10. Keharmonisan

7 1 0
                                    

Seperti perjanjiannya dengan Valerie pagi tadi, Calvin datang ke cafe yang biasa mereka kunjungi. Cukup lama lelaki itu menunggu di sana, namun tidak ada juga tanda-tanda kehadiran Valerie.

"Dia ke mana sih? Dari kemaren ngilang mulu," wajah Calvin terlihat sangat kesal.

Karena tidak ada kepastian, bahkan gadis itu tidak membalas pesan terakhirnya. Hal itu membuat Calvin memutuskan untuk pulang. Sebelum ia melanjutkan perjalanannya ke rumah, ia sempat menghubungi Valerie. Namun, tidak ada jawaban juga dari Valerie. 

Sedangkan di sisi lain, Valerie terbaring lemah di kamarnya. Untuk membuka mata pun rasanya berat. Bi Siti jadi tidak tega melihat kondisi Valerie seperti ini. "Valerie, kamu butuh sesuatu gak?" Gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Kalo kamu butuh apa-apa bilang sama Bibi, ya."

"Iya, Bi."

Bi Siti pun kembali ke dapur, dan membiarkan Valerie beristirahat dengan tenang. Namun bukannya tidur, Valerie malah memainkan ponselnya.

"Kayaknya aku lupa sesuatu deh." Ucapnya sambil berpikir.

Benar saja, tiga panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari Calvin memenuhi layar ponselnya. "Oh, iya. Aku ada janji sore ini, aduh gimana ya?" Jemari gadis itu bermain di atas layar ponselnya, lalu menuju aplikasi hijau dan menghubungi nomor Calvin.

Panggilan pertama tak terjawab, hingga panggilan berikutnya baru diangkat.

"Hallo sayang maafin aku ya. Aku gak bisa datang, badan aku belum pulih," dari suara Valerie sudah bisa dipahami, bahwa gadis itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

Calvin memang kesal, namun ia berusaha untuk mengontrol emosi agar tidak kelepasan.

"Iya, gak papa. Aku yang harusnya minta maaf, aku gak bisa ngertiin kamu."

"Salah aku yang gak kasih tau kamu, harusnya dari awal aku bilang sama kamu. Kalo aku mengalami kecelakaan."

"Gak papa sayang, nanti kalo udah mendingan baru kita ketemuan ya. Atau gak aku aja yang ke rumah kamu."

"Beneran gak papa? Dan, kamu beneran mau ke rumah aku? Ngerepotin gak?"

"Enggak dong sayang, besok aku jenguk kamu ya. Kamu kirim aja alamat rumah kamu ke aku."

"Oke, nanti aku kirim alamat rumah aku. Tapi beneran gak papa, kan sayang?"

"Iya sayang, gak papa. Udah dulu ya, aku lagi nyetir nih."

"Iya, kamu hati-hati di jalan."

"Iya, bye sayang."

Lega rasanya setelah menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa datang. Usai berbicara dengan Calvin lewat telpon, Valerie segera mengirimkan alamat rumahnya.

"Gak sabar mau ketemu dia besok," katanya.

Saat asik sendiri, tiba-tiba pintu kamar Valerie terbuka. Menampakkan sosok Malik di sana, pria itu segera pulang ketika mendapatkan cucu kesayangannya pingsan.

"Kamu gak papa, Val?"

Valerie membenahi posisinya. "Gak papa kok, Kek. Mungkin emang kecapean aja, makanya keseimbangan aku berkurang, malah jatoh, kan jadinya."

"Syukurlah kalo gitu, Kakek takut kamu kenapa-napa. Karena cuman kamu yang Kakek punya sekarang, Kakek takut kejadian orang tua kamu terulang lagi sama ...."

Valerie meletakkan telunjuknya tepat di bibir sang kakek. "Kek, aku gak papa kok. Jangan diingat lagi ya, biarin mamah sama papah bahagia di sana."

Bukan hanya Malik yang merasa kehilangan anaknya, Valerie juga merasa kehilangan orang tua yang sangat ia sayangi. Terlebih dirinya yang tidak mendapatkan peran orang tua dari umurnya 10 tahun. Tak mudah baginya untuk melewati hari-hari yang dihantui oleh bayang-bayang kerinduan.

