Setelah mendapatkan perawatan lebih lanjut, Valerie kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa. Sudah tujuh bulan lamanya gadis itu merenungi Calvin. Sekarang ia memutuskan untuk mengikuti sarana-sarana dari dokter dan David. Gadis itu ingin sembuh, dan bisa kembali menerima orang baru dalam hidupnya.
"Val, ayo." Valerie berjalan keluar, menghampiri David yang sudah berdiri di depan pagar rumahnya.
"Makasih ya, Dav. Udah mau jemput aku," ucapnya.
"Sama-sama, ya udah jalan yuk. Ntar kamu telat lagi," final David.
Meskipun David sesederhana itu, tapi Valerie tidak ingin langsung percaya seperti dulu lagi. Ia butuh waktu untuk cari tahu siapa sebenarnya David. Tak ingin kejadian seperti dulu terulang untuk kesekian kalinya.
"Val, nanti pulangnya langsung ke cafe gak papa kan? Saya masih ada kerjaan di sana," ucapnya di antara keinginan.
"Bisa, nanti pas udah selesai makul (mata kuliah). Aku langsung ke sana,"
"Oke, aku tunggu di sana ya. Hati-hati nanti pas jalan ke sana," pesan lelaki itu.
Valerie terkekeh pelan. *Apaan sih, udah kayak anak kecil aja disuruh hati-hati. Aku tau rambu-rambu lalu lintas kali," jawabnya.
"Yah, gak papa sih. Kan peringatan aja, biar kamu terus hati-hati."
Kini Valerie mulai kembali bercanda, meskipun terkadang saat sendiri gadis itu masih teringat tentang Calvin. Tapi, ia berusaha untuk menghalau semua pikiran itu. Valerie meng sugesti pikirannya. Bahwa Calvin telat menyakiti hatinya.
"Ya udah, aku masuk dulu ya. Bye," gadis itu berpamitan dengan David yang masih stay di sana.
Usai Valerie masuk ke dalam kampus, David bergumam demikian. "Andai kamu bisa dimiliki, Val. Aku bahagia banget."
Valerie punya daya tarik tersendiri agar orang lain menyukainya. Gadis itu benar-benar pintar membuat orang lain nyaman saat berada di sisinya.
Seperkian detik kemudian, David segera melajukan motornya menuju cafe tempat ia bekerja.
Sedangkan di kampus, Valerie duduk di bawah pohon yang rindang sembari membaca buku. Beberapa orang menatap aneh ke arahnya, tapi Valerie tidak peduli akan hal itu. Ia memilih untuk bodo amat dan melanjutkan bacaannya.
"Eh, itu Valerie yang katanya gagal nikah itu bukan sih? Yang udah dilamar tapi diselingkuhin."
"Iya, kasian banget ya. Padahal dia cantik loh, kok bisa disakitin kayak gitu?"
"Apalagi pas itu di cafe Cups Coffee, cowoknya kasih cincin di depan orang banyak. Gak kebayang sih gimana rasanya dia nahan sakit, sekaligus nahan malu juga."
Bisik-bisikkan seperti itulah yang Valerie dengar. Ia baru kembali ke kampusnya, tapi berita dirinya yang ditinggal nikah itu menyebar luas.
"Sial, gara-gara cowok kamparat itu. Aku jadi bahan omongan orang lain," ini pertama kalinya Valerie berkata kasar. Gadis itu benar-benar kesal dengan omongan mereka tentang dirinya.
Tak ingin mendengarkan apa pun lagi, Valerie segera beranjak dari sana menuju kelasnya. Namun, di perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang menyapa dirinya. Valerie benar-benar tidak menyangka orang itu akan mengatakan kalimat ini padanya.
"Hai Valerie, kamu yang sabar ya. Maaf bukan aku mau ikut campur urusan kamu, tapi aku dengar-dengar dari anak-anak kamu barusan ditinggal nikah ya?"
Valerie tersenyum singkat pada gadis berambut cokelat itu. "Iya, tapi it's oke. Mungkin dia emang bukan jodoh aku. Lagi pula, itu bisa jadi pelajaran untuk diri aku dan orang lain. Untuk gak terlalu berharap dengan siapapun selain Tuhan," balasnya.
"Kamu benar, Val. Ya udah kalo gitu aku mau ke kelas dulu ya, bye." Valerie mengangguk paham dan membiarkan gadis berambut cokelat itu pergi.
Baru saja hendak melangkahkan kakinya, deru ponsel Valerie berdering. Sebuah notifikasi pesan berbunyi.
David (penyanyi Cafe)
Hallo Valerie, udah mulai kelas belum?
Belum, ini baru mau masuk ke kelas. Emang kenapa, Dav?
Gak papa, mau nanya aja
Oh, ya udah. Aku masuk kelas dulu ya
Iya, jangan lupa nanti kalo udah selesai langsung ke cafe ya
Iya, tenang aja. Aku bakal ke sana kok
Pesan terakhir itu berhenti di Valerie, gadis itu segera menaruh ponselnya kembali ke dalam tasnya.
Bukan hanya orang-orang di sekitar taman tadi, bahkan di dalam kelasnya Valerie mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang itu.
Valerie menundukkan kepalanya, ia bukan tipikal orang yang suka dengan pertengkaran. Jadi ia membiarkan orang-orang beranggapan apa pun tentang dirinya.
"Udah biarin, Val. Mereka kayak gitu karena mereka gak ngerasain apa yang kamu rasain. Mungkin, kalo mereka ada di posisi kamu, belum tentu mereka sehebat kamu, " gumamnya dalam hati. Gadis itu berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Hari sudah hampir sore, akhirnya matkul (mata kuliah) Valerie telah usai. Gadis itu bergegas menuju cafe, seperti janjinya tadi siang.
"Gak sabar mau ketemu, David," girangnya.
Sebelumnya Valerie tidak pernah seperti ini saat bertemu dengan David. Apakah gadis itu mulai membuka hatinya untuk orang lain?
"Valerie," terdengar suara seseorang memanggil namanya. Valerie menoleh ke belakang, melihat siapa orang itu.
"Calvin? Dia ngapain ke sini?"
Valerie memundurkan langkahnya. Ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu lagi. Saat melihat wajah lelaki itu, seperti mengingat kembali luka yang pernah lelaki itu berikan padanya.
"Mau apa kamu ke sini lagi?!"
"Aku cuman mau mastiin kondisi kamu, Val," peduli apa dia soal kondisi Valerie, bukankah selama ini dia adalah sumber lukanya.
"Peduli apa kamu soal kondisi aku, ha?! Udahlah gak usah basa-basi lagi, aku juga udah lupain kamu. Kenapa kamu kembali hadir dalam hidup aku, Cal? Jawab?!"
Calvin diam, sedangkan Valerie sudah menangis di sana. Kebetulan David yang hendak mengambil sesuatu di motornya melihat Valerie. Segera ia hampir.
"Val." Mendengar suara David, Valerie langsung memeluk lelaki itu.
"Dia kenapa datang lagi? Aku udah berusaha lupain dia, banyak hal yang udah aku lakukan biar aku gak ingat dia terus, Dav," suara isak kan tangis gadis itu terdengar dengan jelas.
David membalas pelukan Valerie, mengusap pelan helaian rambut gadis itu. "Kamu tenang ya, biar saya yang ngomong sama dia."
Akan tetapi, Valerie menahan tangan David. Tak mengizinkan lelaki itu pergi. "Jagan, di sini aja. Aku udah gak mau ada urusan apa pun lagi sama dia lagi."
David menurut permintaan Valerie, lelaki itu mebawa Valerie masuk ke cafe. Namun, usai mengantar Valerie, David pamit keluar sebentar karena ada barangnya yang tertinggal. Padahal tidak ada.
Bukan mengambil barang, melainkan ia ingin menemui Calvin dan bicara baik-baik dengannya. "Cal," panggil David.
Calvin yang sedari tadi diam langsung menoleh ke arah sumber suara. "David."
"Ada yang mau saya omongin sama kamu."
"Soal apa?"
Ditulis, 07 November 2024
Dipublish, 07 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Novela JuvenilIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...