kamu bisa keluar dari zona menyakitkan itu."
Valerie tersenyum. Ini senyuman kesekian kali setelah lama gadis itu tidak memperlihatkan senyumnya pada orang-orang.
"Ah kamu bisa aja," bahkan ia sudah mulai bercanda seperti dulu lagi.
Saat sampai di sana, David segera membawa Valerie duduk di sampingnya yang sedang bernyanyi di sana.
"Kamu tunggu di sini gak papa kan?" Valerie mengangguk sebagai jawaban.
Lagu Hujan dari Utopia dinyanyikan oleh David. Suaranya yang merdu membuat Valerie teringat seseorang. Ia menyimpan nama Calvin di sana, kenangannya dulu seperti diputar kembali dalam ingatannya.
Ditulis, 05 November 2024
Dipublish, 05 November 2024
![](https://img.wattpad.com/cover/376564877-288-k265615.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Dla nastolatkówIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...