20. Masak bareng

5 0 0
                                    

Pagi-pagi Valerie sudah sibuk ingin membuatkan sarapan untuk keluarganya. Pukul 06.00 ia sudah berada di dapur, menganggu bi Siti yang tengah menyiapkan bahan-bahan . "Bi, biar aku aja ya yang masak hari ini. Cuman buat nasi goreng sama goreng ayam doang, kan?"

"Iya, tapi—"

"Huts, Bibi tenang aja. Valerie bisa kok," yakinnya.

Tidak ada pilihan lain, bi Siti hanya bisa menghelaikan napas. Lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Valerie sibuk menyiapkan nasi, bi Siti pun, bantu menyiapkan bumbu. Ketika mereka berdua sedang sibuk masak. Pak Ferdi masuk ke dapur, pria setengah baya itu menggenakan seragam hitam yang biasa ia pakai saat sedang bekerja.

"Eh, Pak Ferdi. Tumben pagi-pagi di sini," sapa Valerie.

"Bukan tumben, tapi tiap hari Pak Ferdi buat kopi di sini. Yang tumben itu kamu, tumben-tumbenan jam segini di dapur. Lagi ngapain?"

Bukannya menjawab gadis itu malah tersenyum manis, seolah dari senyumannya terdapat sebuah jawaban.

"Non, senyum-senyum jam segini, awas loh disenyumin sama mba kun," kata pak Ferdi menakut-nakuti.

Bukan Valerie namanya kalau tidak banyak tanya. "Mbak kun itu siapa, Pak?"

Mendengar pertanyaan dari Valerie, wajah pak Ferdi jadi kebingungan. Lawannya ini Valerie, gadis yang ingin serba tahu. "Em, bukan apa-apa, Non. Ya udah ya, Pak Ferdi mau buat kopi dulu," pamitnya. 

Lelaki itu langsung mendekati bi Siti yang sedang sibuk membersihkan ayam. "Bi, Valerie tumben pagi-pagi ke dapur, mau ngapain dia?" tanya Ferdi bisik-bisik.

"Katanya, hari ini dia mau buat sarapan," jawab wanita paruh baya itu.

Ferdi hanya menunggu paham, membentuk mulutnya menjadi huruf O.  Lalu bergegas membuat kopi, ia tidak ingin terlalu lama di dapur.  Pasalnya ia sedang menyiapkan mobil untuk keberangkatan Malik.

Sekian lama berada di dapur, akhirnya Valerie selesai menyiapkan hidangan sarapan pagi. Gadis itu menyusunnya dengan rapih dan menunggu sang kakek bergabung di meja makan. Tak lupa gadis itu mengajak bi Siti dan pak Ferdi untuk sarapan bersama.

Keempatnya makan bersama, senyuman bahagia terpancar dari sudut bibir Valerie. Sekeluarga seperti ini lah yang ia inginkan.

Tidak ada suara bising selain dentingan garpu dan sendok yang saling beradu. Tiba-tiba suara Valerie terdengar. "Aku pengen banget tiap pagi kita sarapan bareng kayak gini. Udah lama aku nungguin hal ini. Andai aja mamah sama papah ma—" Malik menghentikan kalimat yang hendak cucunya katakan.

"Val, makan! Jangan bahas yang nggak-nggak!" tidak ada bentakan, tapi mampu membuat Valerie terdiam.

Seketika wajahnya terlihat murung. Ia lekas menghabiskan sarapannya, lalu pergi begitu saja. Bi Siti memandangi kepergian gadis itu.

Kini tatapannya beralih menatap majikannya. Malik sudah menganggap bi Siti seperti kakaknya sendiri, karena wanita itu sudah banyak membantunya sejak dulu.

"Lik, Valerie itu gak bisa dikasarin. Kamu tau kan, dia cuman pengen keluarganya kembali utuh. Itu aja kok, gak lebih. Apa salahnya kita wujudkan impian kecilnya," bukan memanggil Malik dengan sebutan tuan lagi, melainkan nama pria itu. Kalau sudah seperti itu, bi Siti benar-benar bicara serius dengan Malik.

Pria itu hanya diam, karena yang dikatakan bi Siti itu ada benarnya. Permintaan kecil Valerie harus ia wujudkan, toh tidak keberatan.

***

Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Valerie, gadis itu lekas membuka pesan yang dikirim oleh ibunya Calvin.

Mamah Calvin

Sayang, hari ini kamu main ke sini ya

Bantuin Tante masak

Oh,  ya,  kamu siap-siap ya. Tante udah nyuruh Calvin untuk jemput kamu

"What?  Kenapa mendadak sih? Aku kan belum apa-apa," gerutunya.

Ia segera menghubungi kekasihnya, memastikan bahwa itu benar atau tidak.

"Hallo, sayang kamu lagi di mana?"

"Di jalan mau ke rumah kamu. Kenapa?"

"Berarti beneran dong? Astaga aku belum siap-siapa," paniknya.

"Udah gak usah panik, buruan gih siap-siap. Aku jalannya santai kok," balasnya dari sebrang sana.

Valerie pun mematikan panggilan itu secara sepihak. Dengan waktu yang singkat, gadis itu menghias dirinya.

Sepersekian detik kemudian Calvin sudah tiba dikediaman keluarga Haidar.

Dengan pakaian andalannya, Valerie berjalan menuju ke arah Calvin. "Hai sayang, aku udah siap nih," ucapnya.

Lelaki itu pun mulai beranjak dari duduknya. "Ayo," ajaknya.

Usai pamitan, keduanya pun segera melaju ke rumah Calvin.

Cukup memakan waktu lama untuk sampai ke kediaman Calvin. Akhirnya mereka berdua tiba di sana. Sambutan hangat didapatkan saat Valerie turun dari mobil.

"Hallo sayang, akhirnya kamu terima juga undangan dari Tante," ucap wanita itu.

"Gimana gak diterima, kalo tiba-tiba tante nyuruh Calvin jemput aku." batinnya.

Gadis itu menampakan senyuman manis. Sampai akhirnya ibunya Calvin mengajaknya masuk. "Ayo sayang, kita masuk." Valerie mengangguk sebagai jawaban.

Ketikan dirinya sudah masuk, sosok Calvin tiba-tiba tidak terlihat. Ke mana dia? Valerie izin keluar sebentar, dengan alasan ponselnya tertinggal. Namun, bukan itu tujuannya.

Saat keluar, ia melihat Calvin tengah sibuk telponan. Gadis itu pun menunggunya hingga selesai, ia hendak mengajak sang kekasih masuk ke dalam dan berkumpul bersama keluarganya. Meskipun ibunya Calvin sudah akrab padanya, tetap saja masih ada rasa malu untuk bersikap biasa saja.

Saat berbalik badan, terlihat sosok Valerie tengah berdiri di sana. Calvin pun menghampiri gadis itu. "Kok kamu di sini? Abis ngapain?"

Tanpa basa-basi Valerie langsung bertanya. "Tadi abis telponan sama siapa?"

Calvin seperti orang kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari pacarnya sendiri. "Em, itu ..., aduh gimana ya jelasinnya. Susah sayang," terlihat jelas raut wajah Calvin seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu.

"Itu apa sayang?"

"Ah, udah gak usah dibahas. Itu cuman claien aku."

"Claien? Bukannya kamu hari ini libur ya? Berarti gak ada kerjaan dong? Tapi kok—"

Calvin meletakkan jari telunjuknya di dekat bibir Valerie. Menyuruh gadis itu untuk diam dan tidak banyak bertanya lagi. "Shut, sayang mendingan kita ke dalam aja. Mamah pasti nungguin kita."

Valerie hanya bisa diam, dan mengikuti langkah laki-laki itu dari belakang.

"Eh, Valerie. Ayo bantuin Tante masak, katanya kamu mau buat ayam pedas manis."

Ia tersenyum kikuk, lalu berjalan menghampiri ibunya Calvin. Sedangkan laki-laki itu hanya diam dan duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

Untunglah dapur di rumah Calvin tidak jauh dari ruang tamu. Jadi, Valerie bisa mengintip pacarnya sesekali saat sedang masak. "Dia senyum-senyum main handphone, ada apa ya?" Overthinking kembali melanda pikiran Valerie. Ia takut apa yang ia pikirkan selama ini ternyata itu benar.

"Val, ini udah dimasukin garam belum?"

"Ha? Udah kok Tante," fokusnya terbagi-bagi.

"Oke, kalo gitu tinggal nunggu matang deh," ucap wanita itu.

Ditulis, 21 Oktober 2024
Dipublish, 22 Oktober 2024

Janji Palsu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang