Setelah menghilang, Calvin tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan singkat pada Valerie. Lelaki itu mengajak Valerie untuk bertemu di cafe biasa.
"Calvin? Dia udah pulang?" Gadis itu segera menekan tombol hijau dan memulai panggilan suara.
Tak lama kemudian, panggilan itu dijawab.
"Hallo sayang," sapa Calvin.
"Hai sayang, kamu udah pulang? Aku kangen banget sama kamu," ucapnya penuh rasa kebahagiaan.
"Aku juga, kita ketemuan bisa, kan?"
"Bisa, nanti aku ke sana."
"Oke, aku tunggu."
Panggilan itu berakhir. Valerie bergegas bersiap-siap untuk bertemu dengan Calvin. Ia jadi tidak sabar untuk bertemu dengan laki-laki itu.
Gadis itu mengenakan celana jeans berwarna hitam serta baju kaos putih. Tak lupa rambutnya ditata dengan rapih. Ia siap berangkat, seperti biasa. Ia tak lupa izin dengan bi Siti. Karena di jam seperti ini hanya bi Siti yang berada di rumah.
"Bibi, aku izin pergi dulu ya," pamitnya.
"Mau ke mana?"
"Biasalah, urusan anak muda," jawabnya.
"Kebiasaan kalo ditanya jawabnya gitu."
Gadis itu terkekeh pelan. "Bercanda, Bi. Ya udah ya, aku pergi dulu, bye Bi Siti."
Bi Siti membiarkan Valerie pergi. Wanita paruh baya itu sudah paham ke mana gadis itu akan pergi. Ke mana lagi kalau bukan ke cafe.
Raut wajah Valerie terlihat bahagia, rindunya pada Calvin akan terobati hari ini. Di sepanjang jalan, gadis itu terus bersenandung. Hampir tiga minggu tidak bertemu, akhirnya hari ini mereka kembali bersama.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana, setelah menempuh perjalanan 20 menit. Valerie pun sampai. Usai memperkirakan mobil, ia segera masuk. Sorot matanya mencari sosok Calvin. Tepat di tempat biasa mereka duduki, lelaki itu berada di sana.
"Udah lama di sini?" tanya Valerie.
"Lumayan, kamu apa kabar?"
Sebelum menjawab, Valerie mengerutkan keningnya bingung. "Baik, tumben nanyain kabar aku. Seakan-akan kita udah lama gak ketemu. Padahal sebulan aja belum ada kamu pergi, baru tiga minggu."
Lelaki itu tersenyum manis. Senyumannya masih seperti dulu, penuh kehangatan. "Gak papa, aku kan kemaren-kemaren jarang aktif. Jadi, aku gak tau kabar kamu."
"Oh gitu, iya sih. Pas kamu gak aktif itu aku bete banget. Aku bingung mau nelpon siapa, teman ngobrol aku kan cuman kamu sama bi Siti."
Mendengar tuturan dari Valerie barusan membuat Calvin tambah merasa bersalah. Ia tidak bisa menyakiti gadis yang berada di hadapannya ini.
Sambil menatap binar mata Valerie, Calvin bergumam dalam hati. "Val, maafin aku. Aku gak bisa ninggalin kamu. Tapi, aku juga gak bisa milih."
"Cal, kamu kenapa bengong gitu sambil natapin aku? Ada yang aneh ya sama aku?"
Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Gak ada, eh mending kita pesan makanan aja yok."
"Boleh."
Tiba-tiba deru ponsel Calvin berdering. Lelaki itu menatap sebentar ke arah ponselnya, lalu menatap Valerie secara bergantian. "Sayang, bentar ya aku mau angkat telpon."
"Oh, iya silahkan."
Ditelpon, Calvin seperti orang yang sedang bertengkar. Yaps, yang menelpon lelaki itu Gladis. Calvin memang pamit ke wanita itu untuk menemui orang tuanya. Tapi, Gladis tipe orang yang egois, ia hanya ingin Calvin terus fokus padanya. Meskipun begitu, Calvin sangat mencintainya. Bukankah hubungan mereka yang sempat usai, kembali lagi menyakiti hati orang lain?
Calvin mebghelai napas panjang. Ia harus memilih di antara mereka berdua. Dengan lesu lelaki itu kembali ke tempat duduknya. Sampai di sana Valerie langsung bertanya.
"Siapa yang nelpon barusan?" sama seperti pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan yang pernah gadis itu tanyakan tapi tidak mendapat jawaban.
"Ini bukan urusan kamu, Val," katanya. Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Calvin.
"Kok kamu ngomongnya gitu sih? Aku kan nanya baik-baik, kalo kamu gak mau jawab ya udah. Kenapa harus ngomong gitu coba?"
Calvin dibuat semakin pusing, sampai ia tidak bisa mengontrol emosinya. "Kamu bisa diam gak sih?!" ini pertama kalinya Valerie dibentak oleh Calvin.
"Cal, kamu bentak aku? Karena hal sepele doang?"
"Valerie, maaf. Aku kelepasan, gak seharusnya aku ngomong gitu sama kamu. Aku cu—"
Dengan susah payah gadis itu menahan air matanya agar tidak terjatuh. "Udah ya, Cal. Aku pulang aja. Lagi pula semenjak kamu pergi ke luar kota, sikap kamu jadi berubah."
"Val, dengerin aku dulu. Aku bisa jelasin semuanya."
"Jelasin? Apalagi yang perlu dijelasin? Semuanya udah jelas kan?"
Gadis itu melangkah pergi. Namun, segera dihentikan oleh Calvin, lelaki itu berlutut dan mengeluarkan sebuah cincin. "Valerie, andai kamu tau. Sebenarnya aku mau kasih kejutan ini buat kamu, tapi aku gak sengaja salah ngomong."
Valerie yang hendak pergi pun berhenti, berbalik badan menatap Calvin yang sudah berlutut di hadapannya.
"Kamu bohong kan soal ini?"
"Nggak, aku gak akan berdiri sebelum kamu terima aku."
"Cal, malu ih. Ini rame orang," kata Valerie.
"Biarin, biar mereka jadi saksi kalo aku benar-benar cinta sama kamu. Val, you merry me?"
Seisi cafe bersorak gembira. Mereka bahagia melihat kedua pasangan itu. Tak lupa momen bahagia itu diiringi dengan suara musik yang dilantunkan oleh grup band yang biasa live musik di cafe itu.
Awalnya Valerie memang kesal, marah, kecewa. Tapi, ternyata itu salah satu kejutan yang Calvin berikan padanya. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya, masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.
"Valerie, sekali lagi, you merry me?"
Valerie mengulurkan tangan kanannya pada Calvin. Menandakan bahwa ia menerima tawaran laki-laki itu.
Semua orang bertepuk tangan penuh haru. Bahkan momen seperti ini tidak direncanakan, Valerie benar-benar tidak menyangka, tiga minggu tanpa kabar. Pulang-pulang memberikan kejutan yang membuatnya bahagia.
"Makasih ya, sayang. Ternyata kamu gak lupa sama janji kamu."
"Aku gak akan pernah lupa sama janji aku. Maaf ya soal tadi, aku kelepasan," pintanya.
"Gak papa kok, maaf juga aku langsung pergi tanpa dengerin penjelasan dari kamu."
"Iya." Lelaki itu merentangkan kedua tangannya, menyuruh Valerie untuk datang ke dalam pelukannya.
Valerie kembali memperlihatkan senyuman manisnya. Bahkan gadis itu memberikan kebahagiaannya pada orang-orang sekitar.
Bibir Calvin tersenyum, tapi tidak dengan pikirannya. Meskipun ia sudah mengikat Valerie, masih ada orang lain yang tengah menunggunya di sana.
"Sayang, habis ini kita langsung ke rumah aku ya. Kita temuin kakek," pinta Valerie.
"Boleh sayang," balas Calvin.
Keduanya pun menikmati hidangan mereka. Melupakan keributan yang sempat tercipta tadi.
Mereka berdua benar-benar terlihat serasi. Namun dari kejauhan, ada seseorang yang mengamati setiap momen itu. Ia melihatnya antara sedih dan bahagia.
"Semoga dia memang benar yang terbaik buat kamu," gumamnya.
Ditulis, 29 Oktober 2024
Dipublish, 29 Oktober 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Novela JuvenilIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...