"Kamu benar, Val. Kejadian itu udah lama, Kakek harus iklhas. Seenggaknya, jika Tuhan mengambil kedua orang tua kamu, Dia masih menyisakan bidadari cantik seperti kamu untuk Kakek."

Valerie tersenyum, lalu memeluk kakeknya. "Kek, Tuhan itu adil. Dia gak pernah mengambil sesuatu yang bukan milik-Nya, dan juga Dia tidak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya."

Obrolan yang tidak pernah sebelumnya mereka bicarakan, kini mereka ceritakan. Keduanya saling menguatkan. Mereka sama-sama ditinggalkan oleh orang yang sangat mereka sayangi.

Bi Siti tidak sengaja mendengar obrolan itu, bukan hanya Malik yang khawatir akan kondisi Valerie. Dirinya pun sama, apalagi sudah lama ia mengabdi pada keluarga besar Haidar, dari ayahnya Valerie masih kecil hingga sekarang.

"Permisi, maaf menganggu waktu kalian. Bibi cuman mau kasih obat Valerie, sama makanan aja."

Kehadiran bi Siti membuat keduanya menatap ke arah pintu secara bersamaan. "Silahkan, Bi. Lagian Valerie memang harus banyak makan kan, dan minum obat yang rutin biar cepat sembuh."

Bi Siti menyerahkan nampan berisi makanan dan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. "Di abisin ya, Val."

"Iya, Bi. Lagian makanan Bibi selalu aku abisin, kok. Soalnya enak banget," balasnya.

Bi Siti tersenyum senang. Valerie memang pandai membuatnya bahagia, meskipun hanya sekedar masakan biasa. "Ah, kamu bisa aja deh. Ya udah, Bibi mau lanjut beres-beres di bawa dulu."

Malik menatap wajah cucunya, wajah itu benar-benar mirip dengan anaknya. "Kamu mirip banget sama papah kamu, Val. Kelembutan hati kamu persis seperti mamah kamu. Kakek meletak banyak harapan sama kamu, tumbuh dengan sehat ya sayang," ucapnya dalam hati.

"Abisin ya makannya, Kakek mau ke bawa dulu," pamitnya.

Valerie menganggukkan kepalanya. Mulutnya sibuk mengunyah makanan.

***

Calvin sudah berdiri di depan pagar rumah Valerie. Tapi ia tidak kunjung menekan tombol bel. "Deg-degan, takut ketemu sama kakeknya. Valerie bilang, kan kakeknya galak," gumam Calvin.

Niat ingin kembali ke mobil, ia malah bertemu dengan supirnya Valerie.

"Kamu siapa? Mau apa ke sini?" tanya Ferdi—supir pribadi keluarga Haidar.

"Em, saya mau ketemu sama Valerie, Pak. Apa dia ada?"

Ferdi mengamati laki-laki yang berada di hadapannya saat ini. Merasa tidak ada yang harus dicurigai, ia pun memperbolehkan lelaki itu masuk.

"Oh, temannya non Valerie ya?"

Calvin diam sebentar, dia berucap dalam hati. "Kalo aku bilang pacarnya Valerie, pasti bakalan jadi masalah. Mending ngaku temannya aja deh."

"Dek, temannya Valerie?" tanya Ferdi sekali lagi.

"Iya Pak, saya temannya Valerie. Dia ada kan?"

"Ada, ayo masuk," ajak Ferdi.

Tidak langsung masuk, Calvin menunggu di depan, sembari menunggu Ferdi kembali.

Ferdi ke dalam memanggil bi Siti, ia takut jika salah orang. "Bi Siti, ada tamu di depan. Katanya mau ketemu sama Valerie," lapor Ferdi.

"Siapa?"

"Gak tau, saya juga gak kenal."

Bi Siti langsung keluar mengecek siapa yang datang. Meskipun belum pernah bertemu dengan Calvin—pacarnya Valerie. Tapi filing bi Siti mengatakan bahwa dia kekasih Valerie.

"Cari siapa ya?" Bi Siti bertanya.

Calvin membungkukkan sedikit badannya, sebagi bentuk penghormatan. "Cari Valerie, Bu. Oh, ya, perkenalkan nama saya Calvin," lelaki itu memperkenalkan dirinya.

"Kan, benar dugaan aku," gumam bi Siti dalam hati.


Ditulis, 11 Oktober 2024
Dipublish, 11 Oktober 2024


Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang